METROPOLITAN - Keseriusan pemerintah menata kawasan Puncak rupanya tidak main-main. Wilayah yang menjadi primadona untuk berlibur itu terus dipercantik dari segala sudut. Gagal dengan sistem kanalisasi 2:1, teranyar Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) berencana membangun Lintas Rel Terpadu (LRT) di kawasan tersebut. Kepala BPTJ Bambang Prihartono mengatakan, cara ekstrem akan coba dilakukan yakni membangun LRT menuju kawasan Puncak. "Untuk jangka panjang, angkutan massal ke daerah Puncak yaitu kita akan bangun LRT dari Baranangsiang (Bogor Kota, red). Baranangsiang akan dibangun Transit Oriented Development (TOD). Nanti dari Baranangsiang lewat Gadog, kemudian ke Puncak," katanya. Secara umum, penanganan transportasi di kawasan Puncak, Bogor, masuk Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) 2018-2029. Rencana tersebut masuk payung hukum berupa Peraturan Presiden 55 Tahun 2018. Dalam regulasi tersebut, BPTJ diberi amanat membentuk angkutan massal ke arah Puncak. Meski begitu, pihaknya mengaku belum bisa menjelaskan rinci terkait mekanisme dan konsep moda transportasi apa yang bakal diberlakukan di kawasan Puncak, Bogor. “Kita belum tahu akan menggunakan konsep apa. Apakah bus, LRT atau moda transportasi apa. Yang pasti ini semua sedang kita kaji dan dalami bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor,” ujarnya. Dalam master plan, proyek itu mulai dipersiapkan pada 2021. Namun, BPTJ mempercepat persiapan feasibility study proyek tersebut. Tahapan proyek juga sama dengan pembangunan angkutan massal umumnya. "Sama dengan LRT yang lainnya. Pertama, kita harus melakukan kajian dulu terhadap trase-nya," terangnya. Yang kedua dirumuskan adalah pembiayaannya. Bambang memberi bocoran, proyek tersebut tidak akan memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan mengandalkan investasi swasta melalui Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). "Skema KPBU kita tidak menggunakan APBN. KPBU dengan swasta. Mungkin kita kaji lagi pembiayaannya seperti apa," jelasnya. Langkah tersebut, lanjut Bambang, sebagai solusi jangka panjang. Sementara jangka pendeknya yakni dengan rekayasa lalu lintas. Lalu jangka menengah yaitu dengan membangun jalan alternatif. "Kenapa demikian, karena sampai detik ini kita nggak punya angkutan massal ke arah Puncak," paparnya. Rencana tersebut bukan tidak mungkin terjadi, meskipun dinilai akan sulit karena berkaitan dengan pembebasan lahan. Meski begitu, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, kemungkinan proyek LRT dibangun menuju kawasan Puncak masih bisa terjadi. "Bisa saja, apa yang nggak bisa?" katanya. Sementara itu, Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappedalitbang) Kabupaten Bogor, Irma Lestiana, membenarkan hal tersebut. Meski begitu, ia juga mengamini belum bisa memastikan moda transportasi apa yang bakal digunakan. Irma menuturkan, secara umum lahirnya konsep LRT ke kawasan Puncak merupakan konsep BPTJ. Pihaknya hanya meminta dan mengusulkan LRT masuk Desa Cibanon, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Pengajuan tersebut demi meminimalisasi banyaknya kendaraan pribadi yang masuk Puncak. “Ini kan sebenarnya konsep yang ada di BPTJ. Tapi kita mencoba mengusulkan untuk terus hingga ke arah Cibanon agar ada pergantian moda transportasi. Jadi kita memberikan opsi dan penawaran kepada para pengunjung. Dari yang semula menggunakan kendaraan pribadi, menggunakan moda transportasi umum seperti LRT, bus atau konsep moda transportasi lainnya,” bebernya. Meski begitu, Irma juga mengaku belum mengetahui pasti moda transportasi apa yang kiranya