Senin, 22 Desember 2025

IDI Paksa Bogor Lockdown

- Selasa, 29 Desember 2020 | 10:40 WIB

Kasus penyebaran Covid-19 di Kota Bogor semakin lama semakin mengkhawatirkan. Dalam sepekan terakhir, kasus positif di Kota Bogor mengalami lonjakan cukup drastis. Di mana rata-rata terdapat penambahan sebanyak 70 kasus per harinya. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Bogor bahkan sampai mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menerapkan lockdown. KKota Bogor Zai­nal Arifin menilai Pemkot Bogor harusnya berani mengambil langkah tegas dengan menutup kembali Kota Bogor seperti yang dila­kukan pada awal pandemi. Apalagi munculnya kasus reinfeksi di Kota Bogor juga menjadi isyarat bagi Pemkot Bogor untuk mengambil ke­bijakan konkret dalam men­ghentikan penyebaran ini. ”Kalau menurut saya, pe­merintah harus berani tutup semua akses. Paling tidak se­lama Januari nanti. Itu lebih aman daripada kita mem­buka dengan segala protokol kesehatan,” kata Zainal ke­pada Metropolitan.id, Senin (28/12). Lokasi wisata dan lokasi yang berpotensi menyebabkan pe­nularan, sambung Zainal, baiknya ditutup semua. Se­hingga potensi penularan benar-benar bisa ditekan ka­rena tidak ada kegiatan di luar rumah. ”Tutup saja semua. Tutup. Kebun Raya tutup, sudah. Jangan berpikir, itu lebih bagus itu (meningkatkan ekonomi, red). Daripada kita membiar­kan kan. Kalau dibiarkan pasti ada yang tertular. Yang menular kan pasti ada. Tidak mungkin nol penularan. Zero aman itu tidak mungkin,” te­gasnya. Zainal menjelaskan ancaman bagi Kota Bogor sendiri saat ini adalah keberadaan para Orang Tanpa Gejala (OTG) dan orang yang tadinya posi­tif tapi sudah dinyatakan sem­buh. Sebab, mereka masih menjadi carrier bagi Covid-19 dan bisa menularkan kepada siapa saja jika berada di keru­munan. ”Justru itu yang berbahaya. Yang tidak mempunyai ge­jala justru bisa menularkan pada yang lain, kalau lengah. Terutama kalau misalnya tahun baru ada pesta barengan satu keluarga. Bukan tidak mungkin kena semua. Jangan main-main,” imbuhnya. Ia pun menggambarkan kon­disi Kota Bogor sebenarnya saat ini sudah dalam tahap kritis. Di mana ketersediaan tempat tidur untuk pasien Covid-19 mulai menipis. Tak hanya itu, ia juga mengung­kapkan bahwa para pasien Covid-19 di Kota Bogor ini sangat sulit mendapatkan ak­ses fasilitas kesehatan (faskes). Untuk itu, ia berharap dengan dibangunnya rumah sakit darurat oleh Pemkot Bogor, akses terhadap pasien Covid-19 di Kota Bogor semakin mem­baik. ”Memang saya dengar ada rumah sakit darurat yang bakal disiapkan. Tapi pesan saya satu, permudah akses masyarakat untuk mencari itu. Maksudnya jangan dipersulit. Yang penting ada nomor WA (WhatsApp, red). Ini pemerin­tah, ada keluhan masyarakat, lapor. Segera itu aktif. Dijem­put, dibawa ke rumah sakit. Aktif lah,” ungkapnya. ”Paling tidak jangan biarkan mereka telantar ya. Maksud­nya kalau memang penuh ya bagaimana caranya dia (pasien, red) bisa kita bantu untuk mencari akses rumah sakit. Jadi rumah sakit di Kota Bogor e-SIR(Elektronik Sistem In­formasi Rujukan, red)-nya harus kuat. Pokoknya pasien harus sudah masuk dulu, jangan ditolak,” sambungnya. Soal temuan kasus reinfeksi, Zainal menjabarkan bahwa kasus reinfeksi dan infeksi sama berbahayanya. Di mana saat ini masa kritis bagi pasien yang terpapar Covid-19 ada­lah tujuh hari pertama semen­jak dinyatakan positif Covid-19. ”Jadi masa kritisnya itu se­minggu pertama. Kalau me­reka tidak berhasil melewati itu, maka akan menjadi ber­bahaya,” katanya kepada Met­ropolitan.id, Senin (28/12). Ia juga mengungkapkan ba­hwa terjadinya kasus rein­feksi ini disebabkan banyak hal. Bisa dikarenakan virus yang ada aktif kembali, atau terpapar lagi virus dari orang lain. Untuk itu, ia menilai meski protokol sudah dijalankan tapi pemerintah enggan mengambil kebijakan yang ketat, penularan akan terus terjadi. ”Pemerintah harus berani menutup semua lokasi keru­munan dan lokasi pariwisata. Karena keselamatan masy­arakat, terutama Covid, lebih utama daripada hanya memu­tar roda ekonomi. Karena itu tidak main-main ya,” tegasnya. Menanggapi adanya usulan untuk menutup kembali Kota Bogor, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengaku belum bisa mengambil lang­kah itu. Meski ia sendiri menga­kui kondisi Kota Bogor saat ini tengah dalam kondisi gen­ting, pihaknya akan meng­kaji terlebih dahulu usulan tersebut. “Kami akan mengkaji lebih komprehensif terkait kebijakan yang akan diambil ke depan­nya,” katanya. ”Pada prinsipnya, pemerin­tah daerah akan menyesuaikan kebijakan dan langkah dari pusat. Namun demikian, semua keputusan harus bersifat me­nyeluruh dan komprehensif, serta diambil pemerintah pusat,” sambungnya. Sebelumnya diberitakan, kabar mengejutkan datang di tengah tingginya angka kasus Covid-19 di Kota Bogor. Ketua Satgas Covid-19 Kota Bogor Bima Arya menyebut kasus reinfeksi mulai terjadi di Kota Bogor. Bima mengatakan, rein­feksi adalah terpaparnya kem­bali pasien yang sudah sembuh sehingga menyebabkan sakit. ”Sudah ada beberapa laporan reinfeksi. Maka dari itu saya mengimbau kepada masyara­kat agar lebih berhati-hati,” katanya, Minggu (27/12). Terjadinya reinfeksi ini, jelas Bima, dikarenakan mutasi yang terjadi terhadap Covid-19. Tak hanya itu, kasus reinfeksi juga disebabkan pasien Covid-19 yang sudah dinyatakan sem­buh diduga tidak menerapkan 3M. ”Jadi memang virus Covid ini cepat bermutasinya dan imunitas itu kan tidak lama,” ujarnya. (dil/c/rez/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X