METROPOLITAN- Keberadaan tambang di Kabupaten Bogor sepertinya tidak melulu memberi keuntungan bagi pemerintah daerah. Berbagai masalah pun kian bermunculan, dari rusaknya lingkungan hingga banyaknya warga yang terserang penyakit akibat proses pertambangan. Bahkan dalam setahun, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor harus merugi sampai Rp25 miliar akibat pertambangan ilegal.
Karena itu, Bupati Bogor Ade Yasin terang-terangan tidak ingin lagi mengizinkan usaha tambang di Kabupaten Bogor. Terlebih di wilayah perbatasan Parungpanjang-Rumpin-Gunungsindur, yang selama ini menimbulkan persoalan transportasi perbatasan.
Bahkan keberatan tersebut sudah dilayangkan kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil agar tidak lagi mengizinkan usaha tambang. ”Keberatan sudah ke gubernur. Kan izin dari mereka (provinsi, red) bukan dari kami. Saya minta gubernur untuk tidak lagi (memberi izin, red),” katanya kepada Metropolitan, kemarin.
Selain itu, penambangan ilegal pun tersebar di lebih dari 50 titik. Dari tambang-tambang bodong itu, Pemkab Bogor merugi sampai Rp25 miliar. “Itu kerugian dari pemasukan pajak atau pendapatan daerah ya. Belum lagi kerugian dalam hal kerusakan lingkungan,” tegas Ade.
Bupati yang akrab disapa AY itu mengaku masih menunggu jawaban resmi dari orang nomor satu di Jawa Barat itu. Meskipun secara tidak langsung ada pertanda positif dari gubernur Ridwan Kamil. ”Kelihatannya boleh-boleh saja. Sepaham lah. Kan kalau nggak ada rekomendasi dari kita juga kan nggak akan jalan,” paparnya.
Keberatan itu, sambungnya, persoalan yang berkembang sekarang kaitan tambang tidak kunjung selesai. Sehingga tidak perlu ditambah-tambah lagi. Karena itu, AY mengaku pihaknya melakukan langkah konkret dengan mencari solusi untuk jalan tambang. ”Tapi sampai hari ini kan belum ada investor yang masuk karena banyak kajian. Banyak alasannya. Khawatir berhenti lah, disetop lah,” paparnya.
Politisi PPP itu ingin segera ada diskusi lebih jelas lagi kepada investor yang masuk ke jalan tambang. Namun pihaknya membuka peluang bagi para investor nantinya untuk memberi tarif jalan tambang jika nantinya sudah dibangun. ”Jadi jalur tambang berbayar,” ujarnya.
Ditanya soal jumlah pengusaha tambang yang ada di Kabupaten Bogor, ia sendiri tidak bisa menjelaskan secara pasti. Sebab selain yang legal, yang ilegal pun masih banyak berkeliaran. ”Kalau yang ilegal itu kan hit and run. Disidak, dia lari. Nggak ada operasi, dia ada lagi. Kalau yang legal akan kita suruh untuk inventarisir lagi jumlahnya,” jelas AY.
Selain itu, saat di bawah naungan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2016, Pemkab Bogor mencatat hanya ada 70 titik penambangan yang dinyatakan legal di Bumi Tegar Beriman.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi III DPRD Kabupaten Bogor Permadi Adjid mengatakan, dari data yang dimilikinya ada 15 perusahaan batu andesit yang berizin beroperasi di Kecamatan Rumpin. Itu pun sesuai izin ledak yang laporannya diterima para wakil rakyat. Sedangkan penambangan ilegal, pria yang karib disapa Dalung itu tidak mengetahui jumlah data pasti.
“Yang ilegal juga jumlahnya cukup banyak, mulai dari skala kecil atau besar. Untuk yang ilegal seperti galian tanah, pasir dan batu. Sebab izin untuk itu ranahnya di provinsi untuk IUP (Izin Usaha Pertambangan, red)-nya, bukan di kabupaten yang hanya UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, red)-nya di Dinas Lingkungan Hidup (DLH),” papar politisi PAN itu.
Tak hanya itu, dari data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor, ada ribuan orang terkena Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di wilayah tersebut. Di antaranya Puskesmas Cicangkal pada 2017 berjumlah 1.943 orang, yang meningkat setahun berikutnya dengan 3.323 orang. Sedangkan Puskesmas Gobang pada 2017 mencatat ada 2.448 pasien dan naik pada 2018 menjadi 2.884.
“Puskesmas Rumpin pada 2017 tercatat 3.559 orang. Turun pada 2018 menjadi 1.856 orang. Rata-rata yang terserang ISPA anak-anak di bawah umur lima tahun,” ungkap Kepala Seksi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Intan Widayati.
(mul/ryn/d/mam/run)