METROPOLITAN - Usaha tidak pernah mengkhianati hasil. Perumpamaan itu menggambarkan hidup Muhammad Reza Nurrahman (22). Perjuangannya menuntut ilmu berbuah manis. Ia diwisuda menjadi sarjana Jurusan Fisika dengan IPK 3,98 di Institut Teknologi Bandung (ITB). Ketika kuliah, Reza juga berhasil menjadi mahasiswa berprestasi dengan meraih medali perak ONMIPA pada 2017 dan 2018. Ia juga meraih juara dua OSN Mahasiswa Nasional pada 2017 dan finalis mahasiswa berprestasi FMIPA pada 2018. Tak hanya itu, Reza juga berkesempatan mengikuti insternship di KAIST selama tiga bulan. Hingga akhirnya Reza lulus ITB dengan nilai memuaskan, yakni IPK 3,98. Namun di balik itu semua, ternyata impian tersebut terwujud karena ia memang punya segudang prestasi sejak sekolah. Seperti di SMP, Reza tercatat dua kali masuk tingkat provinsi OSN. Kemudian saat SMA, ia pernah masuk seleksi Asian Physics Olympiad dan menduduki peringkat sembilan. Ternyata perjuangan itu tidak diperoleh dengan mudah. Sebab, Reza berada di tengah keterbatasan ekonomi orang tuanya. ”Ayah Reza bekerja sebagai sopir, sedang ibu saya ibu rumah tangga. Kami sekeluarga hidup sederhana,” ujarnya. Karena minimnya keuangan itu, Reza selalu berusaha sendiri. Sejak kecil ia menabung untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Begitupun dengan urusan pendidikan, Reza selalu belajar dengan tekun untuk menjadi juara kelas. Saat di Bandung Barat, ia memilih pindah ke SMA Darul Falah. Ternyata SMA itu memberikan beasiswa full, termasuk seragam dan lainnya. Reza pun menjadi lulusan pertama SMA Darul Falah yang bisa tembus ITB. Ketika di ITB yang merupakan impiannya sejak SMP, juga butuh perjuangan. Sebab, ia mengajukan beasiswa namun namanya sempat tidak masuk di Bidikmisi. ”Saat wawancara, pewawancara nanya ibunya kerja? Saat dijawab ibu rumah tangga, yang mewawancara bilang kenapa nggak kerja, bukannya bantuin bapaknya kerja, malah diam saja di rumah. Sakit hati banget (dengarnya, red),” kata Reza. Kemudian saat melihat namanya tak ada, ia mempertanyakan kriteria penerima Beasiswa Bidikmisi kepada dosen wali. Pada saat yang sama, ia mengajukan beasiswa ke Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (KBB). Saat mendapatkan beasiswa KBB, Reza dinyatakan lolos beasiswa Bidikmisi. Ia lantas diminta melepaskan beasiswa KBB. Karena jadi penerima beasiswa Bidikmisi, anak kedua dari tiga bersaudara itu mendapat kesempatan tinggal di asrama. Tetapi baru tiga jam di asrama, ia memutuskan kembali ke rumah yang menurutnya lebih nyaman. Dengan sepeda motor Honda Legenda, ia pakai untuk pulang pergi ke kampus. Reza juga membawa bekal makanan agar tidak jajan di kampus. ”Saya hanya beli bensin per hari Rp5.000 saja. Saya nggak suka nongkrong dan nggak suka jajan. Habis kuliah dan kegiatan organisasi, saya langsung pulang ke rumah,” ucapnya. Dari uang saku Bidikmisi sebesar Rp950.000 per bulan, ia tabung. Untuk kebutuhan kuliah dan lainnya, Reza mengandalkan hasil mengajar di lembaga olimpiade dengan honor per jam Rp125.000. ”Karena pernah dapat perak OSN, jadi diminta untuk mengajar. Karena OSN musiman, jadi mengajarnya pun musiman,” imbuhnya. Bahkan dari honor mengajar ini, ia bisa membantu orang tuanya. Sedangkan tabungannya digunakan untuk keperluan keluarga lainnya. (kom/rez/run)