METROPOLITAN - Nama Pasar Cileungsi menjadi buah bibir lebih dari sepekan terakhir. Bagaimana tidak, dari pusat perbelanjaan tersebut muncul 26 kasus positif corona dalam hitungan hari saja. Teranyar, beredar video pengusiran petugas medis saat akan melakukan tes massal kepada para pedagang. Dari video yang beredar, puluhan pedagang berkumpul dan mengusir kedatangan tim medis. Petugas medis pun pergi meninggalkan pasar dengan mobil. Tidak ada kerusuhan atau kerusakan dari penolakan itu. Pedagang beras di Pasar Cileungsi, Erick Oktora (40), menyebut penolakan itu dilakukan karena pihaknya menganggap tidak ada keadilan. Sebab, banyak pedagang yang khawatir Pasar Cileungsi akan ditutup kembali bila dilakukan tes pada Rabu (10/6). Pedagang pun, lanjutnya, menolak tes masif karena merasa tidak diperlakukan adil. ”Kedua, dalam hal ini rapid test harus berkeadilan. Sebab, di luar pasar, di Ramayana, itu dia (PKL, red) operasional 24 jam. Itu pasarnya becek, kumuh, kenapa nggak dites (rapid, red) dan swab. Kan namanya jualan, kita bersaing antara legal dan ilegal, gitu kan. Makanya pedagang nolak, kok hanya kita yang dites. Sedangkan di luar pasar (PKL liar, red) tidak,” kata Erick. ”Maklum lah, jam 01:00 WIB dia (pedagang, red) jualan, capek, lelah, kurang tidur, imun menurun, jam 09:00 WIB di-rapid. Otomatis kan nanti di-rapid, kan rapid nggak bisa jadi patokan juga. Dengan posisi badan yang lemah, letih, lesu (jadi, red) reaktif. Nanti di-swab, positif, berimbas ke dia,” lanjutnya. Ia menambahkan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dan Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Cileungsi juga tidak memberikan informasi bahwa akan ada rapid test. Banyak pedagang yang khawatir bila dilakukan tes akan membuat pengunjung pasar semakin sepi. Ia juga ingin agar ada transparansi data tentang kasus positif di Pasar Cileungsi. ”Sebab apa? Sebab yang kemarin beredar di medsos (media sosial, red), terjadi rapid test 300 orang. Ternyata yang di-rapid 57 (orang, red). Kedua, dari 57 (orang), pagi di-rapid, siang (dinyatakan ada, red) delapan positif. Kan rapid nggak bisa jadi acuan positif-negatif sebelum di-swab. Jadi kan hasil swab sepuluh hari, rapid tanggal 31, siangnya sudah ketemu bahwa (ada, red) pedagang positif,” ujarnya. Aksi penolakan terhadap petugas medis yang akan melakukan tes untuk ketiga kalinya itu dibenarkan Staf Humas dan Keamanan Pasar Rakyat Cileungsi, Ujang Rasmadi. Menurutnya, pedagang pasar menolak ada tes massal lantaran ada keraguan akan rapid test yang rencananya digelar pada Rabu (10/6) sekitar pukul 08:30 WIB. ”Pedagang nggak mau karena dianggap nggak akurat. Waktu tes 31 Mei itu, ada 57 orang yang dites. Nah ada yang bilang delapan orang positif, lalu ada lagi tujuh orang. Itu yang bikin pedagang rancu. Lalu kenapa tes di (Pasar, red) Cileungsi saja, yang lain nggak,” katanya. Selain itu, sambungnya, kondisi Pasar Cileungsi sangat terpuruk dengan adanya informasi pedagang yang terpapar positif Covid-19. Citra yang dianggap menjadi jelek akhirnya membuat omzet pedagang yang lain pun anjlok karena pengunjung ogah datang ke Pasar Cileungsi. ”Data yang rancu itu, ditambah nama pasar yang jadi jelek, akhirnya pendapatan pedagang drop. Ada yang jutaan rupiah ruginya. Jatuh nama baik pedagang sampai nama pengelolaan kita. Makanya warga jadi marah sekali,” ujar Ujang. