METROPOLITAN - Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai haram hukumnya bagi masyarakat yang nekat mudik ke kampung halamannya di tengah wabah virus corona. Apalagi pemudik itu berasal dari daerah pusat wabah Covid-19. ”Kalau dia mudik dari daerah pandemi wabah ke daerah lain, maka itu tidak boleh karena di-syakki dan atau diduga keras dia akan bisa menularkan virus tersebut kepada orang lain. Apalagi virusnya menular dan sangat berbahaya,” kata Anwar dalam keterangan resminya, Jumat (3/4). ”Dan tetap melakukannya berarti yang bersangkutan telah melakukan sesuatu yang haram,” tambah Anwar. Anwar mengatakan, pendapatnya itu berdasarkan pada Alquran, Sunah serta fatwa-fatwa MUI yang ada. Ia menjelaskan terdapat ajaran Islam yang menyatakan tindakan umat Islam tidak boleh mencelakakan diri sendiri dan atau orang lain. ”Itu sudah sesuai dan sejalan dengan firman Allah SWT yang artinya janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan. Dan juga sangat sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW yang melarang orang untuk masuk ke daerah yang sedang dilanda wabah dan atau keluar dari daerah tersebut,” katanya. Karena itu, ia menilai pemerintah wajib mengeluarkan kebijakan melarang masyarakat mudik ke kampung halaman di tengah wabah corona. Ia khawatir akan terjadi malapetaka yang lebih besar apabila pemerintah tak melarang mudik. ”Karena kalau mudik tidak dilarang, maka bencana dan malapetaka yang lebih besar tentu bisa terjadi,” kata Anwar. Sebaliknya, mudik diperbolehkan bagi masyarakat dari daerah bukan zona pandemi menuju daerah yang sama-sama tak ada wabah. Sebab, tak akan ada kerugian yang berarti bila mereka pulang kampung. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah memutuskan tidak akan melarang masyarakat mudik Lebaran di tengah pandemi virus corona atau Covid-19. Hal itu diputuskan Jokowi dalam rapat terbatas pada Kamis (2/4). ”Diputuskan tidak ada pelarangan mudik resmi dari pemerintah,” kata Pelaksana Tugas Menteri Perhubungan Luhut Binsar Panjaitan seusai rapat. Saat ditanya alasan pemerintah tak melarang mudik, Luhut hanya menjawab singkat. Ia menyebutkan ada kemungkinan larangan yang diterbitkan pemerintah juga tak akan diindahkan masyarakat. ”Orang kalau dilarang, (tetap) mau mudik saja gitu. Jadi kita enggak mau (larang),” ucapnya. Kendati demikian, Luhut menegaskan, pemerintah tetap mengimbau masyarakat tidak mudik demi mencegah penyebaran virus corona Covid-19. ”Jadi sekarang kita imbau kesadaran bahwa kalau anda mudik, nanti bawa penyakit. Hampir pasti bawa penyakit. Kalau membawa penyakit itu di daerah ada yang meninggal, bisa keluargamu,” katanya. Luhut pun berjanji pemerintah akan memberi bantuan sosial bagi masyarakat miskin yang bersedia tidak mudik. Selain itu, pemerintah juga tengah mengkalkulasi untuk memundurkan hari libur nasional ke akhir tahun. Luhut menambahkan, pemerintah juga akan memastikan penggunaan angkutan umum saat mudik sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19, khususnya terkait dengan jaga jarak atau physical distancing. Misalnya bus antar kota yang berkapasitas 40 orang, dibatasi hanya untuk 20 orang saja. ”Sehingga tentu harganya bisa melonjak,” ucap Luhut. Presiden Jokowi sebenarnya paham betul bahwa gelombang mudik lebaran amat berisiko membuat penyebaran virus corona penyebab Covid-19 semakin meluas. Hal itu terlihat dari arahan yang disampaikan Jokowi saat membuka rapat terbatas membahas mengenai mudik pada Senin (30/3) lalu, tiga hari sebelum keputusan tak melarang mudik diambil. Saat itu, Jokowi menyebut gelombang mudik yang melibatkan pergerakan jutaan orang sangat berisiko membuat pandemi meluas. Jokowi memberi gambaran saat mudik Lebaran pada 2019 lalu, terjadi pergerakan kurang lebih 19,5 juta orang ke seluruh wilayah Indonesia. ”Di tengah merebaknya pandemi covid-19, adanya mobilitas orang yang sebesar itu sanget beresiko memperluas penyebaran covid-19,” kata Jokowi. Karena itu, Jokowi saat itu meminta ada langkah lebih tegas untuk mencegah masyarakat pulang ke kampung halamannya. Menurutnya, imbauan-imbauan yang selama ini disampaikan para pejabat daerah dan tokoh belum cukup. ”Demi keselamatan bersama saya juga minta dilakukan langkah-langkah yang lebih tegas untuk mencegah terjadinya pergerakan orang ke daerah,” kata Jokowi. Namun tiga hari kemudian, Jokowi justru mengambil keputusan yang bertolak belakang. (cn/kmp/mam/run)