METROPOLITAN - Pelaksanaan Festival Merah Putih (FMP) di Kota Bogor yang telah dimulai pada 1 Agustus hingga 1 September rupanya menuai protes dari orang tua (ortu, red) siswa. Alasannya, pelaksanaan itu rupanya membebani setiap siswa, mulai tingkat SD hingga SMP, untuk menyisihkan uang jajannya sebesar Rp2.000 per hari.
Hal itu seperti yang diungkapkan Maemun, seorang wali murid siswa SD Negeri Empang. “Setiap hari anak saya dipinta sumbangan keropak untuk kegiatan FMP sebesar Rp2.000 selama 15 hari,” katanya.
Ia mengaku keberatan dengan adanya permintaan tersebut. Sebab, tidak semua anak mendapatkan jatah uang jajan yang lebih. “Banyak juga kan anak-anak itu jajannya hanya Rp5.000. Jadi kalau dipinta Rp2.000, kasihan dong anak-anak harus jajan Rp3.000,” ujarnya.
Ia pun mengkalkulasikan potensi uang yang didapat dari penyisihan uang jajan siswa per hari. Bila satu anak diharuskan menyisihkan uang jajan Rp2.000 per hari, maka bila dikalikan sepuluh hari dan dikali jumlah siswa, hasilnya pun lumayan banyak. Sayangnya, pihak sekolah tidak memberikan surat pemberitahuan secara formal atas hal tersebut.
“Harusnya sekolah memberikan surat pemberitahuan tentang pungutan itu kepada para orang tua siswa. Kalau kita tahu ada sumbangan, kan kita kasih juga untuk sumbangan, sehingga uang jajan anak-anak tidak berkurang. Ini kan surat pemberitahuan kepada orang tua tidak ada, makanya kita tidak tahu ada pungutan Rp2.000,” kesalnya.
Sekadar diketahui, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor memberikan dukungan cukup besar terhadap pelaksanaan FMP. Selain mengerahkan pelajar untuk jadi pesertanya, juga memberikan sumbangan untuk kegiatan FMP dari uang jajan siswa. Rencana pengumpulan uang dari siswa itu disosialisasikan panitia FMP pada Jumat (26/7) dalam suatu acara workshop di Hotel Pangrango dengan sebutan Koropak FMP. Usai disosialisasikan, di hadapan para ketua MKKS dan para pengawas serta para kepala sekolah, panitia FMP membagikan stiker Koropak FMP kepada para pengawas dan para ketua MKKS se-Kota Bogor.
”Sebetulnya pungutan itu tidak ditarget. Berapa saja, seikhlasnya,” kata Kepala SD Negeri Bondongan Subadri yang juga ketua MKKS Bogor Selatan.
Di tengah protes orang tua, berembus isu bahwa hasil keropak FMP dari siswa itu sudah disepakati pembagiannya, yakni 40-60. Sebanyak 40 persen diserahkan kepada sekolah yang memungut sumbangan dari siswa dan 60 persen diserahkan kepada panitia FMP.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan pada Disdik Kota Bogor Jajang Koswara yang hadir saat sosialisasi di Hotel Pangrango itu membantahnya.
“Maaf, potongan keropak itu bukan (ide, red) dari dinas, tetapi dari FMP murni. Dan namanya keropak tidak ditentukan besarannya alias seikhlasnya. Mau ngasih atau mau tidak juga nggak apa-apa, ini kan untuk membangun kebersamaan dan kepedulian anak-anak bangsa. Jika kurang jelas, tanyakan saja ke FMP langsung,” singkat Jajang. (ber/ ar/feb/run)