Senin, 22 Desember 2025

Mengenang Almarhum Steven Coconut Treez, ‘Pulang’ usai Dinyatakan Negatif Covid

- Kamis, 24 Juni 2021 | 10:01 WIB

Steven Nugraha Kaligis (Steven Coconut Treez) berpulang sehari setelah dinyatakan negatif Covid-19. Dalam deraan sakit ginjal selama tiga tahun terakhir, ia tetap menggarap album baru yang tengah disiapkan untuk dirilis. MENEKUNI reggae adalah ujian keteguhan. Meski po­puler, basis pasar genre musik yang lahir di Jamaika itu tidak besar. Jarang yang bisa ber­tahan lama. Namun, sejak awal berdiri, Steven Nugraha Ka­ligis demikian yakin dengan musik pilihannya tersebut. Tepeng, sapaan akrab Steven, membuktikan keteguhannya mengambil jalan bermusik. Lebih dari satu setengah de­kade setelah album The Oth­er Side yang di dalamnya ada lagu Bebas Merdeka tadi di­rilis, pria kelahiran Jakarta, 3 Januari 1975, tersebut kukuh bertahan. Menempatkannya dalam tarikan napas yang sama dengan para jawara reg­gae Tanah Air seperti Tony Q Rastafara, Ras Muhamad, dan Shaggy Dog. ”Dari kacamata saya, dia me­mang sudah pantas disebut legenda musik reggae di In­donesia,” kata pengamat mu­sik Idhar Resmadi. Tepeng teguh meniti jalan reggae di tengah berbagai onak. Ia menjiwai benar semangat perlawanan yang dibawa mu­sik pilihannya tersebut. Jiwa yang merdeka, bebas, dan egaliter terus menjadi penge­nal khas Tepeng. ”Dia itu su­pel dan humble. Itu yang bikin semua orang senang sama dia,” ungkap manajer Tepeng dan bandnya, Putra. Formasi terkini Steven & Co­conut Treez terdiri atas Tepeng (vokalis), Teguh Wicaksono (gitaris), Rival Himran (basis), dan Aci (drumer). Berdiri di Jakarta sejak 2005, Tepeng adalah pendiri sekaligus mo­tor band yang telah menelur­kan empat album tersebut. Meski namanya sudah sede­mikian lekat, bahkan mungkin lebih dikenal ketimbang band­nya, Tepeng dengan rendah hati meminta nama band diubah. ”Dia mengaku segan dengan personel lain. Padahal, personel lain tak pernah mem­permasalahkan,” ujar Putra. Akhirnya, pada 11 April lalu nama band resmi diganti menjadi Coconut Treez. Pohon kelapa, salah satu penanda alam tropis, juga seperti me­wakili ‘nirwana’ yang diang­ankan Tepeng. Dalam Welcome to Paradise yang juga termaktub dalam album pertama, ia mengang­ankan dunia sebagai tempat semua orang bisa bersantai dan minum-minum di bawah langit yang biru dan mata­hari yang bersinar terang. Tempat semua orang hidup dalam damai dan harmoni tanpa pertengkaran, tanpa omong kosong. Perubahan nama itu terjadi saat kondisi fisik Tepeng mu­lai menurun. Tiga tahun ter­akhir, dia mengalami masalah dengan ginjalnya. Namun, menurut Putra, tak pernah sekali pun Tepeng mengeluh. Ia juga melarang keras orang-orang di sekitarnya mengung­kap kondisinya tersebut ke publik lewat medium apa pun. Apong, sang adik, menyebut kakaknya itu memang kebal dari sindrom popularitas. Tak pernah sekali pun dia men­dompleng ketenaran untuk keperluan apa pun. ”Saya diharuskan berkarier dari bawah. Cara Bang Tepeng didik saya berbeda dengan kakak-kakak saya yang lain,” jelasnya. Pertengahan bulan ini, co­baan lain mendera ayah satu anak itu. Dia terkena Covid-19. Sempat menjalani isolasi mandiri di rumah selama se­minggu, pihak keluarga memu­tuskan bahwa Tepeng dibawa ke rumah sakit. Upaya itu dilakukan agar Tepeng bisa mendapat perawatan maksi­mal. Namun, di rumah sakit pun kejahilannya tak pernah hilang. Putra mengenang, pada Senin malam lalu setelah siangnya dinyatakan negatif, Tepeng masih sempat bercanda dengan suster. ”Dia tuh jahil, semuanya pasti kena. Tapi, yang paling sering dijahilin si Rival,” ucapnya. Pada Senin itu juga, kepada Apong, Tepeng sempat me­nyatakan kangen kepada sang anak yang kini berusia dela­pan tahun. Sang putri yang bernama Cataleya Syauqina menjadi penyemangatnya untuk sembuh. ”Sempat ngomong sama istri dan anaknya, ’Tunggu papa pu­lang’,” tutur Apong. Ternyata nasib berkehendak lain. Ketika hendak diboyong pulang, penyakit ginjal Tepeng kambuh. Itu juga terjadi, lanjut Putra, karena efek Covid-19. Kemarin (22/6) pukul 07:30 WIB musisi yang bersiap me­rilis album kelima bersama bandnya dengan materi yang telah 70 persen selesai digarap itu akhirnya memang ‘pulang’. Tidak ke rumah, tapi ke kea­badian. Ke tempat dia ‘bebas merdeka’ dari semua sakit. Ke tempat semua orang bisa bersantai di bawah langit biru dan matahari yang bersi­nar terang. (jp/feb/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X