Sudah sebulan kebijakan Ganjil-Genap (Gage) diterapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Aturan yang semula hanya uji coba dua minggu, terus diperpanjang. WALI Kota Bogor Bima Arya mengklaim kebijakan yang menuai pro-kontra itu ampuh menekan kasus corona. Benarkah demikian? Atau lebih baik kebijakan itu dihapus saja? Pro-kontra soal kebijakan Gage masih terus muncul. Di media sosial, Bima Arya diserbu warganet yang meminta agar kebijakan itu dihapus saja. ”Pak hapus ganjil genap, hese mu rek ngapel,” cuit akun @asepseblak. Namun, Bima yang kebetulan menyempatkan waktu membalas tweets itu menjawab santai. ”Kan ganjil genap berlaku jam 09.00-18.00. Silahkan diatur waktu ngapelnya,” begitu tweet Bima. Warganet lainnya juga menanyakan efektivitas kebijakan Gage menekan kasus Covid-19 di Kota Bogor. ”Bagaimana Pak Bima ? Apakah Ganjil Genap di Bogor membuahkan hasil penurunan penularan covid ?” cuit akun @bayusndy. ”Ya kasus turun,” singkat Bima. Namun, nyatanya tak hanya warganet yang mengkritik kebijakan tersebut. Gerakan Masyarakat Kota Bogor yang digawangi R Ridho juga menyatakan keberatannya atas aturan Gage. Menurut Ridho, aturan tersebut tidak efektif. Sebab, banyak petugas yang tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Selain itu, ia menilai tidak semua mobil yang masuk Bogor itu menimbulkan kerumunan. Sebab, bisa jadi kendaraan tersebut hanya melintas saja. “Saya kira Gage ini tidak efektif. Dari jumlah petugas dengan kendaraan saja tidak sebanding. Kemudian faktor lelah para petugas yang mengamati nomor kendaraan juga membuat mereka jenuh dan akhirnya membuat aturan Gage ini tidak berjalan penuh,” paparnya. Ia mencontohkan, di Jalan Pandu Raya yang menjadi gerbang masuk kendaraan dari luar Bogor, malah tidak dijaga petugas. Sementara beberapa kendaraan juga banyak yang lolos pengecekan di pos check point. “Menurut saya nggak nyambung antara Gage dengan penurunan kasus Covid-19. Mungkin kalau ke lalu lintas, betul ada dampaknya. Tapi untuk menurunkan jumlah kasus Covid ini, nggak ada hubungannya. Mending dihapus saja,” pintanya. Terhitung sudah empat pekan kebijakan Gage di Kota Bogor diberlakukan. Menurut Wakil Wali Kota Bogor Dedie Rachim, kebijakan yang bertujuan menekan mobilitas warga ini memang sangat terasa dampaknya. Tercatat ribuan kendaraan diputarbalikkan setiap pekannya. Bahkan tidak sedikit juga yang dikenakan sanksi administratif karena masih melanggar peraturan ini. Kendati demikian, Dedie tidak bisa menjamin apakah peraturan ini bisa dilanjutkan atau tidak. Sebab, minggu ini Satgas Covid-19 akan kembali menggelar evaluasi terhadap kebijakan Gage ini. ”Belum tentu (dilanjutkan, red). Sedang dicari alternatif selain Gage yang bisa lebih efektif,” ungkap Dedie. Dedie pun tak menampik adanya tren penurunan penyebaran Covid-19 usai diberlakukannya kebijakan Gage di Kota Bogor. Namun, ia juga menilai ada penurunan pada sektor ekonomi. ”Ada indikasi terjadi tren penurunan kasus meskipun masih belum stabil. Tapi yang pasti Gage berpengaruh pada berkurangnya potensi kerumunan baru yang masif,” ujarnya. ”Minggu ini kita evaluasi,” imbuhnya. Berdasarkan data yang dihimpun Metropolitan pada Sabtu (27/2), sebanyak 7.933 kendaraan berpelat genap terjaring dan diminta putar balik oleh petugas. Dari jumlah itu, rupanya pengendara sepeda motor jadi yang paling bandel lantaran paling banyak terjaring. Kabag Operasional Polresta Bogor Kota Kompol Prasetyo Purbo menerangkan, dari ribuan kendaraan yang diputar balik, terdapat 60 orang dikenai sanksi sosial dan tiga orang denda administrasi. “Penerapan Gage juga menerapkan skala prioritas. Di mana aktivitas masyarakat dalam bekerja, transportasi publik, sembako, serta elemen Satgas Covid-19 dan tenaga kesehatan (nakes) masih dapat beraktivitas normal,” kata Pras. Berdasarkan laporan, dari 7.933 kendaraan yang terjaring, terdiri dari kendaraan roda empat sebanyak 3.278 dan 4.655 sepeda motor. Terpisah, Wali Kota Bogor Bima Arya mengaku belum bisa memutuskan apakah kebijakan Gage akan dilanjut atau dihapus. Sebab, pihaknya akan melakukan evaluasi pada Selasa (2/3). “Baru Selasa kita evaluasi. Saya belum bisa pastikan (dilanjut atau tidak, red). Harus tunggu data-data,” singkat Bima Arya. Sementara itu, anggota Fraksi PPP pada DPRD Kota Bogor, Akhmad Saeful Bakhri, menilai kebijakan Pemkot Bogor terkait Gage harus diiringi kesadaran masyarakat. Sebab, setelah jam pemberlakuan Gage selesai dan pos-pos telah kosong, kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga diri dan menjauhkan diri dari kerumunan menjadi hal penting. ”Masyarakat juga harus sadar kalau kebijakan ini harus dijalani bersama-sama, tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah saja,” ungkap pria yang akrab disapa ASB. Sedangkan dari sisi pemerintah, Saeful juga menilai ada konsep yang salah kaprah. Menurutnya, efektivitas waktu yang diterapkan dalam Gage tidak jelas. Dan kebijakan ini hanya diberlakukan di tengah kota saja. “Sementara di perbatasan wilayah perkampungan nggak ada petugas. Seharusnya kan ada skema berapa jumlah petugas di setiap titik. Tapi yang penting mah edukasi dengan menggandeng organisasi keagamaan, pemuda, dan aparatur wilayah itu lebih efektif dalam langkah preventif dengan cara komunal,” tandasnya. (dil/d/feb/run)