Ikatan batin antara anak dengan orang tua memang benar adanya. Hal itu tergambar dari kejadian yang menimpa salah satu keluarga asal Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Wanita berinisial DF hampir saja menguburkan jenazah orang lain karena jenazah ibunya yang berinisial W (44) sempat tertukar saat hendak dibawa pulang dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor. DF menceritakan kronologi kejadian. Pada awalnya, ibunya dirawat di RSUD Kota Bogor sebagai pasien umum. W masuk RSUD Kota Bogor pada Jumat (25/12) lalu. Namun setelah dilakukan tes swab pada ibunya, Senin (28/12), ibunya tersebut dinyatakan positif Covid-19 dan harus menjalani perawatan sesuai protokol kesehatan. “Baru dirawat dua hari, tepatnya tanggal 30 Desember sekitar pukul 00:00 WIB, ibu dinyatakan meninggal,” ujar DF. Mendapatkan informasi bahwa sang ibunda tutup usia, DF pun langsung mendatangi RSUD Kota Bogor untuk melihat jenazah ibunya untuk terakhir kalinya meski sudah dimasukkan ke peti mati. Tiba pada pukul 00:15 WIB, ternyata pihak keluarga dibuat bingung pihak RSUD terkait keberadaan jenazah ibunya. Sampai akhirnya sekitar pukul 08:00 WIB, DF dan empat anggota keluarga lainnya mendatangi ruangan forensik untuk memastikan jenazah ibunya sudah terurus dengan benar. Namun, sebuah peti mati yang berada dalam ruangan forensik, yang disebut berisi jenazah ibunya, nyatanya tidak dihiraukan karena merasa jenazah tersebut bukan jenazah ibunya. Didampingi pihak RSUD Kota Bogor, peti mati yang sudah tertutup rapat itu pun dibuka kembali dan benar saja jenazah yang ada di dalam peti mati tersebut adalah seorang laki-laki yang tak ia kenali. “Pas dibuka itu ternyata isinya laki-laki, ya saya kaget lah,” ujarnya. Ia pun seketika mencecar pihak RSUD Kota Bogor untuk mengetahui kebenaran di mana jenazah ibunya. Selama kurang lebih satu jam, para perawat dan petugas RSUD Kota Bogor pun terlihat kebingungan untuk menghadapi masalah tersebut. Setelah ditelusuri seksama, ternyata jenazah sang ibunda diketahui masih berada di kamar isolasi. DF mengetahui hal tersebut setelah melihat seorang petugas berpakaian hazmat masuk gedung yang digunakan sebagai tempat isolasi pasien Covid-19 sambil mendorong kereta keranda mayat. Sekitar pukul 09:00 WIB, petugas tersebut pun keluar dengan jenazah yang sudah dikafani dan belum terbungkus plastik. Mengetahui protokol kesehatan untuk menangani pasien meninggal yang terkonfirmasi positif Covid-19, ia pun meminta petugas agar membungkus jenazah ibunya dengan plastik dan dimasukkan ke peti mati. “Ini kan penanganannya nggak jelas. Itu jenazah ibu saya berarti ada di ruang isolasi sejak tengah malam sampai pagi. Harusnya kan empat jam setelah dinyatakan meninggal sudah dikebumikan,” katanya. Sekitar pukul 10:00 WIB, akhirnya DF bisa pulang ke kampung halamannya di Leuwiliang untuk memakamkan ibunya. Jenazah W dibawa menggunakan ambulans dan didampingi seorang petugas forensik berpakaian hazmat. Sesampainya di rumah duka, jenazah pun langsung dimakamkan warga yang diminta menggunakan pakaian hazmat. “Saya harap kejadian ini bisa menjadi pembelajaran bagi pihak RSUD Kota Bogor,” pintanya. Menanggapi hal itu, Kasubag Hukum dan Humas RSUD Kota Bogor Taufik Rahmat mengakui adanya kelalaian dalam penanganan jenazah pasien Covid-19 atas nama W. “Dari ruang perawatan ke forensik yang memang komunikasinya yang harus diperbaiki oleh teman-teman kami di RSUD Kota Bogor, antara perawat yang tugas dengan bagian pemulasaran jenazah itu. Informasinya biasanya