METROPOLITAN - Pengungkapan kasus suap perizinan proyek Meikarta memasuki babak baru. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan tersangka dalam kasus tersebut. Yakni Sekretaris Daerah Jawa Barat (Jabar) Iwa Karniwa dan eks Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Bortholomeus.
Iwa ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan suap terkait Pembahasan Substansi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail tata Ruang Kabupaten Bekasi Tahun 2017. Sementara Bortholomeus jadi tersangka dalam perkara dugaan suap terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
”Pada dua perkara sebagaimana dijelaskan di atas, sejak 10 Juli 2019, KPK melakukan penyidikan dengan dua orang sebagai tersangka yaitu IK dan BTO,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, kemarin.
Namun, KPK tidak berhenti di sini. Saut meyakini jeratan pidana terhadap korporasi dan anggota DPRD Kabupaten Bekasi yang diduga terlibat hanya persoalan waktu. ”Bertahap. Tapi sebagaimana saya sebutkan tadi, kita akan terus berupaya mengembangkan. Jadi ini hanya persoalan waktu, nanti bertahap prosesnya. Walau saya pikir penyidik punya strategi untuk itu,” ucapnya.
Menurutnya, KPK memang sering melakukan proses penyidikan secara bertahap. Saut menyebut hal itu adalah strategi penyidikan. ”Nanti kita lihat proses tahapan berikutnya. Kalau memang kita bisa naikkan itu ke korporasinya sejauh apa mereka memperoleh sesuatu dari tindak pidana yang dilakukan,” tekannya.
Di sisi lain, Saut menjelaskan penetapan Iwa Karniwa sebagai tersangka dalam kasus Meikarta. Dalam kasus ini, Iwa diduga meminta uang untuk pengesahan RDTR terkait pengajuan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) yang diajukan untuk pembangunan proyek Meikarta.
Iwa diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
”Tersangka BTO (Bortholomeus) melanggar pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2-001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Pasal 55 Ayat (`1) ke-1 KUHP,” jelasnya.
Iwa Karniwa sebelumnya telah memberi kesaksian dalam kasus suap Meikarta yang menyeret Bupati Neneng. Jaksa di persidangan mempertanyakan soal pertemuannya dengan Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi Nurlaili di Km 72 Tol Purbaleunyi pada Desember 2017.
Iwa pun membenarkan pertemuan tersebut. Namun, ia diminta anggota DPRD Jabar asal Partai Demokrarasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Waras Wasisto untuk datang, dan akhirnya dikenalkan dengan Neneng Rahmi. ”Saya tidak tahu hanya diminta ketemu di rest area Km 72. Saya bilang kebetulan baru hadir rapat di pusat. Saya dikontak Pak Waras, ada yang minta ketemu saya. Saya bilang di kantor saja selesai saya pulang ke rumah,” kata Iwa saat persidangan di Tipikor, Bandung, Senin (28/1).
Pertanyaan itu dilontarkan jaksa karena Iwa disebut-sebut menerima duit Rp1 miliar terkait pengurusan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) proyek Meikarta. Nama Iwa pertama kali disebut Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin.
Dalam persidangan disebutkan Iwa menerima uang dari Neneng Rahmi Nurlaili yang menjabat Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi. Neneng menyebut permintaan itu terkait kepentingan pilgub Jabar.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus suap perizinan pembangunan proyek Meikarta. Salah satu tersangka adalah Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. Dalam kasus ini, KPK juga mengamankan barang bukti berupa 90 ribu Dolar Singapura, Rp513 juta dan dua unit mobil yang digunakan untuk transaksi. (cnn/dtk/rez/run)
Lihat Videonya : https://www.youtube.com/watch?v=Bfyn23rlqbs