Di saat merebaknya pandemi corona ini, banyak orang yang hidup menderita. Mereka tak cuma butuh simpati, namun juga benar-benar uluran tangan nyata dari mereka yang peduli terhadap sesama. Itulah yang ada di benak Steven Indra Wibowo. Pria yang akrab disapa Koh Steven itu menjual harta bendanya untuk ikut membantu berjuang melawan virus corona. TAK tanggung-tanggung, ia mengorbankan harta senilai Rp13 miliar untuk membantu menangani merebaknya virus tersebut. Harta yang ia kumpulkan itu kemudian diolah untuk selanjutnya dibelikan kebutuhan penanganan Covid-19, seperti baju hazmat atau Alat Pelindung Diri (APD), masker dan tak lupa membeli sawah ribuan hektare untuk mengatasi krisis pangan akibat pandemi. Dalam inisiatifnya itu, Koh Steven bergerak dengan menggandeng berbagai komunitas, termasuk komunitas Mualaf Center Indonesia, di mana ia menjadi ketua di komunitas itu. Dalam mempersiapkan diri menghadapi virus corona, Koh Steven mengaku mengikuti terus perkembangan penyebaran virus itu sejak kemunculannya di Wuhan, China. Ia kemudian memperhitungkan kemungkinan dampak yang akan muncul apabila penyebaran virus itu sampai ke Indonesia. Sebagai seorang direktur di lembaga eksekutif riset terkemuka di Singapura, ia sudah membaca pandemi virus corona akan menurunkan status ekonomi orang-orang. “Mereka yang status ekonominya A, bisa jadi B, yang B bisa jadi C, yang biasa jajan di atas Rp10 juta berkurang menjadi Rp7 juta, begitu seterusnya,” jelas Koh Steven. Untuk mempersiapkan diri hadapi corona, Koh Steven mencari penjahit rumahan yang mau diberdayakan untuk menjahit masker dan baju hazmat. Bahkan ia mengaku sudah menyiapkan sistem untuk meminjamkan peralatan jahit kepada penjahit rumahan itu. Apabila ada penjahit yang masuk kategori Orang Dalam Pemantauan (ODP) atau Pasien Dalam Pemantauan (PDP), maka mesin jahitnya akan diambil untuk disterilkan dan keluarganya akan diisolasi dan diberi pasokan makanan selama dua bulan. “Lebih baik kami yang berputar dari satu rumah ke rumah penjahit lain untuk meminimalkan penyebaran ketimbang mengumpulkan pekerja dalam jumlah besar di suatu tempat,” terang Koh Steven. Setelah satu bulan berlalu, Koh Steven mulai kehabisan uang untuk menjalankan aksi kemanusiaannya itu. Pada Februari, ia menjual rumahnya yang ada di Jakarta. Saat uangnya kembali menipis di Bulan Maret, Koh Steven kembali menjual beberapa aset miliknya, mulai dari tujuh buah mobil sampai tiga motor gede kesayangannya. (lip/mer/mam/run)