METROPOLITAN - Usai menjalani beberapa persidangan, akhirnya hakim menyatakan Ratna Sarumpaet terbukti bersalah menyebarkan kabar bohong (hoaks, red) penganiayaan. ”Menyatakan terdakwa Ratna Sarumpaet terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menyiarkan pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran rakyat,” ujar Hakim Ketua Joni membacakan amar putusan dalam sidang vonis Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (11/7).
Hakim memaparkan, Ratna Sarumpaet membuat keonaran dengan menyebarkan kabar hoaks penganiayaan. Ratna disebut sengaja membuat kegaduhan lewat cerita dan foto-foto wajah yang lebam dan bengkak yang disebut penganiayaan.
Kisah hoaks penganiayaan itu berawal dari tindakan medis operasi perbaikan muka (facelift, red) atau pengencangan kulit muka Ratna Sarumpaet. Ia menjalani rawat inap di RS Bina Estetika pada 21-24 September 2018. Selama menjalani rawat inap tersebut, Ratna Sarumpaet, menurut hakim, beberapa kali mengambil foto wajahnya dalam kondisi lebam dan bengkak akibat tindakan medis.
Foto-foto muka lebam dan bengkak itu selanjutnya dikirim Ratna Sarumpaet melalui WhatsApp ke asistennya, Ahmad Rubangi, pada Senin, 24 September 2018 lalu. Ratna disebut hakim menceritakan penganiayaan oleh dua pria di area Bandara Husein Sastranegara.
”Taksi yang membawa terdakwa berhenti di tempat agak gelap. Pintu samping dibuka dua laki-laki dan menyeret keluar lalu melempar ke jalan. Satu laki-laki menginjak perut, satu memukuli muka,” ujar hakim memaparkan kebohongan Ratna soal penganiayaan. Foto juga dikirimkan Ratna Sarumpaet kepada Rocky Gerung lewat pesan WA pada 25 September 2018. Ratna lantas mengaku dianiaya di area bandara Bandung pada 21 September 2018 pukul 18:50 WIB.
Terkait pengakuan adanya penganiayaan, Ratna juga meminta Presiden KSPI Said Iqbal agar menyampaikan pesannya kepada Prabowo Subianto pada 28 September 2018. Hingga akhirnya Ratna bertemu Prabowo Subianto pada 2 Oktober 2018 di Hambalang. Prabowo kemudian menggelar jumpa pers usai pertemuan tersebut. Dalam jumpa pers, Prabowo meminta pemerintah mengusut tuntas penganiayaan yang dialami Ratna Sarumpaet.
”Bahwa cerita kejadian penganiayaan yang dialami terdakwa yang disampaikan dan diberitahukan kepada saksi-saksi dan beberapa orang lainnya, di antaranya Hanum Rais, Amien Rais, Fadli Zon, Prabowo Subianto, ternyata adalah merupakan cerita bohong yang dikarang terdakwa. Bahwa peristiwa penganiayaan terdakwa dengan mengirim gambar wajah kepada saksi-saksi dan menjadi viral di media sosial dan mainstream dan mendapat reaksi dari kalangan masyarakat,” ujar Hakim Joni.
Ratna Sarumpaet dipidana Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Ia divonis dua tahun penjara karena melakukan keonaran dengan menyebarkan kabar bohong penganiayaan. Ratna Sarumpaet merasa tetap yakin perbuatannya bukanlah keonaran. Ia mengaku sejak awal kasusnya adalah politik.
”Jadi gini ya, karena dia eksplisit menyatakan saya melanggar pasal keonaran, itu buat saya menjadi signal bahwa Indonesia masih jauh. Masih harus berjuang sekuat-kuatnya untuk menjadi negara hukum yang benar,” kata Ratna usai divonis.”Kalau ada alasan lain, mungkin saya lebih bisa menerima. Tetapi karena di dalam logika dasar saya keonaran itu bukan seperti yang saya lakukan ya. Saya rasa memang seperti yang saya katakan di awal persidangan ini bahwa ini politik, jadi saya sabar saja,” sambungnya. (dtk/mam/run)
7