METROPOLITAN - Fenomena munculnya oknum aparat yang turut terlibat dalam jaringan narkoba mendapat sorotan dari Kompolnas. Salah satu anggota Kompolnas Andrea Hinan Poeloengan mengatakan, banyak motif yang menjadi pemicu seorang aparat terjun ke bisnis narkoba. Salah satunya karena tergiur pundi rupiah yang dihasilkan. “Saya kira sedikit sekali kalau motifnya karena ada kebutuhan mendasar untuk kehidupannya, sehingga harus terjun ke bisnis peredaran gelap narkoba,” kata Andrea. Ia pun memberi tiga poin solusi untuk kasus tersebut, antara lain peningkatan kesejahteraan apauntuk kasus tersebut, antara lain rat dan keluarganya (bukan hanya kenaikan gaji, red), termasuk reward dan punishment. Kedua, sambungnya, pengawasan yang sangat ketat oleh Paminal terhadap perilaku anggota. ”Yang sudah terbukti dan divonis hukuman yang incraaht. Bentuk hukumannya minimal hukuman mati, tapi lebih baik tembak di tempat saja,” tegasnya. Sedangkan untuk kategori pemakai, menurut Andrea, perlu adanya upaya rehabilitasi. Sebab, biasanya yang bersangkutan terpengaruh lingkungan negatif dengan coba-coba atau bisa juga karena kebablasan pada saat menyamar. ”Kalau hanya pemakai, saya pikir perlu rehabilitasi yang panjang, dua hingga tiga tahun di panti rehab. Bukan kayak sekarang ini, hanya relatif sebentar,” sesalnya. Pilihannya ikut rehab yang lama dan mengundurkan diri atau hukuman minimal 20 tahun. Selain itu, tambahnya, perlu adanya psikolog klinis yang bisa memberikan konseling di setiap polres bagi anggota yang menjalankan tugas berat. ”Seperti penyamaran atau menembak penjahat atau bagi anggota yang sedang bermasalah,” ujarnya. Ide-ide tersebut belum tertuang dalam UU Narkotika, maka tugas DPR lah yang harus mengubahnya. ”Jadi masyarakat juga berperan memilih anggota calon wakil rakyat yang betul-betul paham dan antinarkoba,” tandasnya.
(yos/c/feb/run)