Sore itu, Mahdi masih berada di tengah hamparan makam di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondokrajeg, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Ia masih menggali makam untuk yang keempatkalinya sejak pagi. KATANYA, sejak awal Juni ini, kedatangan jenazah pasien Covid-19 melonjak. Ia bersama penggali lainnya bahkan sempat memakamkan jenazah Covid-19 hingga pukul 02:00 WIB dini hari. Lonjakan kasus Covid-19 terjadi di berbagai daerah, termasuk di Kabupaten Bogor. Kasus kematian akibat Covid-19 juga ikut meningkat. Petugas makam di TPU Pondokrajeg mulai kewalahan memakamkan jenazah Covid-19. Mahdi adalah salah satu petugas pemakaman di TPU Pondokrajeg. Saat ditemui akhir pekan kemarin, ia bersama beberapa rekannya tengah menggali empat makam sekaligus. Makam tersebut disiapkan untuk mengantisipasi adanya jenazah Covid-19. “Yang satu mau dipakai sore ini juga. Tadi orang rumah sakit ngabarin ada satu jenazah Covid-19 lagi yang mau diantar ke sini,” ujar Mahdi. Gema selawat sayup-sayup terdengar di tengah pemakaman yang lokasinya cukup jauh dari perkampungan, menandakan waktu Magrib segera tiba. Di antara heningnya petang, bunyi sirene memecah kebisuan. Sebelum mobil jenazah tiba di ujung pemakaman tempat Mahdi berkumpul, dan langsung memakai hazmat (baju pelindung). Sementara satu orang lainnya menggemblok alat penyemprot cairan disinfektan di punggungnya. Sopir mobil jenazah pun turun dan bergerak ke belakang mobil. Ia mengenakan hazmat juga, bedanya berwarna hijau. Mahdi dan rekan-rekannya langsung menghampiri. Posisi diatur, peti mulai perlahan dikeluarkan. Beberapa orang sibuk mengikat peti dan mengaitkannya ke dua batang bambu. Setelah beberapa saat, salah satu dari mereka memberi tanda. “Siap,” katanya terdengar dari kejauhan dan seketika peti keluar dari mobil jenazah dengan digotong. Ada delapan orang yang menggotong peti berisi jenazah Covid-19 tersebut. Dua orang di bagian depan, di kanan dan kiri menggotong dengan tangan kosong. Sementara di bagian tengah ada empat orang yang menggotong menggunakan bambu. Dua sisanya di bagian belakang peti ikut menggotong dengan tangan kosong. Mereka kompak melafalkan kalimat ‘Laillahaillallah’ menuju makam ketika sore mulai berganti gelap. Keluarga jenazah hanya bisa melihat dari kejauhan dengan tangis yang tak terbendung. Cerita Pak Mahdi, memang pemakaman jenazah Covid-19 selalu sepi dari iring-iringan keluarga. Usai peti dimasukkan ke makam, para petugas tak langsung menguburkannya. Mereka menepi sesaat ke arah rekannya yang menggemblok alat penyemprot disinfektan. Masih lengkap menggunakan hazmat, semua bergantian disemprot sebelum kembali ke makam untuk menuntaskan kerja mereka. Langkah-langkah tersebut sudah menjadi SOP yang harus dijalani Mahdi dan teman-temannya. Setelah proses pemakaman selesai, mereka menjauh dari makam dan melepas APD yang dikenakan. APD sekali pakai itu langsung dibakar. Dengan segala risiko yang ada, Mahdi dan rekan-rekannya tetap menuntaskan kewajibannya. Menurutnya, jenazah yang dimakamkan itu menjadi yang keempat di hari yang sama. “Memang ada aturannya kalau jenazah Covid-19 ini, harus sesuai SOP. Pakai APD gini berjam-jam gerahnya bukan main. Tapi ya gimana lagi, kita juga nggak mau tertular. Makanya biar bagaimanapun, protokolnya harus dipakai. Capek pasti, tapi semoga ada keberkahan untuk kami,” ungkapnya. Menurutnya, sejak awal Juni ini, ada lonjakan jenazah Covid-19 yang dimakamkan di TPU Pondokrajeg. Jika biasanya dalam seminggu hanya ada tiga hingga enam jenazah, kini dalam sehari bisa sampai delapan jenazah. Bahkan, sehari sebelumnya, Mahdi dan rekan-rekannya menguburkan jenazah Covid-19 hingga pukul 02:00 WIB dini hari. “Dari awal bulan mulai banyak, ada saja setiap harinya. Hari ini empat, kemarin delapan, sampai jam dua malam. Bahaya juga kalau begini terus, bisa keteteran. Mudah-mudahan Covid segera selesai,” harap Mahdi. Tak hanya Mahdi. Nawawi (36), tukang gali kubur jenazah Covid-19 di TPU Pondokrajeg, juga berbagi kisahnya dengan Metropolitan. Hari itu, ia sudah bersiap memakamkan jenazah covid-19 yang datang. ”Tadi pagi sama siang ada dua. Ini yang ketiga. Dan masih tetap stand by habis ini,” tuturnya sambil sibuk mengenakan APD. Sambil menunggu ambulans datang, Nawawi yang sudah mengenakan APD menunggu di warung kecil tempat biasa ia istirahat. Ia bercerita suka duka selama jadi tukang gali kubur. ”Suka-duka jadi tukang gali kubur Covid gini mah paling kalau hujan saja. Hujan kehujanan, panas kepanasan. Itu sudah risiko lah. Jenazah Covid-kan nggak boleh ditunda, harus segera dimakamkan,” ungkap Nawawi. ”Bahkan kalau urgen (darurat, red), malam-malam kalau ada yang harus dimakamkan, ya mau tidak mau, lembur. Pernah waktu itu jam satu malam dapat kabar ada jenazah Covid. Karena memang tanggung, kita baru selesai jam 12-an (malam, red). Ya sudah terusin saja sampai pagi,” lanjutnya sambil menatap ke arah barisan makam di depannya. (fin/cr1/feb/run)