Kata siapa memiliki garis keturunan berpangkat di jajaran militer bisa membuat seseorang mudah untuk masuk TNI. Seperti yang dialami Sermaturar Nugra Pussaka. Anak mantan prajurit di Kopassus itu harus bersusah payah untuk bisa mewujudkan mimpinya, bertugas sebagai pengabdi negara. SEJAK usia sepuluh tahun, pria yang akrab disapa Saka itu harus kehilangan kedua orang tuanya untuk selamanya karena dipanggil Yang Kuasa. Bersama sang kakak, keduanya bangkit dari keterpurukan. Berusaha menggapai cita-cita masing-masing. Kini Nugra Pussaka pun memiliki harapan baru. Setelah lulus dan resmi menjadi Perwira Remaja 2020, ia ingin menjadi seorang pemimpin di Kopassus, layaknya mendiang sang ayah. Sedari kecil, Saka sudah berkeinginan besar masuk dunia militer. Keluarga Nugra Pussaka memang berasal dari anggota TNI dan cukup lama tinggal di asrama Batalyon. Ketertarikannya semakin kuat sejak kerap diajak sang ayah bertugas. Apalagi sebagai ’single parent’, mendiang sang ayah, Ricky Samuel, sampai pernah mengajak Saka merasakan terjun payung dari atas pesawat TNI semasa SD. ”Dari kecil itu saya memang nggak jauh kak, dari dunia kemiliteran. Dari kakek itu militer, ayah juga dari militer. Itu saya sudah kenal dan tinggal di Batalyon. Jadi memang sudah tertarik dari kecil,” kata Saka seperti dikutip dari channel YouTube TNI AD. ”Lihat bapak dulu mimpin anggota. Bapak dulu di Kopassus, jadi suka mimpin. Lihat gairahnya itu memang paling tinggi timnya, tergugah saja gitu. Wah keren ya tentara,” imbuhnya. Berjuang pantang menyerah merupakan prinsip yang harus dipegang teguh para anggota TNI. Rasa lelah acap kali menyelimuti Saka saat latihan militer. Saat itulah dia teringat sosok mendiang sang ayah, bahwa perjuangannya dulu tentu lebih berat dari pada saat ini. ”Saya nyadar sih kak, kalau dulu bapak juga seperti ini. Mungkin ya lebih susah, lebih parah kondisinya. Jadi kalau misal saya sudah capek, sudah lemah. Terus saya kira, ’Bapak saja dulu bisa, masa saya nggak bisa’,” ungkap Saka. Sejak kecil, Saka memang sudah ditempa dengan jalan terjal kehidupan. Di usia yang masih delapan tahun, ibundanya meninggal akibat kanker otak. Saat masih duduk di bangku kelas enam SD, usianya yang sudah sepuluh tahun harus ditinggal lagi oleh sang ayah, akibat kecelakaan. Kecelakaan Alutsista TNI pada 8 Juni 2009, saat misi mendukung latihan dari Batujajar ke Cianjur, Jawa Barat. Helikopter Bolkow BO 105 buatan Jerman 1988 itu jatuh karena cuaca buruk, saat Brigjen Ricky hendak melihat anggotanya latihan. ”Jadi tahun 2009, kan beliau menjabat sebagai Danpusdik Kopassus. Lalu pada saat meninjau latihan pasukannya, mengalami kecelakaan heli di Cianjur,” imbuh Saka. ”Kalau ibu, kanker otak,” sambungnya. Tanggung jawab baru kini diemban Saka sebagai Perwira Remaja. Sebuah tantangan memiliki anggota yang sebagian besar, usianya lebih tua darinya. Hingga ada yang seumuran dengan mendiang ayah, sehingga berusaha menjadi teladan supaya bisa menjadi pemimpin yang baik. ”Ya mungkin memang itu tantangan utama bagi seorang Perwira Remaja. Karena anggota kita yang sudah berpengalaman, sudah lebih banyak waktu dinas, waktu jam terbang. Lalu umurnya bisa tiga kali lipat daripada saya, seperti manggil bapak saya sendiri,” kata Saka. ”Namun ya itu tantangan kita, mungkin saya harus memberi tauladan bagi mereka. Jika saya bisa memberi teladan yang baik, maka mereka mau dengan ikhlas mengikuti perintah-perintah saya. Sebisa mungkin memberi kebijakan-kebijakan yang memberi kesejahteraan bagi seluruh anggota saya,” tutupnya. (mer/rez/run)