METROPOLITAN - Persoalan penataan transportasi masih jadi Pekerjaan Rumah (PR) besar bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor di bawah komando Wali Kota Bima Arya. Kebijakan rerouting hingga konversi angkot yang mulai diterapkan sejak periode pertama, jauh dari kata sukses. Belum lagi kehadiran ojek online (ojol) yang makin menambah ruwet jalanan Kota Hujan.
Wacana pembuatan shelter khusus bagi para ojek daring pun mencuat dalam pertemuan Pemkot Bogor dengan Grab Indonesia di Balai Kota Bogor, kemarin. Kerja sama satu perusahaan startup itu menelurkan berbagai poin, di antaranya soal pengadaan shelter khusus bagi para pengendara ojol di beberapa tempat keramaian. Rencanaantara pemkot dengan salah nya akan ada lima shelter khusus yang akan segera dibangun.
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan, ada kesepakatan-kesepakatan secara global yang dibangun, di antaranya sinergi dalam perencanaan perkembangan Kota Bogor. Di mana Grab akan menyesuaikan dengan beberapa kegiatan pemkot. Seperti berbagai data, kebutuhan personel untuk Kota Bogor hingga kebutuhan shelter untuk menunjang pengendara dan pengguna.
“Sebab kami juga punya kebijakan konversi (angkot, red), ini harus sinergi supaya pengelolaannya benar,” katanya saat ditemui awak media, kemarin.
Selain itu, sambung Bima, ada kesepakatan soal pembinaan para ojol supaya bisa bekerja dengan maksimal serta akan kerja sama menunjang pariwisata di Kota Hujan. Membuat aplikasi yang memudahkan dan menuntun wisatawan berkeliling kota. “Mereka juga secara formal akan membantu pembangunan infrastruktur transportasi. Misalnya memaksimalkan beberapa zebra-cross, ada juga rencana pengadaan skuter listrik. Dalam waktu dekat lah, yang penting sudah ada MoU-nya dulu,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Presiden Grab Indonesia Ridzky Kramadibrata menuturkan, saat ini kurang lebih ada sekitar puluhan ribu ojol yang menyemut di wilayah Kota Bogor. Ia pun memahami tudingan ojol sebagai biang kemacetan di beberapa titik simpul keramaian mengemuka. Sehingga, ia menilai perlu ada tindak lanjut dengan pemerintah daerah setempat.
“Kita bahas itu juga. Kami komitmen untuk membuat shelter khusus di tempat krodit, misalnya stasiun KRL, mal, terminal hingga lokasi wisata. Itu prioritas kita. Ada lima rencananya, kita akan segera koordinasikan di mana kepastian lokasinya,” tandas Ridzky.
Lima tempat itu, tuturnya, rencananya ada di sekitaran Stasiun KRL Bogor, Terminal Baranangsiang dan beberapa mal di Kota Bogor. Namun rencana itu baru akan terealisasi di beberapa titik di pusat kota dan belum akan menyentuh titik-titik di perbatasan antara Kota dengan Kabupaten Bogor. “Itu belum untuk saat ini. Yang jelas yang lima tempat itu akan kami koordinasikan dengan jajaran di pemkot. Apa betul bisa menjadi solusi bagi lalu lintas dan keberlangsungan para ojol,” ungkapnya.
Nyatanya, upaya pembuatan shelter khusus bagi ojol di Kota Bogor bukan sebuah perkara mudah. Apalagi di tempat-tempat strategis dan penuh keramaian, juga menjadi tempat mencari ‘setoran’ bagi para sopir angkot yang belakangan makin sulit lantaran tak kuat bersaing dengan angkutan berbasis online.
“Nggak boleh sembarangan asal tunjuk juga. Kita bikin shelter (angkot, red) saja penolakannya banyak, padahal sudah melalui kajian. Harus hati-hati,” kata Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor Rakhmawati di tempat terpisah.
Dari beberapa rencana, sambungnya, memang harus melalui kajian yang benar-benar matang dan siap. Meskipun saat ini secara kasar sudah ada pemetaan kantong-kantong ‘mangkal’ para ojol, di antaranya Paledang, sekitaran Botani Square, mal Lippo Ekalokasari, BTM dan Lippo Keboen Raya.
“Terminal (Baranangsiang, red) satu kawasan dengan Botani. Itu kata mereka, tapi belum pasti tunjuk tempat, nanti kita lihat lagi. Intinya nggak bisa sembarangan dan mesti cermat,” tuntasnya. (ryn/c/mam/run)