Senin, 22 Desember 2025

Anak Yatim Piatu Jadi Perwira Remaja

- Rabu, 14 Oktober 2020 | 14:23 WIB

Kata siapa memiliki garis keturunan berpangkat di jajaran militer bisa membuat seseorang mudah untuk masuk TNI. Seperti yang dialami Sermaturar Nugra Pussaka. Anak mantan prajurit di Kopassus itu harus bersusah payah untuk bisa mewujudkan mimpinya, bertugas sebagai pengabdi negara. SEJAK usia sepuluh tahun, pria yang akrab dis­apa Saka itu harus kehilangan kedua orang tuanya untuk selamanya karena dipanggil Yang Kuasa. Bersama sang kakak, keduanya bangkit dari  keterpurukan. Berusaha menggapai cita-cita masing-masing. ­ Kini Nugra Pussaka pun memiliki harapan baru. Se­telah lulus dan resmi men­jadi Perwira Remaja 2020, ia ingin menjadi seorang pe­mimpin di Kopassus, layaknya mendiang sang ayah. Sedari kecil, Saka sudah ber­keinginan besar masuk dunia militer. Keluarga Nugra Pus­saka memang berasal dari anggota TNI dan cukup lama tinggal di asrama Batalyon. Ketertarikannya semakin kuat sejak kerap diajak sang ayah bertugas. Apalagi sebagai ’single parent’, mendiang sang ayah, Ricky Samuel, sampai pernah mengajak Saka mera­sakan terjun payung dari atas pesawat TNI semasa SD. ”Dari kecil itu saya memang nggak jauh kak, dari dunia kemiliteran. Dari kakek itu militer, ayah juga dari militer. Itu saya sudah kenal dan ting­gal di Batalyon. Jadi memang sudah tertarik dari kecil,” kata Saka seperti dikutip dari chan­nel YouTube TNI AD. ”Lihat bapak dulu mimpin anggota. Bapak dulu di Kopas­sus, jadi suka mimpin. Lihat gairahnya itu memang paling tinggi timnya, tergugah saja gitu. Wah keren ya tentara,” imbuhnya. Berjuang pantang menyerah merupakan prinsip yang ha­rus dipegang teguh para ang­gota TNI. Rasa lelah acap kali menyelimuti Saka saat latihan militer. Saat itulah dia teringat sosok mendiang sang ayah, bahwa perjuangannya dulu tentu lebih berat dari pada saat ini. ”Saya nyadar sih kak, kalau dulu bapak juga seperti ini. Mungkin ya lebih susah, lebih parah kondisinya. Jadi kalau misal saya sudah capek, sudah lemah. Terus saya kira, ’Bapak saja dulu bisa, masa saya ng­gak bisa’,” ungkap Saka. Sejak kecil, Saka memang sudah ditempa dengan jalan terjal kehidupan. Di usia yang masih delapan tahun, ibun­danya meninggal akibat kanker otak. Saat masih du­duk di bangku kelas enam SD, usianya yang sudah se­puluh tahun harus ditinggal lagi oleh sang ayah, akibat kecelakaan. Kecelakaan Alutsista TNI pada 8 Juni 2009, saat misi mendukung latihan dari Ba­tujajar ke Cianjur, Jawa Barat. Helikopter Bolkow BO 105 buatan Jerman 1988 itu jatuh karena cuaca buruk, saat Bri­gjen Ricky hendak melihat anggotanya latihan. ”Jadi tahun 2009, kan beliau menjabat sebagai Danpusdik Kopassus. Lalu pada saat meninjau latihan pasukannya, mengalami kecelakaan heli di Cianjur,” imbuh Saka. ”Ka­lau ibu, kanker otak,” sam­bungnya. Tanggung jawab baru kini diemban Saka sebagai Per­wira Remaja. Sebuah tantan­gan memiliki anggota yang sebagian besar, usianya lebih tua darinya. Hingga ada yang seumuran dengan mendiang ayah, sehingga berusaha men­jadi teladan supaya bisa men­jadi pemimpin yang baik. ”Ya mungkin memang itu tantangan utama bagi seorang Perwira Remaja. Karena ang­gota kita yang sudah berpen­galaman, sudah lebih banyak waktu dinas, waktu jam ter­bang. Lalu umurnya bisa tiga kali lipat daripada saya, se­perti manggil bapak saya sendiri,” kata Saka. ”Namun ya itu tantangan kita, mungkin saya harus memberi tauladan bagi me­reka. Jika saya bisa memberi teladan yang baik, maka me­reka mau dengan ikhlas mengikuti perintah-perintah saya. Sebisa mungkin mem­beri kebijakan-kebijakan yang memberi kesejahteraan bagi seluruh anggota saya,” tutup­nya. (mer/rez/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X