Senin, 22 Desember 2025

Dulu Dikejar, Sekarang Ditinggal

- Senin, 9 Maret 2020 | 09:07 WIB

METROPOLITAN - Keinginan sejumlah kepala sekolah (kepsek) mengundurkan diri dari jabatannya dan memilih menjadi guru biasa tampaknya segera terbukti. Bagaimana tidak, belakangan ini sedikitnya enam ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) se-Kota Bogor dikabarkan kompak mengundurkan diri alias meletakkan jabatannya.

Aksi mundur serentak para ketua K3S itu diduga buntut diperiksanya puluhan kepala SD oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor terkait pengadaan soal Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS) tingkat SD se-Kota Bogor, yang pembiayaannya bersumber dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diduga disalahgunakan.

Beberapa ketua K3S yang sudah mundur dari jabatannya itu mengaku aksi tersebut merupakan bentuk kekecewaan para kepsek, khususnya para ketua K3S, menyusul diperiksanya puluhan kepala SD oleh Kejari Kota Bogor. Lantas apa yang menyebabkan mundurnya para ketua K3S ini?

Informasi yang dihimpun Metropolitan dari narasumber yang dapat dipercaya namun enggan namanya dikorankan, mengungkapkan bahwa aksi itu diduga kuat disebabkan karena beratnya beban tugas dan tanggung jawab yang dipikulnya.

Salah satunya ketika Istana Bogor kedatangan tamu negara, sering kali K3S diminta mengerahkan para siswa untuk menyambutnya. Tak hanya pengerahan siswa, risikonya pun dibebankan kepada setiap ketua K3S.

Kalau hanya pengerahan massa (siswa, red) sih mungkin tidak seberapa. Tetapi kalau sudah diperintahkan membuat bendera tamu negara, ini yang membuat kami pusing. Bayangkan, jika satu bendera saja harganya Rp5.000, jika dikali 10 ribu siswa yang harus menyambut tamu mulai dari gerbang pintu tol hingga seputaran Kebun Raya Bogor, berapa rupiah uang yang harus dikeluarkan? Kami yang pontang-panting mencari uang itu. Padahal kami hanya diperintahkan Dinas Pendidikan (Disdik), tetapi kami juga yang harus menanggung risikonya,” keluhnya kepada Metropolitan.

Ia menambahkan, contoh lainnya adalah pengadaan soal-soal ulangan. Jika ada kesalahan seperti sekarang ini, pastilah para ketua K3S yang disudutkan. Padahal, menurutnya, hal tersebut pekerjaannya para pengawas Disdik. Namun ketika adanya pemeriksaan, ketua K3S-lah yang menanggung beban.

“Soal-soal itu kan dibuat para pengawas dengan dana yang cukup besar. Sementara untuk pengadaan dananya dibebankan kepada K3S. Kalau sudah ada masalah seperi ini, mana para pengawas? Mereka terkesan diam. Malah berusaha menghindar dari masalah ini. Jadi K3S hanyalah dijadikan tameng saja. Seharusnya para pengawas sesuai tupoksinya untuk menggali dana guna mendukung program kerjanya, bukan malah dilimpahkan kepada K3S,” ujarnya.

Para ketua K3S yang dikabarkan mundur di antaranya Ketua K3S Bogor Selatan Subadri, Ketua K3S Bogor Tengah Wahyu, Ketua K3S Tanahsareal H Basor, Ketua K3S Bogor Timur Dede M Ilyas dan Ketua K3S Bogor Utara Gunarto.

Sementara ketika Metropolitan mengonfirmasi kabar tersebut kepada salah satu ketua K3S dari Bogor Timur, Dede M Ilyas, tidak membantah dirinya akan menanggalkan jabatannya tersebut. Namun, saat ini ia mengaku masih menjabat Ketua K3S Bogor Timur.

“Itu baru wacana. Kalau saya sih bagaimana teman-teman saja,” ujarnya.

Fenomena kepsek yang marak mengundurkan diri rupanya telah disadari beberapa rekan seprofesi. Kepala SMK Negeri 2 Kota Bogor Joko Mustiko terang-terangan mengungkapkan penyebab mundurnya sejumlah kepsek.

Menurutnya, banyak kepsek yang ingin meletakkan jabatannya dan memilih menjadi guru biasa atau pengawas. Bahkan, ada yang mengajukan pensiun dini sebagai kepsek.

“Miris juga melihatnya. Saya kira masalah ini harus segera dicarikan solusi. Jangan sampai lima tahun ke depan malah krisis kepsek,” pintanya.

Joko mengatakan, hal itu diduga tidak seimbangnya antara tanggung jawab dengan tunjangan jabatan yang diterimanya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X