Senin, 22 Desember 2025

Kelalaian Penanganan Covid-19 Di RSUD Kota Bogor, Jenazah Tertukar

- Senin, 4 Januari 2021 | 10:01 WIB
RSUD Kota Bogor. (FOTO : Varel-Magang/Metropolitan)
RSUD Kota Bogor. (FOTO : Varel-Magang/Metropolitan)

 Ikatan batin antara anak dengan orang tua memang benar adanya. Hal itu tergambar dari kejadian yang menimpa salah satu keluarga asal Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Wanita berinisial DF hampir saja menguburkan jenazah orang lain karena jenazah ibunya yang berinisial W (44) sempat tertukar saat hendak dibawa pulang dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor. DF menceritakan kronologi kejadian. Pada awalnya, ibu­nya dirawat di RSUD Kota Bogor sebagai pasien umum. W masuk RSUD Kota Bogor pada Jumat (25/12) lalu. Namun setelah dilakukan tes swab pada ibunya, Senin (28/12), ibunya tersebut di­nyatakan positif Covid-19 dan harus menjalani perawatan sesuai protokol kesehatan. “Baru dirawat dua hari, tepat­nya tanggal 30 Desember sekitar pukul 00:00 WIB, ibu dinyatakan meninggal,” ujar DF. Mendapatkan informasi bahwa sang ibunda tutup usia, DF pun langsung menda­tangi RSUD Kota Bogor untuk melihat jenazah ibunya untuk terakhir kalinya meski sudah dimasukkan ke peti mati. Tiba pada pukul 00:15 WIB, ternyata pihak keluarga di­buat bingung pihak RSUD terkait keberadaan jenazah ibunya. Sampai akhirnya se­kitar pukul 08:00 WIB, DF dan empat anggota keluarga lain­nya mendatangi ruangan forensik untuk memastikan jenazah ibunya sudah terurus dengan benar. Namun, sebuah peti mati yang berada dalam ruangan forensik, yang disebut berisi jenazah ibunya, nyatanya ti­dak dihiraukan karena me­rasa jenazah tersebut bukan jenazah ibunya. Didampingi pihak RSUD Kota Bogor, peti mati yang sudah tertutup rapat itu pun dibuka kembali dan benar saja jenazah yang ada di dalam peti mati tersebut adalah seorang laki-laki yang tak ia kenali. “Pas dibuka itu ter­nyata isinya laki-laki, ya saya kaget lah,” ujarnya. Ia pun seketika mencecar pihak RSUD Kota Bogor untuk mengetahui kebenaran di mana jenazah ibunya. Selama kurang lebih satu jam, para perawat dan petugas RSUD Kota Bogor pun terlihat ke­bingungan untuk menghada­pi masalah tersebut. Setelah ditelusuri seksama, ternyata jenazah sang ibunda diketahui masih berada di kamar isolasi. DF mengetahui hal tersebut setelah melihat seorang petugas berpakaian hazmat masuk gedung yang digunakan sebagai tempat isolasi pasien Covid-19 sam­bil mendorong kereta keran­da mayat. Sekitar pukul 09:00 WIB, petugas tersebut pun keluar dengan jenazah yang sudah dikafani dan belum terbung­kus plastik. Mengetahui pro­tokol kesehatan untuk me­nangani pasien meninggal yang terkonfirmasi positif Covid-19, ia pun meminta petugas agar membungkus jenazah ibunya dengan plas­tik dan dimasukkan ke peti mati. “Ini kan penanganannya nggak jelas. Itu jenazah ibu saya berarti ada di ruang iso­lasi sejak tengah malam sam­pai pagi. Harusnya kan empat jam setelah dinyatakan me­ninggal sudah dikebumikan,” katanya. Sekitar pukul 10:00 WIB, akhirnya DF bisa pulang ke kampung halamannya di Leuwiliang untuk memakam­kan ibunya. Jenazah W di­bawa menggunakan ambu­lans dan didampingi seorang petugas forensik berpakaian hazmat. Sesampainya di rumah duka, jenazah pun langsung dimakamkan warga yang di­minta menggunakan pakaian hazmat. “Saya harap kejadian ini bisa menjadi pembelajaran bagi pihak RSUD Kota Bogor,” pintanya. Menanggapi hal itu, Ka­subag Hukum dan Humas RSUD Kota Bogor Taufik Rah­mat mengakui adanya kela­laian dalam penanganan je­nazah pasien Covid-19 atas nama W. “Dari ruang perawatan ke forensik yang memang komu­nikasinya yang harus diper­baiki oleh teman-teman kami di RSUD Kota