METROPOLITAN – Besarnya rasionalisasi yang diterima Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor untuk RAPBD 2020, mendapat perhatian dari Ketua Komisi III DPRD Kota Bogor Adityawarman Adil. Menurutnya, ada beberapa poin yang harus ditinjau ulang lantaran efektifitasnya dipertanyakan. Diantaranya soal usulan kajian Trem yang mencapai Rp500 juta. “Itu kajiannya nggak jelas, kan hasil dari pihak ketiga juga belum selesai. Artinya itu mesti dibahas terus,” katanya. Ia pun ingin agar Komisi III DPRD Kota Bogor mencari waktu khusus dengan Dishub, untuk mendalami dan kontrol perencanaan transportasi kedepan termasuk datangnya Trem. Termasuk kegiatan lama yang disebut rutin dianggarkan, namun tidak terlalu terasa manfaatnya oleh masyarakat. “Mau dibawa kemana sebenarnya transportasi kita, mau kemana masterplannya,” ujarnya. Menanggapi hal itu, Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia, Anwar Razak, menilai jika anggaran yang diajukan oleh Dishub adalah cukup fantastis, untuk sebuah program yang tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat. Anwar menggaris bawahi ada beberapa anggaran yang ia nilai tidak realistis untuk dianggarkan didalam RAPBD 2020 Kota Bogor, yang diajukan oleh Dishub. Mulai dari pengadaan inventaris kantor yang nilainya mencapai Rp5 miliar, lalu ada kajian rekayasa lalin untuk kawasan macet yang nilai diajukan sebesar Rp500 juta dan pengadaan marka jalan yang menurutnya paling mencengangkan yaitu Rp1,5 miliar serta reduksi angkutan pengumpan yang mencapai Rp2,4 miliar. “Anggaran besar yang sekiranya tidak ada manfaat, harus disisir oleh para anggota dewan yang terhormat. Banyak anggaran tidak wajar disini,” kata Anwar Anwar yang mengaku masih kesulitan untuk mengakses keterbukaan RAPBD juga berasumsi selain dari anggaran yang diajukan Dishub, masih ada pemborosan anggaran disektor operasional kantor, pemeliharaan kendaraan dinas, makan minum dan anggaran biata perjalanan dinas keluar daerah. Seharusnya, RAPBD Kota Bogor, disusun sejak awal untuk menyasar langsung kepentingan masyarakat, seperti Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), pendidikan, kesehatan dan kelompok disabilitas. “Ini akan sulit dilakukan pengawalan karena pembahasannya saja tertutup. Selama pembahasan tertutup, kemungkinan permainan anggaran akan rentarn terjadi. Anggaran siluman akan bermunculan,” tegasnya. (ryn/dil/c/mam)