METROPOLITAN - Ruangan berukuran 2,5 x 4 meter di rumah A Friyana Wiradikata di Kelurahan Bojongkerta, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, disulapnya menjadi ruang pandai besi. Di dalamnya terbilang lengkap. Ada tungku pembakaran baja, mesin pemotong besi, potongan kayu, potongan pelat baja, gerinda, ampelas sampai beragam pisau setengah jadi. Di belakang rumahnya itulah Friyana menyulap pelat baja menjadi pisau beraneka jenis dan ukuran. Tiap pagi hingga sore, ia pun sibuk di sana. Begitu juga saat hari libur. Pisau, bagi Friyana, ibarat sahabat lama. Ia mengaku kecanduan memiliki benda tajam itu sejak masih remaja. Hobi berpetualang di alam bebaslah yang mempertemukan keduanya. ”Saya suka pisau dan mengoleksinya untuk berpetualang,” kata Friyana. Kali ini ia tak puas hanya mengoleksi pisau. Friyana mencoba membuat pisau sendiri dengan alat seadanya menggunakan gerinda tangan dan asal tajam saja. Ia pun makin tertarik memperdalam kemampuannya dari membaca literatur maupun pengetahuan yang didapat dari teman-temannya. Melalui Youtube, ia melihat teknik pembuatan pisau dengan cara menempa dan peralatan penunjang lainnya. ”Dari melihat video-video, saya mulai membuat 1-2 buah pisau saja,” katanya. Tak sampai di situ, ia juga belajar metalurgi atau sifat-sifat kimia dari logam dan cara memanfaatkan logam untuk kegunaan sehari-hari. Misalnya komposisi baja sekaligus pengolahannya. Friyana juga memilih bahan baku baja yang komposisi karbonnya sangat tinggi, sehingga awet tajam, tidak berkarat dan kuat. Bahan baku yang digunakan berasal dari Amerika, Swedia, Jerman dan Jepang. Friyana mengenalkan produk buatannya lewat Facebook dan dari mulut ke mulut. Kesan dari orang yang pernah memesan ternyata menarik orang lain untuk ikutan memesan pisau kepada Friyana. Apalagi ia bisa membuat pisau jenis apa saja. Sesuai desain dari pemesan. Mau senjata ala-ala Jepang seperti shuriken, pisau fuko senjata khas Skandinavia pun bisa dibuatkan. Sudah banyak desain pisau yang berkelebat meluncur dari bengkel kerjanya yang letaknya tak jauh dari Tol Bocimi itu. Kebanyakan dari jenis tactical atau skinner, bowie yang tergolong pisau komersial. Sisanya dari jenis tusuk macam belati atau pisau komando, pisau lempar dan jenis tebas seperti golok. ”Saya bikin sesuai pesanan dari Mapala, anggota Korem, Paspampres dan Brimob banyak yang pesan ke saya. Untuk anggota pesan secara personal, untuk dibawa bertugas seperti ke Papua,” ujarnya. Bahkan pisau buatan Friyana yang diberi label AFW Knife itu kini sanggup menusuk dan menembus pasar internasional. Beberapa kolektor dari negara Jepang, Malaysia, Brunei Darussalam, Kanada, Amerika, Norwegia, Polandia dan sejumlah negara di Timur Tengah. Selain mutu yang lebih baik, atau setidaknya sejajar, daya saing lainnya didorong harganya yang jauh lebih murah daripada produk pisau luar negeri. Hal itu pula yang membuat emak-emak di Bogor pun banyak yang memesan pisau dapur kepadanya. ”Saya pernah membuat pedang katana dijual seharga Rp8,5 juta. Untuk pisau jenis bushcraft atau petualang dijual dengan kisaran Rp350-Rp450 ribu. Termahal Rp800 ribu ukuran standar jenis besinya D2 dari Swedia,” ungkapnya. Dalam sebulan, Friyana bisa menyelesaikan sekitar 15-20 buah pisau custom. Harganya bervariasi. Sesuai jenis bahan dan tingkat kesulitan. ”Ada juga yang meminta gagang pisau pakai tulang, itu juga kami layani. Kalau untuk sarung pisau, semua terbuat dari bahan kulit,” ujar Friyana. Ia mengaku lebih suka menggarap sendirian dengan bantuan seorang pekerja. Di sisi lain karena masih keterbatasan peralatan, alasan itu pulalah yang membuatnya tak berencana memproduksi massal pisau-pisau buatannya. ”Saya kerja berdasarkan pesanan. Selain itu, kalau ada ide baru pasti saya bikin buat koleksi sendiri,” ungkapnya. (lip/mam/run)