Bogor, antara perawat yang tugas dengan bagian pemulasaran jenazah itu. Informasinya biasanya tidak tersampaikan. Misalkan ini pasien atas nama Bu W,” kata Taufik. Taufik mengklaim persoalan ini sudah selesai, dan pihak keluarga juga tidak menuntut apa pun dari pihak RSUD Kota Bogor. Namun, terkait adanya kejadian jenazah ham­pir tertukar, Taufik mengung­kapkan bahwa pada hari kejadian ada beberapa pasien Covid-19 yang dinyatakan meninggal. Sedangkan untuk jenazah W posisinya masih berada di ruang isolasi Batutulis saat pihak keluarga mengecek di ruang forensik. “Masih di ru­ang isolasi Batutulis, tapi su­dah dikafani. Kira-kira begitu,” ucapnya. ”Akhirnya saya ke belakang, ke ruang Batutulis, kemudian jenazah dicek dan ada. Di­bawa keluar, meski agak lama proses pengambilan jenazah dari ruang Batutulis. Dicek sama keluarga, dan betul ter­nyata itu jenazah ibunya. Dan saya sudah minta juga untuk tetap jaga protokol kesehatan,” sambung Taufik. Taufik pun menjelaskan ba­hwa jenazah W memang tidak memungkinkan untuk langs­ung dilakukan pemakaman. Selain lokasinya yang jauh untuk diantarkan, kondisi cuaca juga tidak memungkin­kan. “Cuacanya tidak memun­gkinkan kalau jenazah langs­ung dibawa ke Leuwiliang. Kemudian yang berikutnya, malam itu memang yang pi­ket itu dari petugas pemula­saran tiap malam hanya satu orang dan tidak memungkin­kan kalau membawa peti. Minimal dua orang lah. Dan makanya baru pagi segera prosesi dilakukan. Tetapi je­nazah di ruang perawatan sudah dibungkus dengan kain kafan,” jelasnya. Terkait tracing yang akan dilakukan kepada keluarga korban yang masuk ruang forensik berisikan jenazah Covid-19 dan petugas pe­makaman di Leuwiliang, Taufik menyebut hal itu merupakan kewenangan petugas di Kabupaten Bogor. Ia pun sudah meminta pihak terkait untuk melakukan tracing. “Tapi terkait tracing, kalau menurut saya, logikanya setiap terjadi adanya kasus terkon­firmasi positif memang harus ada tracing dari puskesmas setempat. Bukan dari RSUD Kota Bogor tapi dari pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) kabupaten karena domisili kabupaten, terutama orang-orang yang kontak. Termasuk lima orang yang masuk ruang forensik,” ujarnya. Terpisah, Direktur RSUD Kota Bogor Ilham Chaidir angkat bicara soal adanya kasus kelalaian yang dilakukan pihaknya. Ia mengklaim pe­ristiwa tersebut terjadi saat petugas forensik RSUD Kota Bogor tengah berjaga malam, yang memang pada saat itu tidak ada perawat yang ber­jaga lantaran sedang shifting jaga. ”Jadi saat keluarga memin­ta jenazah, kebetulan tidak ada perawat yang berjaga. Akhirnya petugas forensik ini mencoba membantu. Dan ternyata salah ambil,” katanya. Ilham mengakui peristiwa tersebut terjadi lantaran pe­tugas forensik yang bertugas saat itu tidak berkoordinasi dengan perawat yang bertugas. Meski begitu, hal itu terjadi lantaran petugas forensik ingin membantu pihak kelu­arga. Kekeliruan itu juga terjadi lantaran pada saat itu ada dua pasien positif Covid-19 yang meninggal dunia. ”Intinya niat petugas itu ingin mem­bantu. Karena saat itu yang meninggal ada dua, jadi salah ambil saat prosesnya,” tutur­nya. Ia juga tak menampik jika kesalahan petugas forensik tersebut lantaran tidak ber­koordinasi dengan perawat yang berjaga. ”Memang pe­tugas ini tidak berkoordinasi dengan perawat yang jaganya, karena perawat saat itu sedang shifting. Tapi niat petugas ini baik, untuk membantu,” be­bernya. Ilham juga siap bertanggung jawab atas kelalaian petugas tersebut. ”Kalau memang ada kesalahan, saya siap bertang­gung jawab. Meski memang petugas salah, tidak berkoor­dinasi, tapi niatnya baik untuk membantu,” tutupnya. (dil/ ogi/d/ryn/rez/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X