METROPOLITAN - Pembongkaran bangunan liar (bangli) di Kampung Naringgul, RT 01/17, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, terpaksa dihentikan. Banyaknya bangunan yang mesti dibongkar hingga sulitnya medan jadi penyebab pembongkaran itu ditunda hingga Senin (2/9).
Meski begitu, 324 petugas gabungan yang bertugas berhasil meratakan 23 bangunan tak berizin di lokasi tersebut. Dihentikannya pembokaran itu juga lantaran kondisi waktu yang tidak memungkinkan. Rencananya sekitar 30 bangunan dipastikan akan rata dengan tanah pada Senin (2/9), saat pembongkaran tahap dua nanti.
Kendati pembokaran lanjutan bakal dilakukan Senin mendatang, pil pahit kembali harus ditelan warga Kampung Naringgul. Pasalnya, sambil menanti punggusuran sesi II berlangsung, pemilik rumah dan bangunan harus rela hidup tanpa aliran listrik. Hal itu juga sempat diumumkan petugas saat penutupan pembongkaran, sore kemarin.
Kepala Bidang Penegakkan Perundang-undangan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bogor Agus Ridho mengamini hal tersebut. Usai pembongkaran, petugas juga memutus aliran listrik ke sejumlah bangunan dan rumah warga yang berada di lokasi penertiban. “Kan sudah disegel itu,” singkatnya.
Sementara itu, Humas PLN Wilayah Bogor Deni mengaku tidak bisa berkomentar banyak lantaran pihaknya belum menerima laporan dari Rayon PLN Cipayung. Meski begitu, Deni mengaku hal tersebut bisa saja diberlakukan lantaran demi keselamatan dan mencegah hal yang tidak dingingkan terjadi saat pembongkaran berjalan.
“Kalau itu masuknya ke Rayon Cipayung, kita juga belum menerima laporan dari pihak sana. Biasanya sih kalau ada penertiban bangunan liar, secara prosedur juga pasti ditertibkan, termasuk aliran listrik. Kalau petugas membongkar bangunannya, kami PLN membongkar dari sisi instalasi listriknya agar aman, tidak ada insiden kesetrum atau kebakaran karena korsleting listrik,” katanya.
Sementara itu, pihak PLN Rayon Cipayung belum bisa memberi keterangan lebih lanjut mengenai hal tersebut. Bahkan camat Cisarua juga enggan berkomentar mengenai nasib warganya yang terancam hidup tanpa aliran listrik. Hingga berita ini diterbitkan, baik Rayon PLN maupun camat Cisarua masih belum memberi penjelasan alias belum terkonfirmasi.
Di lain tempat, anggota DPRD Kabupaten Bogor Dapil III Usep Supratman me-warning Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor usai melakukan pembongkaran bangli di Kampung Naringgul, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua. Menurutnya, tak jarang tempat yang sudah dibongkar malah aktif kembali di masa mendatang, jika tanpa diikuti pengawasan yang ketat dan tindak lanjut yang konsisten.
“Dalam RDTR (Rencana Detail Tata Ruang, red) kan jelas, mana lahan kebun dan basah. Kebun boleh perkantoran. Kalau ada rencana wisata, ya jangan rusak lingkungan. Ini harus jadi perhatian. Kedua, kalau itu lokasi Naringgul, lihat jelas kepemilikan dan peruntukannya,” kata Usep kepada Metropolitan, kemarin.
Untuk itu, ia meminta mulai dari kepala desa, camat hingga Satpol PP kecamatan harus tegas tidak hanya saat pembongkaran. Tetapi soal pengamanan dan pengawasan ke depan menjadi sangat penting. “Mereka garda terdepan, harus selesai dan amankan lokasi supaya nggak muncul lagi,” ucapnya.
Sebab, sambungnya, tindakan pencegahan seharusnya bisa dilakukan. Misalnya dengan lebih dahulu memberi peringatan tentang keharusan adanya Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Apalagi di kawasan Puncak, terutama tanah yang kemungkinan milik negara atau tanah garapan.
Usep menuturkan, Pemkab Bogor juga harus koordinasi dengan BUMN atau kementerian terkait adanya tanah-tanah yang ada di Kabupaten Bogor dan pemberian izin lokasi, serta izin prinsip juga harus diawasi. Jangan sampai adanya penelantaran yang disengaja, apalagi tidak bayar PBB.
“Intinya jangan membiasakan tindakan represif, tindakan preventif harus selalu dikedepankan sehingga kerugian yang timbul tidak terlalu besar. Pembongkaran itu pakai anggaran lho. Jangan sampai hanya buang-buang anggaran tapi nggak mempan,” imbuh politisi PPP itu.
Jika nantinya lahan itu diupayakan jadi fasilitas rest area, ia mengingatkan Pemkab Bogor agar tetap mengutamakan warga setempat, apalagi mereka yang terdampak penggusuran dan kehilangan sumber nafkah. “Itu kan sesuai keinginan bupati yang ingin kurangi pengangguran. Bukan kita nggak suka pendatang, tapi saya ingin semua warga terakomodasi untuk bekerja, tentunya dengan kompetensi untuk jabatan tertentu mah,” ujar Usep. (ogi/ryn/c/rez/run)