cocok masuk Puncak, Bogor, lantaran masih dalam kajian. Bahkan, konsep itu juga belum masuk Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RT RW) Kabupaten Bogor, juga belum masuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) lantaran rencananya, program ini bakal bersumber dana dari pemerintah pusat. Menurutnya, pemerintah harus sesegera munkin mencarikan solusi konkrit untuk permasalahan ini. Terlebih setiap akhir pekan, kemacetan dan antrian kendaraan hampir mewarnai di sepanjang Jalur Puncak Bogor. “Memang kalau melihat saat ini, kita memerlukan moda transportasi terbaru untuk wilayah Puncak, karna kondisi eksisting jalan yang hanya segitu dan volume kendaraan yang tinggi. Tapi kita belum bisa tentukan moda transportasi apa yang cocok karna masih dalam pembahasan,” tandasnya. Selain transportasi, pemerintah juga kini sedang menata ratusan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang bertengger disepanjang jalan di kawasan Puncak. Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kabupaten Bogor, Nuradi, menyebutkan seluruh PKL yang ada dikawasan Puncak tidak sepenuhnya akan direlokasi. Menurut catatannya, PKL yang ada di sepanjang jalur, mulai dari Taman Safari sampai ke Gunung Mas saja yang akan direlokasi ke rest area. "Nantinya memang rest area itu dijadikan tempat penampungan bagi PKL disekitar kawasan itu," kaya Nuradi kepada Metropolitan, kemarin. Sedikitnya ada 516 PKL sudah tercatat di Disperdagin untuk mengisi rest area puncak, yang dijadwalkan akan mulai dibangun pada awal 2020. Pengerjaan yang sudah diwacanakan sejak 2017 itu, menggandeng berbagai pihak didalamnya. Selain ada Disperdagin, sebagai perwakilan dari Pemerintah Kabupaten Bogor, ada pula Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) yang menugaskan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga dan Cipta Karya. Resta area yang akan berdiri diatas lahan seluas tujuh hektare milik PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) ini, memakan anggaran sebesar Rp72 miliar yang bersumber dari APBN dan Rp18 miliar dari APBD Kabupaten Bogor. Nuradi menjelaskan, anggaran Rp18 miliar diperuntukannya untuk pembangunan kios-kios yang diperuntukkan untuk para PKL yang ada di kawasan Puncak. "Kios terdiri dari 416 kios makanan kering dan 100 kios makanan basah, seperti warung makan dan kafe-kafe gitu," jelasnya. Untuk proses pengerjaannya sendiri, sampai saat ini, masih dalam proses cut and filling yang sedang dilakukan oleh Ditjen Bina Marga. Nantinya, sambung Nuradi setelah cut and fill selesai dilakukan, pengerjaan rest area itu dilanjutkan dengan pembangunan konstruksi yang akan dilakukan oleh Dirjen Cipta Karya dan Pemkab melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperdagin). “Kami (Disperdagin) hanya membangun kios-kiosnya saja. Ditjen Ciptakarya membangun sarana dan prasarananya, seperti jalan, taman, masjid dan lain sebagainya,” jelas Nuradi. Selain hadirnya rest area yang menjadi tempat penampungan PKL di kawasan Puncak. Memang dari awal para PKL sudah direncanakan untuk direlokasi dan ditempatkan ditempat yang layak. Selain untuk mempercantik kawasan puncak. Dengan terpusatnya para PKL, maka kendaraan dan wisatawan yang datang ke Puncak tidak berhenti disembarang tempat dan membuat kemacetan. Masih kata Nuradi, pembangunan rest area puncak ini akan berdampak kepada pelebaran jalan yang memang direncanakan untuk mengurai kemacetan di Puncak yang sudah menjadi warisan bertahun-tehun lamanya. “Kalau semua bisa dirapihkan, maka kan nanti jalan juga bisa dilebarkan. Jadi mengurangi kemacetan juga,” pungkasnya.(dil/ogi/c/mam)