METROPOLITAN - Kecurangan lima pelajar yang mendaftarkan diri masuk SMAN 1 Bogor berakhir sudah. Pihak sekolah pun menggugurkan kepesertaan siswa tersebut karena terindikasi menggunakan domisili palsu saat mendaftar melalui Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Online.
Wali Kota Bogor Bima Arya memastikan hal tersebut secara langsung. Menurutnya, ada lima orang yang diduga terindikasi melakukan manipulasi zonasi. Pihak sekolah sudah mengambil sikap tegas dengan memberi sanksi bahwa siswa tersebut tidak boleh melanjutkan pendidikannya di SMAN 1 Kota Bogor dan dipersilakan melanjutkan sekolah di SMA swasta.
“Pihak sekolah sudah menggugurkan kepesertaan siswa tersebut. Sanksi yang diberikan pihak sekolah sudah cukup, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dan kepada mereka dinyatakan tidak bisa bersekolah lagi di sini, silakan sekolah di swasta,” kata Bima usai menjadi inspektur ucpacara pertama masuk sekolah di SMAN 1 Bogor, kemarin.
Sementara itu, Kepala SMAN 1 Bogor Bambang Aryan Soekisno enggan berkomentar mengenai hal itu. Ia lebih memilih menghindari pewarta usai mengikuti upacara pembukaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di halaman sekolahnya, kemarin.
Sebelumnya diberitakan, segala cara dilakukan beberapa oknum orang tua murid untuk memuluskan jalan agar anaknya bisa masuk sekolah favorit. Termasuk memanipulasi data untuk mengakali PPDB sistem zonasi. Namun hal itu kini menjadi perhatian serius Wali Kota Bogor Bima Arya.
Orang nomor satu di Kota Bogor itu mengecek langsung ke salah satu rumah warga di Gang Selot, Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor, yang tak jauh dari SMAN 1 Kota Bogor. Di rumah tersebut diduga ada tiga nama siswa yang terdaftar dalam sistem PPDB Online di SMAN 1 Kota Bogor melalui sistem zonasi.
Namun saat ditanya Bima Arya terkait nama-nama yang tinggal di rumah tersebut, pemilik rumah gelagapan, bahkan tidak bisa menjawab nama-nama yang ada dalam Kartu Keluarga (KK). “Kita mendapatkan data informasi bahwa ada alamat yang digunakan di situ. Makanya hari ini kita cek langsung ke lokasi,” ujarnya.
Bima mengaku sudah mengumpulkan datanya soal manipulasi data untuk mengakali PPDB sistem zonasi. Menurut Bima, ada tiga alamat yang diindikasikan menjadi alamat titipan dan indikasinya sangat kuat bahwa anak-anak itu tidak tinggal di situ. “Sekarang kita ingin telusuri, ini rangkaiannya. Kemungkinan ada data manipulasi atau pelanggaran di sini. Karena domisili itu minimal enam bulan sebelumnya. Jadi sebelum enam bulan, nggak bisa,” pungkasnya.
Hal serupa terjadi di SDN Panaragan 1 Kota Bogor. Sejak pagi, orang tua murid berduyun-duyun mendatangi sekolahan tersebut. Hal itu dibenarkan Kepala SDN Panaragan 1 Kota Bogor Wahyu.
“Saya bersama staf guru lainnya sempat kewalahan juga membendung keinginan ibu-ibu yang sejak pagi sudah mendatangi halaman sekolah. Terpaksa kami juga harus bersikap tegas dengan melarang mereka masuk halaman sekolah. Biarkan saja anak-anaknya yang masuk ke sekolah, sementara ibu-ibunya menuggu di halaman sekolah,” kata Wahyu.Ketika ditanya mengenai tren orang tua yang menyerbu kelas untuk mencari bangku terdepan bagi anaknya, Wahyu mengelak. “Alhamdulillah, kalau di sini hampir tidak ada orang tua yang berebut bangku. Soalnya para siswa masih kita larang untuk masuk kelas, kecuali sudah diumumkan mereka masuk kelas mana dan mereka dipanggil satu per satu,” ujarnya. (ber/ar/rez/run)