Hari pertama masuk kerja usai terpapar Covid-19, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto langsung ‘tancap gas’ memantau proses penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Plaza Dewi Sartika, Pasar Anyar. DIDAMPINGI langsung Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bogor Agustian Syah, yang baru saja diambil sumpah jabatan pada pagi harinya di Balai Kota Bogor, orang nomor satu di Kota Bogor itu berdiri tegak di atas mobil. Bima yang kala itu berpakaian serba hitam berteriak dengan lantang kepada para pengunjung dan pemilik toko yang tengah sibuk beraktivitas. ”Satpol PP silakan... bagi toko-toko yang tidak boleh buka, saya perintahkan untuk tutup. Saya perintahkan kepada pengelola Dewi Sartika untuk menutup. Kalau tidak, akan saya cabut izinnya atas nama Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Tidak ada toleransi,” pekik Bima. Untuk diketahui, Kota Bogor bersama lima daerah lainnya sepakat memperpanjang pelaksanaan PSBB. Bima mengaku akan turun langsung mengawal pelaksanaan PSBB tahap dua mendatang. ”Kalau PSBB tahap kedua tidak efektif tentu akan lebih banyak lagi korban di Kota Bogor. Jadi kuncinya adalah PSBB mesti tegas di lapangan, bantuan untuk warga tepat sasaran, masif. Saya akan turun langsung ke lapangan untuk memastikan jalannya PSBB tahap dua ini,” tegasnya. Menurutnya, check point yang didirikan di sejumlah ruas jalan di Kota Bogor tidak akan efektif jika tujuan masyarakat tidak kita awasi. Ia meminta kepada para pedagang, selain yang termasuk dalam delapan sektor yang dikecualikan, untuk berhenti beroperasi selama PSBB nanti. ”Check point di lapangan akan tiada artinya jika tujuannya tetap kita biarkan. Jadi tujuannya mesti kita tertibkan. Kalau memang delapan sektor yang dikecualikan silakan beroperasi. Tapi selain itu jangan. Karena ini semua berdasarkan aturan,” tegasnya. ”Bagi pengusaha yang membandel akan kita cabut izinnya. Jadi kami meminta kepada Satpol PP untuk tindak tegas kepada pengusaha yang membandel. Kalau masih tidak patuh, izin usaha akan kita cabut semuanya,” ujarnya. Menanggapi hal itu, salah seorang pedagang pakaian, Safriadi, enggan berkomentar banyak. Terlebih saat rombongan wali kota Bogor datang ke tempatnya. Ia hanya bisa berdiam dan tak melawan, sambil memasukkan barang dagangannya ke ruko. ”Sebenarnya kami keberatan, tapi mau bagaimana lagi. Kalau semua demi kebaikan, mau tidak mau kan kita harus ikuti. Apalagi ini arahan dari pemerintah. Kita tidak tahu harus tutup sampai kapan, jadi kita tunggu instruksi Pak Wali Kota saja,” katanya. Safriadi mengaku sedih lantaran pada Ramadan tahun ini tak bisa berjualan bebas, layaknya tahun sebelumnya. ”Apalagi sebentar lagi mau Lebaran Idul Fitri, momennya kami meraup untung. Tapi malah seperti ini. Ya mau bagaimana lagi,” ungkapnya. Sementara itu, penerapan PSBB tahap pertama di Kota Bogor telah usai. Sejumlah catatan menjadi perhatian Pemkot Bogor, mulai dari minimnya kesadaran masyarakat hingga faktor lainnya. Kebijakan yang diterapkan Pemkot Bogor pada Rabu (15/4) bukan tanpa celah dan kekurangan. Sejak diberlakukannya kebijakan tersebut empat hari lalu, program yang digadang-gadang dapat menekan penyebaran Covid-19 di Kota Hujan belum menunjukkan hasil maksimal. Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Hendri Fiuser mengatakan, selama masa penerapan PSBB di Kota Bogor, seratus hingga 150 pelanggaran terjadi di setiap harinya. ”Pelanggarannya beragam, mulai dari tidak menggunakan masker, melebihi kapasitas, tidak menjaga jarak dan pelanggaran lainnya,” katanya. Dari enam kriteria pelanggaran PSBB Kota Bogor, sambung Hendri, tidak menggunakan masker dan kelebihan muatan bagi kendaraan roda empat merupakan dua pelanggaran tertinggi yang terjadi selama satu pekan pelaksanaan PSBB (lihat data). ”Sejauh ini, paling banyak adalah pelanggaran tidak menggunakan masker dan sarung tangan,” tuturnya. Berdasarkan data Satuan Lalu Lintas Polresta Bogor Kota sejak ditetapkannya PSBB di Kota Bogor, sebanyak 1.173 pelanggaran masuk dapur catatan jajaran Polresta Bogor Kota dalam kurun waktu 14 hari pelaksanaan PSBB. ”Kalau dari total data yang ada, pelanggaran mencapai 1.173 selama PSBB berlangsung,” bebernya. Selama diberlakukannya PSBB, ada tiga poin pokok yang dinilai perlu menjadi catatan. Seperti masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan masker, saat beraktivitas di luar rumah. ”Khususnya soal ketidaktahuan dan ketidakpedulian masyarakat soal penggunaan masker. Soalnya banyak sekali yang kami temukan di lapangan, masyarakat yang masih minim menggunakan masker,” katanya. Selain penggunaan masker dan masih tingginya mobilitas masyarakat, kegiatan transportasi dan jasa angkutan umum juga masuk daftar evaluasi PSBB Pemkot Bogor. Orang nomor wahid pada Polresta Bogor Kota itu menyebut sejumlah angkutan umum masih melakukan operasionalnya di luar ketentuan yang sudah ditetapkan. ”Masih banyak angkutan umum yang masih menarik penumpang lebih dari 50 persen, padahal ketetapannya 50 persen saja. Tapi di lapangan, kami sering menemukan angkutan umum yang masih beroperasi dengan daya muat lebih dari 50 persen. Hal itu juga kami temukan pada kendaraan pribadi,” tutupnya. (ogi/c/mam/run)