tidak tersampaikan. Misalkan ini pasien atas nama Bu W,” kata Taufik. Taufik mengklaim persoalan ini sudah selesai, dan pihak keluarga juga tidak menuntut apa pun dari pihak RSUD Kota Bogor. Namun, terkait adanya kejadian jenazah hampir tertukar, Taufik mengungkapkan bahwa pada hari kejadian ada beberapa pasien Covid-19 yang dinyatakan meninggal. Sedangkan untuk jenazah W posisinya masih berada di ruang isolasi Batutulis saat pihak keluarga mengecek di ruang forensik. “Masih di ruang isolasi Batutulis, tapi sudah dikafani. Kira-kira begitu,” ucapnya. ”Akhirnya saya ke belakang, ke ruang Batutulis, kemudian jenazah dicek dan ada. Dibawa keluar, meski agak lama proses pengambilan jenazah dari ruang Batutulis. Dicek sama keluarga, dan betul ternyata itu jenazah ibunya. Dan saya sudah minta juga untuk tetap jaga protokol kesehatan,” sambung Taufik. Taufik pun menjelaskan bahwa jenazah W memang tidak memungkinkan untuk langsung dilakukan pemakaman. Selain lokasinya yang jauh untuk diantarkan, kondisi cuaca juga tidak memungkinkan. “Cuacanya tidak memungkinkan kalau jenazah langsung dibawa ke Leuwiliang. Kemudian yang berikutnya, malam itu memang yang piket itu dari petugas pemulasaran tiap malam hanya satu orang dan tidak memungkinkan kalau membawa peti. Minimal dua orang lah. Dan makanya baru pagi segera prosesi dilakukan. Tetapi jenazah di ruang perawatan sudah dibungkus dengan kain kafan,” jelasnya. Terkait tracing yang akan dilakukan kepada keluarga korban yang masuk ruang forensik berisikan jenazah Covid-19 dan petugas pemakaman di Leuwiliang, Taufik menyebut hal itu merupakan kewenangan petugas di Kabupaten Bogor. Ia pun sudah meminta pihak terkait untuk melakukan tracing. “Tapi terkait tracing, kalau menurut saya, logikanya setiap terjadi adanya kasus terkonfirmasi positif memang harus ada tracing dari puskesmas setempat. Bukan dari RSUD Kota Bogor tapi dari pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) kabupaten karena domisili kabupaten, terutama orang-orang yang kontak. Termasuk lima orang yang masuk ruang forensik,” ujarnya. Terpisah, Direktur RSUD Kota Bogor Ilham Chaidir angkat bicara soal adanya kasus kelalaian yang dilakukan pihaknya. Ia mengklaim peristiwa tersebut terjadi saat petugas forensik RSUD Kota Bogor tengah berjaga malam, yang memang pada saat itu tidak ada perawat yang berjaga lantaran sedang shifting jaga. ”Jadi saat keluarga meminta jenazah, kebetulan tidak ada perawat yang berjaga. Akhirnya petugas forensik ini mencoba membantu. Dan ternyata salah ambil,” katanya. Ilham mengakui peristiwa tersebut terjadi lantaran petugas forensik yang bertugas saat itu tidak berkoordinasi dengan perawat yang bertugas. Meski begitu, hal itu terjadi lantaran petugas forensik ingin membantu pihak keluarga. Kekeliruan itu juga terjadi lantaran pada saat itu ada dua pasien positif Covid-19 yang meninggal dunia. ”Intinya niat petugas itu ingin membantu. Karena saat itu yang meninggal ada dua, jadi salah ambil saat prosesnya,” tuturnya. Ia juga tak menampik jika kesalahan petugas forensik tersebut lantaran tidak berkoordinasi dengan perawat yang berjaga. ”Memang petugas ini tidak berkoordinasi dengan perawat yang jaganya, karena perawat saat itu sedang shifting. Tapi niat petugas ini baik, untuk membantu,” bebernya. Ilham juga siap bertanggung jawab atas kelalaian petugas tersebut. ”Kalau memang ada kesalahan, saya siap bertanggung jawab. Meski memang petugas salah, tidak berkoordinasi, tapi niatnya baik untuk membantu,” tutupnya. (dil/ ogi/d/ryn/rez/run)