Senin, 22 Desember 2025

Membunuh Karena Jaga Gengsi

- Senin, 8 April 2019 | 07:30 WIB

METROPOLITAN - Kasus pembunuhan sering ditemukan di setiap wilayah. Biasanya para pelaku itu sudah berumuran dewasa. Tetapi siapa sangka jika anak-anak di bawah umur pun sudah bisa menjadi pelaku pembunuhan.

Masih hangat kejadian duel 'gladiator' yang dilakukan dua pelajar di Kabupaten Bogor. Aksi itu berawal dari kenakalan remaja biasa. Namun berujung hingga menyebabkan korban luka bahkan meninggal dunia. Belum lagi catatan dari Pengadilan Negeri (PN) Cibinong. Sejak 2014, ada sembilan kasus pembunuhan yang dilakukan anak remaja. Itu dinilai karena anak remaja ingin menjaga gengsi dari rekan-rekan sebayanya. Hal itu diakui pakar kriminolog dari Universitas Indonesia, Andrianus Meliala. Menurut Adrianus, selain pengaruh lingkungan keluarga dan sekolah, ada faktor penting lain yakni kelompok teman bermain yang lebih dari satu orang. Itulah yang membuat seorang individu tersebut menjadi liar. Tentu ada hukum sebab akibat dari perilaku kelompok tersebut. “Apabila suatu kelompok ada satu rekan yang memberikan contoh tidak baik, ya bisa menular. Seperti virus. Jadi terbawa satu orang itu dengan teman-teman lainnya,” katanya. “Kalau ini terjadi, inilah faktor utama dari jurang kasuskasus yang terjadi. Harus ada pencegahan. Mereka itu (orang yang mengajak, red) ingin menunjukkan kalau orang itu (yang diajak, red) bisa memiliki kemarahan dan keinginan apabila merasa tertantang. Termasuk menjaga gengsi di dalam kelompok itu sendiri,” lanjutnya. Setelah itu, sambungnya, perilaku liar dapat digerakkan juga oleh individu yang sudah kehilangan kesadaran dirinya yang secara tidak langsung tertutupi kesadaran kolektif. Sebab, orang itu tidak berkomunaksi hanya satu arah. “Tentu hal ini lagi-lagi karena kelompok yang terbawa arus tidak baik di lingkungan rumah dan sekolahnya. Bahkan orang itu berani melawan walau usianya masih kecil,” bebernya. Untuk mencegah kasus-kasus seperti ini, jelas Adrianus, ada dua cara. Pertama, fenomena itu perlu diintervensi dengan cara menangkap pelakunya. Termasuk mengadakan penyuluhan agar yang lain tidak berbuat karena pengaruh orang tersebut. Kedua, didiamkan. Karena jika pejalar diberikan tindakan di luar batas, mereka bisa menjadi liar dan bisa memengaruhi teman-temannya. “Untuk itu, peran guru dan orang tualah yang menjadi kunci agar ada perubahan perilaku tidak baik bisa berubah menjadi lebih baik lagi,” tuturnya. “Penjelasannya, mereka ini ingin dianggap berani oleh kelompoknya. Tapi harus ada solusi agar keinginan anak-anak ini tidak terus-menerus berlangsung. Kalau bisa jangan sampai ada penerus yang menggantikan perilaku tidak baik itu,” tambahnya. Di lain hal, Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bogor mencatat telah memberi pendampingan terhadap 135 anak remaja yang terjerat kasus kekerasan dan pencabulan. Dengan rincian pada 2017 sebanyak 47 kasus, 2018 71 kasus serta 2019 17 kasus. “Kebanyakan tersandung pencabulan dan tawuran,” kata Kabid Rehabilitasi Sosial di Dinsos Kabupaten Bogor, Dian Mulyadiansyah. Menurutnya, khusus untuk pendampingan korban kekerasan seperti tawuran dan lain sebagainya, pihaknya lebih banyak berkoordinasi dengan pihak sekolah untuk melakukan penyuluhan. Kemudian melakukan sosialisasi pendampingan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) dengan para orang tua. Tujuannya agar dapat memberi stimulan kepada mereka untuk mencegah kasus seperti tawuran dan kekerasan lainnya dapat terjadi lagi. “Peran orang tua penting. Jadi harus bangun hubungan emosional yang lebih baik lagi. Buat hubungan anak dan orang tua nyaman. Dan jangan melarang anak saat akan mengetahui sesuatu. Tapi terus diperhatikan. Setelah itu diberi pemahaman lebih baik lagi,” ucapnya. “Di 2019 ini kami juga akan membentuk tim rehabilitasi yang di dalamnya terdapat empat tenaga sosial. Mereka nanti bertugas memberikan penyuluhan kepada setiap orang tua,” imbuhnya. Di tempat berbeda, Kabid Kesejahteraan dan Perlindungan Anak (KPA) pada DP2KBP3A Kabupaten Bogor, Shinta Damayanti, mengaku pihaknya memberikan solusi terhadap kejadian anak berhadapan dengan hukum setelah menerima laporan lintas instasi. Kendati begitu, untuk mencegah hal yang lebih parah, 2019 ini pihaknya sudah menyosialisasikan ke setiap kecamatan di Bumi Tegar Beriman untuk pembentukan Kecamatan Layak Anak (KLA). “Warga dari satu wilayah kecamatan ini kami undang. Mereka kami sosialisasikan bagaimana cara untuk menjaga dan mendidik buah hati mereka. Tujuannya agar suatu hari kelak anak-anak ini menjadi pengaruh baik di lingkungan sekolah dan di lingkungan keluarga,” pungkasnya. (yos/c/rez/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X