Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejatinya menjadi ajang mengurangi penularan Covid-19 yang kian merebak di wilayah Bogor. Namun meski sejumlah sanksi telah disiapkan, ada saja masyarakat yang tetap melanggar. Bahkan, seorang pria asal Jonggol nekat menjotos petugas check point. TAK terima ditegur saat melintas di perbatasan Jonggol-Cibarusah, Kecamatan Jonggol, seorang pria berinisial MS (22) marah-marah hingga memukul petugas. Sebelum melakukan pemukulan, pria tersebut berpura-pura meminta maaf. ”Sekitar jam 16:00 WIB, MS datang kembali ke pos check point PSBB, berdalih ingin meminta maaf kepada semua petugas. Khususnya petugas karang taruna, AIS (Andri Irman, red),” kata Kapolres Bogor AKBP Roland Ronaldy, Minggu (10/5). ”Ketika MS dan AIS bertemu dan mencoba berdiskusi di belakang pos check point, MS tiba-tiba memukul AIS ke bagian wajah hingga mengakibatkan luka lebam dan sobekan pada bagian mata sebelah kanan,” lanjutnya. Roland menjelaskan kejadian tersebut berawal ketika personel Polsek Jonggol bersama petugas PSBB lainnya melakukan pengamanan di check point PSBB Rawa Bebek Jonggol (perbatasan Bogor-Bekasi) sekitar pukul 15:00 WIB. Saat melakukan penjagaan, salah seorang polisi melihat MS tidak memakai masker dari arah Cileungsi menuju Jonggol. Polisi pun langsung memberhentikan MS dan menegurnya. Namun, MS tak terima ditegur polisi. Roland menuturkan, MS yang tak terima ditegur kemudian mencoba melarikan diri dengan menarik gas sepeda motornya. Namun, upayanya digagalkan petugas lain. ”Karena kesal, akhirnya MS turun dari motor dan langsung mencoba menyerang personel Polsek Jonggol. Namun tidak berhasil karena dapat dihadang para petugas lainnya dan ketua karang taruna (Andri Irman, red),” ungkap Roland. Ia mengatakan, petugas pun berhasil melerai MS dan menenangkannya lalu memintanya berputar balik. Namun, MS kembali ke pos check point PSBB satu jam kemudian. Berdalih ingin meminta maaf, MS lalu melakukan pemukulan kepada Andri Irman. ”Atas kejadian kemarin (9/5) di lokasi PSBB Rawa Bebek Jonggol, kami langsung mengamankan dan memproses hukum kepada MS. Dan saat ini kami sedang melakukan pendalaman motif pelaku melakukan penyerangan terhadap petugas di lokasi PSBB,” tandas Roland. Kejadian tersebut rupanya mengundang reaksi keras dari Bupati Bogor Ade Yasin. Ia menyayangkan adanya keributan di check point Jonggol terkait pemakaian masker. Ia menegaskan PSBB diberlakukan untuk mengatur dan menyelamatkan masyarakat dari penyebaran Covid-19, bukan untuk mengekang atau mencelakakan. ”Jadi kejadian di Jonggol itu sangat saya sayangkan, dan itu kejadian yang memprihatinkan. Mungkin karena kurangnya edukasi atau keegoisan dari pengendara itu, sampai akhirnya terjadi penganiayaan kepada ketua karang taruna saat bertugas di check point,” katanya, Minggu (10/5). Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu pun memastikan oknum warga tersebut akan diproses secara hukum. Hal itu dilakukan agar menjadi pembelajaran bagi masyarakat untuk selalu patuh dalam menerapkan aturan. ”Saya sudah pastikan itu tindakan pidana, dan oknum tersebut harus diproses hukum. Saya juga minta warga dari zona merah, jangan mudik dulu. Apalagi ke daerah yang belum ada kasus. Saling menjaga supaya kita bisa cepat lepas dari pandemi,” pintanya. Keributan saat pelaksanaan PSBB bukan pertama kali terjadi di Bogor. Sebelumnya, pengendara roda empat, Endang (44), ngamuk kepada petugas check point Simpang Empang, Kota Bogor, pada 3 Mei lalu. Penyebabnya lantaran ia enggan memindahkan istrinya ke jok belakang sesuai aturan PSBB. ”Saya nggak terima! Sampaikan ke Bima Arya... ini prinsip hidup saya; sebaik laki-laki muslim yang menghargai istrinya, saya tidak mau memindahkan istri saya ke belakang! Saya tidur dengan istri saya, masa di mobil susah?! Akalnya pakai!” pekik Endang dalam cuplikan video yang beredar di media sosial. Pria berkaus hitam dan celana jin itu mengaku kecewa dengan aturan PSBB yang melarang istrinya duduk di jok depan mobilnya, dengan alasan menjaga jarak. Sebab, aturan lainnya membolehkan pengendara sepeda motor berboncengan, dengan catatan satu tempat tinggal. Usai kejadian tersebut, Polresta Bogor Kota menetapkan Endang Wijaya sebagai tersangka. ”Ya sudah tersangka, karena melawan petugas saat ditegur,” kata Kapolresta Bogor Kota Kombes Hendri Fiuser. Meski telah ditetapkan tersangka, Hendri mengaku tidak melakukan penahanan kepada Endang. ”Kita tidak tahan, tapi proses hukum tetap jalan,” ucap Hendri. Hendri menegaskan, atas perbuatannya, Endang dijerat Pasal 216 KUHP dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. ”Polresta tengah berkoordinasi dengan JPU (Jaksa Penuntut Umum, red) terkait berkas yang sudah berlangsung proses hukumnya di polresta. Polisi menyerahkan keputusan hukuman kepada hakim di pengadilan,” ungkapnya. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin meminta penerapan sanksi hukum yang tegas kepada pelanggar ketentuan PSBB. Masukan itu disampaikannya ketika bertemu Kepala Gugus Tugas Percepatan Penangangan Covid-19 Doni Monardo. “Tadi saya memberikan masukan, lakukan tindakan represif supaya muka teman-teman (aparat penegak hukum, red) yang di lapangan itu tidak malu,” kata Burhanuddin melalui siaran langsung di akun YouTube Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Burhanuddin menilai tindakan preventif yang dilakukan para petugas di lapangan belum memberi efek jera. Ia berkaca dari kejadian seorang pria yang membentak petugas saat operasi penertiban PSBB di wilayah Kota Bogor. “Bayangkan saja, seperti yang kami lihat kemarin di Bogor, lebih galak malah objek yang diperiksa daripada pemeriksanya. Dan ini tidak sehat,” ujarnya. Sesuai masukan yang disampaikan Burhanuddin, tiga hari pertama pelaksanaan PSBB merupakan masa sosialisasi diikuti masa preventif. Seminggu setelahnya, petugas disarankan menerapkan tindakan represif, di mana pelanggar diberi sanksi hukum secara tegas. Burhanuddin pun menyarankan sanksi berupa tilang bagi tindak pidana ringan (tipiring) hingga batas waktu dalam pemberkasan perkara. “Bisa dilakukan seperti tilang tipiring, atau mungkin juga bisa dengan acara singkat di pemberkasan dan ada batas waktunya, sehingga tidak terlalu lama dapat dibawa ke persidangan,” ujarnya. Menurutnya, Doni Monardo setuju dengan apa yang dikatakannya, serta sepakat bahwa pelaksanaan PSBB membutuhkan evaluasi. (mul/ryn/c/ kmp/mam/run)