METROPOLITAN - Dampak kemiskinan sungguh kompleks. Tak hanya mereduksi hak kemanusiaan. Kemiskinan juga menimbulkan perubahan sosial dan memunculkan tindak kriminal. Menyenangkan setiap negara mengagendakan pengentasan jadi prioritas utama tanpa pemerintah daerah.
Kemiskinan secara etimologis berasal dari kata ”miskin” yang berarti tidak berharta benda dan serba kekurangan. Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak.
Untuk mengelompokkan penduduk miskin dan tidak miskin, BPS menggunakan garis kemiskinan untuk membedakannya. Garis Kematian adalah batas atas persetujuan. Mereka yang berpenghasilan di bawah garis kemiskinan akan dikelompokkan sebagai penduduk miskin. Ada beberapa yang memiliki kontribusi besar dalam menentukan batas kemiskinan itu.
Beberapa komoditas itu antara lain: beras, filter rokok kretek, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, gula pasir, kopi bubuk dan instan, kue basah, tempe, tahu, roti dan bawang merah. Selain itu, perumahan, bensin, listrik, pendidikan, perlengkapan kamar mandi, angkutan, kesehatan. Itu sesuai dengan garis kemiskinan.
Pada survei yang dilakukan Maret 2018 lalu, garis kemiskinan yang menjadi patokan BPS sebesar Rp401.220 per kapita per bulan. Angka itu naik 3,63% dibandingkan survei September 2017 sebesar Rp387.160. Artinya 9,82 persen penduduk Indonesia -yang kemudian digolongkan miskin- memiliki kemampuan per kapita per bulan di bawah Rp401.220. Saat ini, jumlah masyarakat miskin di Kabupaten Bogor sendiri mencapai 415.020 jiwa atau 7,14 persen dari jumlah penduduk.
Oleh karena itu, perlu program percepatan pengentasan kemiskinan yang terukur. Kami akan berusaha menurunkan prosentasenya dari 7,14 persen di 2018 menjadi 6,38 persen pada 2023. Langkah-langkah strategis, masif dan terstruktur pun sudah disiapkan. Kami merangkumnya dalam "Memori Kemiskinan".
Tujuan memori kemiskinan adalah meningkatkan keberlanjutan masyarakat pra sejahtera untuk bangkit menuju hidup sejahtera. Akan diharapkan memutus mata rantai kemiskinan. Program ini sendiri sudah dilaunching di Balai Kesejahteraan Sosial, Kecamatan Citereup, pada Selasa (2/5/2019). Untuk mensukseskannya, kami mendukung Dinas Sosial dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait. Dan dalam waktu dekat akan dibangun "Graha Panca Karsa".
Gedung ini akan menjadi tempat pelayanan seluruh bidang. Baik kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial, dan sosial untuk masalah kesejahteraan. Pada periode 2019-2023 ini juga akan direplikasi sistem layanan rujukan terpadu di desa dengan membangun pusat kesejahteraan sosial.
Target kami pada 2023 sudah terbentuk Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos) di seluruh desa dan kelurahan. Selain itu, akan dibentuk sebuah yayasan dan koperasi. Akan ada juga pekerja sosial dari kecamatan, pekerja sosial masyarakat dan program pendamping keluarga harapan (PKH).
Mereka akan bergerak membantu pemasaran produk keluarga harapan dan juga melakukan pembinaan dipertahankan. Setiap pendamping nanti ditarget untuk dapat “menaikan kelas” peserta minimal lima keluarga sangat miskin per tahun. Di tempat tinggal mereka juga memasang stiker. Membuat laporan perkembangan secara berkala dan memberi stimulan bagi peserta yang tergraduasi.
Bagi yang sukses mengawal, para pendamping PKH akan diberi penghargaan dari Pemerintah Kabupaten Bogor. Selain itu, Pemkab Bogor juga akan melakukan "Bedah Kampung" sebagai upaya menuntaskan desa terisolir dan rumah tidak layak huni. Dalam hal ini, peran seperti Baznas dan CSR perusahaan akan dioptimalkan.
Masyarakat miskin juga akan diberi Kartu Bogor Sehat dan Kartu Bogor Cerdas. Bantuan beasiswa S1 untuk yang berprestasi dan minimal satu tahun dikaryakan sebagai tenaga ahli di Pemkab Bogor. Semoga dengan berbagai kebijakan tersebut program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Bogor dapat disetujui sesuai yang didukung.
(*)