Ramai soal wisatawan yang kena getok harga penjual tak hanya ramai di pusat kuliner legendaris Malioboro, Yogyakarta. Tetapi juga di kawasan Puncak, Bogor. Seorang pelancong kena ulah pedagang ngaco yang memberikan harga ngawur untuk menu sederhana. Kisah seorang wisatawan perempuan yang terkejut melihat struk pembayaran ketika makan di sebuah warung kopi di daerah Puncak, viral di media sosial (medsos). Nota pembayaran itu diunggah akun Twitter @ngegasteruss, Selasa (1/6), dan diunggah ulang di Instagram oleh akun @kanjeng_mamiew. Dalam nota pembayaran itu tertera beberapa menu yang telah dipesan perempuan tersebut. Antara lain adalah, Indomie telur, nasi putih, teh manis, jagung bakar, roti bakar, hingga telur setengah matang. Dari total 12 item yang dipesan, harga yang harus dibayar perempuan tersebut ialah Rp206.000. Satu porsi Indomie dihargai Rp18.000, teh manis Rp10.000 per gelas, sedangkan telur setengah matang Rp25.000. Hal lain yang membuat total pembayaran membengkak adalah perkalian harga yang dilakukan pihak penjual. Di nota tersebut tertulis dua porsi Indomie dengan harga satuan Rp18.000, totalnya menjadi Rp54.000. Padahal, seharusnya hanya Rp36.000. Perempuan tersebut mengaku tak sempat mengecek harga saat hendak membayar. Ia baru sadar ada kesalahan perkalian saat lokasinya sudah jauh dari warung tersebut. “Pas bayar memang kita buru-buru nggak dicek lagi.. Taunya pas kita amati kembali secara teliti, kok ada yang janggal eh kok ini 18×2 malah 54 ribu ya,” tulis perempuan tersebut dalam cuitannya. “Mau balik lagi posisi kita udah sampai di Cipayung alhasil kita tandain aja itu warkop, gak lagi deh kesitu,” lanjutnya. Menanggapi unggahan tersebut, para warganet lantas menuliskan beragam komentar. Sebagian besar dari mereka menyoroti harga-harga tak wajar dan perkalian harga yang salah. “Telur setengah mateng 25 ribu, gila udah dapat telur mentah satu kilo,” tulis warganet dengan akun atikwidiyanti1. “Telurnya mahal banget,” tulis warganet lain dengan akun itswil99_. “Salah ngitung kali itu.. indomie 18rbx2=36,” tulis warganet dengan akun titaindri. “Itu Indomie telur soto 18×2 kenapa jadi 54 dah?” tulis warganet lain dengan akun calvinnandita. “Baru tahu harga Indomie 18.000 pesen dua jadi total 54.000,” tulis warganet lain dengan akun bangobayu. Ramainya soal struk mahal jajanan pinggir Jalan Raya Puncak itu langsung mendapat perhatian Camat Cisarua Deni Humaedi Alkasembawa. Pada Rabu (2/6), ia pun langsung mendatangi warung yang dimaksud. Deni menemui pedagang di sana dan langsung meminta keterangan penjual soal struk yang banyak dibahas warganet. Deni mengatakan, setelah ditelusuri, lokasinya berada di sekitar Patung Pramuka, Tugu Selatan, Cisarua, Kabupaten Bogor. "Di sekitar Patung Pramuka," kata Deni, Rabu (2/6). Ia menilai sejumlah harga menu makanan yang ditawarkan terbilang wajar. Pasalnya, lokasi kedai menjadi salah satu pilihan lokasi wisata bagi masyarakat dari dalam maupun luar wilayah Bogor. “Jadi itu tadi malam saya dapat kiriman foto soal ini. Karena ini masuknya wilayah saya, jadi tadi saya pun coba telusuri. Memang penjualnya mengakui sudah memberikan harga yang salah,” ungkap Deni. Menurut Deni, sang pedagang keliru saat menghitung item yang dipesan konsumennya. “Pas saya tanya, kata pedagangnya, ‘Muhun, Pak. Lieur da sudah malam’,” ungkap Deni menirukan ucapan pedagang. Ia pun tak menampik bila harga jual yang ditawarkan pedagang tersebut jauh lebih mahal dibanding warung sekitarnya. “Ya ada selisih Rp2.000 sampai Rp4.000 dari harga yang ditawarkan di warung lain,” jelasnya. Dari kejadian tersebut, ia pun meminta agar para wisatawan juga bisa menanyakan terlebih dahulu sebelum memutuskan memesan makanan. Termasuk juga menghitung kembali struk yang diberikan penjual. “Kalau tidak ingin merugi dan mengumpat selesai makan, bertanyalah sebelum memesan makan,” imbaunya. Sementara itu, Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno mengatakan, kejadian semacam itu bukan hal baru di tempat wisata di Indonesia. Sejumlah oknum pedagang memanfaatkan situasi dengan menaikkan harga di luar batas wajar kepada para pembeli yang merupakan wisatawan luar daerah. Biasanya, harga ‘ngawur’ itu terjadi pada tempat makan yang tidak menampilkan daftar harga dari makanan dan minuman yang ditawarkannya. Untuk itu, penting bagi masyarakat yang menjadi konsumen untuk memerhatikan hal tersebut. "Pastikan bahwa dalam memilih rumah makan adalah yang menyajikan menu beserta dafar harga. Konsumen berhak mendapat informasi tambahan terkait layanan dan harga sebelum melakukan pesanan," kata Agus, Rabu (2/6). "Sebisa mungkin hindari rumah makan yang tidak mencantumkan dafar harga," lanjutnya. Tak hanya bagi pihak konsumen, YLKI memandang peran penting pemerintah daerah untuk membuat kebijakan pencantuman harga di setiap tempat makan. "Di tataran pemda juga perlu membuat aturan mengenai kewajiban pelaku usaha rumah makan mencantumkan harga. Terutama rumah makan yang banyak diakses orang luar atau turis," pesannya. (feb/run)