Tiga hari usai penetapan tersangka terhadap mantan Bendahara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bogor Harry Astama, yang korupsi pengadaan barang dan jasa pada pemilihan wali kota (pilwalkot) Bogor 2018, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor kembali menetapkan satu tersangka baru yang merupakan anggota Satpol PP
METROPOLITAN - Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kota Bogor Rade Satya Nainggolan mengatakan, satu tersangka lain dalam kasus yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp470.830.000 yakni Mar Hendro bin Tugiyo. Ia memanfaatkan jabatannya sebagai ketua Tim Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) KPU Kota Bogor untuk mencairkan dana fiktif pemilu.
Rade menjelaskan penetapan tersangka pria 40 tahun, yang juga Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pemadam Kebakaran (Damkar) Satpol PP Kota Bogor, itu berbarengan dengan penetapan tersangka Harry. Namun karena yang bersangkutan beralasan sakit, ia mangkir saat dipanggil kejari bersama Harry pada Selasa (18/6) lalu saat berstatus saksi. Hingga kini keberadaan Mar Hendro masih belum diketahui. Sebab setelah pemanggilan, ia tak lagi masuk kerja di korps penegak perda itu.
“Senin (24/6) nanti kita panggil sebagai tersangka untuk diperiksa kembali. Nah jika masih mangkir, ada tiga kali panggilan sebelum kita tetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO). Perkiraan tersangka ada di wilayah Gunungsindur, Kabupaten Bogor,” katanya kepada Metropolitan, kemarin.
Kedua tersangka itu, lanjut Rade, mempunyai peran penting dalam menjalankan aksinya mencuri uang negara. Meskipun berstatus PNS di Damkar Satpol PP Kota Bogor, nyatanya Mar Hendro punya lisensi sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang membuatnya bisa menjadi ketua tim pokja. Modus yang dilakukan Mar Hendro meminta bendahara KPU yang dijabat, Harry, untuk mencairkan pengadaan buletin dan acara debat calon wali kota, jauh sebelum waktu yang ditentukan.
Sejauh ini baru dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka penyalahgunaan dana hibah KPU Kota Bogor tahun anggaran 2017 dan 2018 itu. Rade juga tidak menutup kemungkinan akan bertambahnya tersangka. Sebab, sejauh ini sudah lebih dari 20 saksi dipanggil ke korps adhyaksa itu. “Dilakukan sedemikian rupa sehingga fiktif. Dua-duanya memanfaatkan jabatannya bersamasama. Uang itu pun sudah habis oleh keduanya. Digunakan untuk apa? Nanti kita bisa tahu setelah pemeriksaan tersangka. Termasuk kemungkinan terlibatnya orang lain. Maka dari itu kooperatif saja, penuhi panggilan,” imbuhnya.
Selain tersangkut kasus rasuah, nyatanya posisi Mar Hendro sebagai PNS di Kota Hujan juga terancam dan di ambang pemecatan. Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengaku sudah mengetahui hal tersebut. Ia menyebut kini Mar Hendro diberhentikan sementara dan gajinya dipotong 50 persen sembari menunggu putusan inkrah. “Pegawai yang jadi tersangka kasus korupsi diberhentikan sementara dan gaji dipotong setengahnya, sambil menunggu kasusnya inkrah,” terangnya.
Soal bantuan hukum dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, mantan petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menilai karena yang bersangkutan terkait kasus saat penugasan di KPU, sebaiknya bantuan hukum diberikan dari instansi di mana kasusnya terjadi. Statusnya sebagai PNS Satpol PP Kota Bogor dibenarkan Kepala Satpol PP Kota Bogor Hery Karnadi, yang mengatakan bahwa Mar Hendro bekerja di bidang Damkar Satpol PP Kota Bogor di bawah pimpinannya.
Bahkan pria yang akrab disapa Acong itu mengaku sudah mengetahui bahwa ada bawahannya yang tersangkut kasus korupsi. Mar Hendro diketahui sudah 1,5 tahun bekerja di Damkar. “Dia di bidang Damkar sejak awal tahun lalu. Kasus yang menimpa dia, kita sudah tahu kok,” paparnya. Kini, pihaknya mengaku menyerahkan segala sesuatu terkait kasus tersebut kepada aparat penegak hukum. Bahkan proses tindakan indisipliner terhadap Mar Hendro pun sedang berproses. “Sekarang ya tinggal ikuti saja proses hukum yang sedang berlangsung, dan apa yang bisa dibantu ya dibantu. Untuk proses tindakan indisipliner yang bersangkutan juga sedang berproses,” pungkasnya. (ryn/d/mam/run)