METROPOLITAN - Usai menangkap ratusan perusuh pada 22 Mei lalu, pihak kepolisian kembali merilis enam tersangka yang memiliki tugas khusus, yakni membunuh empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei swasta. Enam tersangka tersebut telah dibekali senjata laras panjang dan pistol berjenis revolver serta rompi antipeluru.
Informasi yang dihimpun Metropolitan, empat tokoh nasional tersebut di antaranya Menko Polhukam Wiranto, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, anggota DPR RI Adian Napitupulu dan pimpinan Charta Politika Yuniarto Wijaya. Kadiv Humas Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal mengatakan, para pembunuh bayaran tersebut sudah menerima uang Rp150 juta. Para tersangka ditangkap beserta sejumlah barang bukti, seperti senjata api laras panjang dan laras pendek beserta pelurunya serta rompi antipeluru. ”Jadi salah satu tersangka sudah beberapa kali mengintai rumah pimpinan lembaga survei itu akan dibunuh,” ujarnya saat memberi keterangan di kantor Menkopolhukam di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, didampingi wakil kepala Pusat Penerangan TNI, Senin (27/5).
Para tersangka yang sudah ditangkap tersebut juga akan membunuh empat tokoh nasional. ”Semua ada dua tokoh nasional yang akan dibunuh. Target sudah diberikan oleh pihak yang memesan tersebut,” katanya.
Setelah itu, muncul dua target tokoh nasional lagi yang akan dibunuh. Kelompok pembunuh bayaran tersebut adalah penunggang gelap aksi 22 Mei 2019. Tujuan mereka adalah membuat kekacauan atau membuat kerusuhan setelah aksi damai yang berlangsung pagi sampai sore hari pada 21 Mei 2019.
Tetapi, M Iqbal tidak mau merinci lebih detail siapa keempat tokoh nasional yang menjadi target pembunuhan tersebut. ”Itu bukan kapasitas saya. Jadi siapa tokoh itu, tidak akan saya sebutkan,” paparnya.
Ketika ditanya lebih jelas apakah target tersebut Presiden Joko Widodo atau Jokowi, M Iqbal membantahnya. “Bukan Presiden targetnya. Para pelaku tersebut juga telah menerima uang Rp150 juta untuk pembelian senjata laras penjang dan senjata laras pendek. Senjata itu dipesan dari Cipacing, yang merupakan senjata rakitan, tetapi sangat mematikan,” ujar M Iqbal.
Keenam tersangka yang sudah ditangkap tersebut adalah HK alias Iwan, AZ, IF, TJ, AD dan AF alias Fifi. Keenam tersangka itu masing-masing memiliki peran berbeda. Dalam kesempatan tersebut, M Iqbal juga menjelaskan senjata api laras panjang dan senjata api laras pendek yang sudah dibeli para tersangka.
Senjata laras panjang yang disita dari tersangka juga dilengkapi teropong atau teleskop. Senjata itu biasa digunakan para penembak jitu atau sniper. ”Jadi senjatanya ini memang sudah dilengkapi teleskop untuk seniper,” ujarnya.
Terungkapnya pembunuh bayaran tersebut berarti sudah terungkap setidaknya ada tiga kelompok pengacau yang akan menunggangi aksi 22 Mei 2019. ”Jadi kelompok yang sekarang kita rilis ini beda dengan kelompok yang sebelumnya sudah dijelaskan Bapak Menkopolhukam dan Bapak Kapolri,” katanya.
Sebelumnya, Menkopolhukam Wiranto dan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menjelaskan adanya kelompok yang menyelundupkan senjata ke Indonesia. Senjata api itu dilengkapi teleskop dan peredam suara yang biasa digunakan sniper.
Selain itu, kelompok lainnya adalah kelompok teroris yang sudah ditangkap polisi sebelum unjuk rasa pada 21-22 Mei 2019. ”Para tersangka teroris itu sudah bilang ingin manfaatkan momentum demokrasi untuk beraksi. Demokrasi menurut paham mereka itu kafir.
Terpisah, politisi PDI Perjuangan Adian Napitupulu melapor ke Bareskrim Polri atas ancaman yang diterimanya melalui media sosial dan pesan singkat. Adian Napitupulu mengaku diancam akan diculik hingga akan dibunuh. Bahkan ancaman itu ditujukan tak hanya kepada dirinya, namun juga kepada Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan hingga Menkopolhukam Wiranto.
”Ancaman-ancaman penculikan, pembunuhan. Yang diancam tidak cuma saya, ada Pak Tito, Pak Luhut, Pak Wiranto. Jadi satu anggota DPR, dua menteri, Kapolri yang diancam,” ujar Adian di Bareskrim Polri, Rabu (22/5).
Ia menjelaskan bahwa ancaman itu diterima melalui beragam media sosial, seperti di WhatsApp dan Facebook. Selain itu, ada pula ancaman melalui SMS dan jumlah pesan ancaman yang diterimanya meningkat selama tiga hari belakangan.