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor Mike Kaltarina mengaku pihaknya hanya menjalankan tugas demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di Pasar Cileungsi. Kaitan penolakan para pedagang, ia merasa ada pemahaman yang kurang dari masyarakat terkait upaya pemerintah. Kendati begitu, pihaknya akan tetap melanjutkan upaya tes massal tersebut di lain waktu dengan menggandeng Tim Gugus Tugas Kecamatan Cileungsi untuk upaya secara persuasif. ”Kami akan lihat kondisinya lagi nanti, akan kerja sama dengan tim di kecamatan,” katanya. Terpisah, Kapolsek Cileungsi Kompol Endang Kusnandar menduga ada aktor intelektual di balik penolakan dan pengusiran tim medis yang akan melakukan tes masif tersebut. ”(Kami, red) mencoba mencari aktor intelektualnya,” kata Endang Kusnandar. Ia mengaku pihaknya akan melakukan penyelidikan untuk mencari orang yang diduga menggerakkan pedagang untuk menolak kedatangan tim medis pada Rabu (10/6). ”Bakal lidik lah. Lidik siapa sih yang menggerakkan massa itu. Iya (mencari, red), aktor intelektual di balik penolakan tersebut, gitu,” ujarnya. Di lain hal, angka kasus positif Covid-19 di Kabupaten Bogor kian hari terus meningkat, bahkan kini menembus angka 262 kasus positif. Lonjakan tajam justru terjadi saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Proporsional Parsial dimulai per 5 Juni lalu, di mana hampir sepekan angka positif muncul 41 kasus. Meski begitu, Pemkab Bogor enggan menyebut bahwa PSBB kali ini justru membuat kasus positif baru kian meroket. Sebab, data positif yang muncul sepekan ini juga berasal dari hasil tes warga pada PSBB tahap sebelumnya. ”Data kasus yang muncul sekarang, yang dirilis Gugus Tugas, itu hasil swab test beberapa waktu lalu. Atau saat PSBB yang lalu. Jadi nggak fair kalau lonjakan yang sekarang dikaitkan dengan PSBB yang sekarang, kan baru kelihatan nanti,” kata Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Bogor, Syarifah Sofiah. Menurutnya, lambatnya hasil data tes masyarakat Kabupaten Bogor itu tidak hanya menjadi persoalan Pemkab Bogor, namun juga menjadi permasalahan nasional lantaran ada keterbatasan jumlah laboratorium untuk menguji PCR swab test. Sehingga ada antrean dari berbagai daerah untuk bisa diuji, yang berakibat pada lambatnya hasil data tes swab. ”Kenapa lambat masuk? Ya itu jadi permasalahan nasional, akibat kita nggak punya cukup laboratorium untuk menguji PCR swab. Jadi akhirnya terjadilah antrean, terjadi ke banyak sampel,” ucapnya. “Nggak aneh hasilnya pun lama keluarnya. Jadi ini bukan kasus baru, ini hasil dari PSBB sebelumnya, bukan proporsional. Yang fair itu diukur di sini, hasilnya sekarang. Evaluasinya kelihatan,” sambungnya. Memang, lanjutnya, lambannya hasil tes swab sejak PSBB diberlakukan pada akhirnya menghambat proses evaluasi dari dilakukan Pemkab Bogor. ”Kami belum evaluasi dampak kasus ini dari PSBB. Karena hasil yang dulu dites baru keluar hasilnya itu di sini, di masa PSBB Proporsional,” imbuhnya. Namun, ia mengaku optimis angka kasus baru Covid-19 di Kabupaten Bogor bisa melandai. Melalui tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) yang dibentuk dengan melibatkan semua perangkat daerah, Syarifah menyebut Pemkab Bogor akan memperketat setiap kegiatan yang mulai dibuka di masa PSBB Proporsional. (dtk/ryn/c/rez/run)