METROPOLITAN - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dan Cianjur melakukan pertemuan untuk membahas persoalan macet di Jalur Puncak. Keduanya sepakat solusi macet Puncak untuk jangka panjang hanya bisa diatasi dengan pembangunan Poros Tengah Timur (PTT) atau Jalur Puncak II. Pertemuan tersebut digelar di Melrimba Garden, Jalan Raya Puncak Gadog KM 87, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Sabtu (18/9). Hadir dalam pertemuan tersebut Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) kedua daerah. Bupati Bogor, Ade Yasin, mengatakan bahwa pertemuan dua jajaran pemerintah daerah itu dilakukan untuk mendiskusikan dan mencari solusi bersama, baik jangka pendek maupun jangka panjang, untuk penanganan kawasan Puncak. “Tiada hari tanpa macet di Puncak. Puncak ini selalu viral karena perhatian media selalu tertuju ke sana. Dulu Puncak pernah jadi destinasi wisata nasional. Tapi karena macet, akhirnya dicabut. Tapi tetap saja Puncak dianggap menarik oleh wisatawan. Kenapa Puncak menarik perhatian? Karena alamnya yang indah,” ujar Ade Yasin. Ade Yasin mengaku pihaknya mendukung kebijakan pemerintah pusat menerapkan Ganjil-Genap di wilayah Puncak yang menggantikan sistem satu arah atau one way yang sudah 36 tahun diterapkan. Lewat kebijakan Ganjil-Genap, Ade Yasin berharap akan ada perubahan atau perbaikan di kawasan wisata tersebut. Meski dalam praktiknya, masih terjadi kemacetan saat uji coba Ganjil-Genap diterapkan. Ade Yasin memandang persoalan Puncak tak boleh hanya dilihat dari sisi kemacetannya. “Kita jangan hanya memerhatikan Puncak itu dari sisi macetnya saja. Selalu jadi persoalan adalah macet. Yang dicari solusinya soal macet. Yang harus diselesaikan soal macet. Kita lupa ada potensi yang cukup besar di Puncak ini, yaitu potensi ekonomi dan pariwisata,” tegas Ade Yasin. Untuk itu, Ade Yasin berharap ada solusi besar yang tak hanya berkaitan dengan lalu lintas. Semua kepentingan masyarakat harus terakomodasi. Sebab, jika tidak demikian, akan banyak potensi yang hilang karena potensi ekonomi di Puncak sangat bagus. Mulai dari Gadog hingga Cianjur terbentang lokasi-lokasi wisata yang butuh perhatian khusus bagi Bogor dan Cianjur. “Cianjur saat ini lokasinya sangat terjepit karena kemacetan dari arah Bandung dan dari Bogor. Kondisi di Puncak karena macet, rata-rata wisatawan hanya sampai Puncak Pass. Karena terasa jauh jika ditempuh dengan kondisi macet, akhirnya mereka balik lagi. Sehingga yang terdampak adalah Cianjur,” terang Ade Yasin. Ade Yasin menilai solusi kemacetan di Jalur Puncak hanya ada satu, yakni terealisasinya pembangunan Jalur Puncak II yang membutuhkan anggaran sekitar Rp5 triliuan. “Menurut saya, solusinya hanya ada satu. Buka jalur yang lain, yakni Jalur Puncak II. Kalau negara dapat membiayai di luar Jawa dengan anggaran ratusan triliun, kenapa di Kabupaten Bogor yang anggarannya hanya kurang lebih Rp5 triliun tidak bisa,” ungkapnya. Ade Yasin mengaku pihaknya mendorong pembangunan Jalur Puncak II juga tak lain karena manfaatnya bisa dirasakan wilayah lain. Jadi, bukan hanya untuk kepentingan Kabupaten Bogor semata. Wilayah lain yang juga akan merasakan manfaatnya di antaranya, seperti Karawang, Bekasi, Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten. Kota Bogor juga disebut akan terimbas manfaatnya. “Sehingga tunggu apalagi. Untuk skala nasional, saya kira dengan anggaran kurang lebih Rp5 triliun itu kecil. Pasti bisa. Anggaran segitu itu sampai tuntas seluruhnya dari Bogor hingga Cianjur. Untuk masalah tanah, biar kami yang membereskan. Tinggal bagaimana infrastrukturnya yang harus dibangun segera,” beber Ade Yasin. Ade Yasin berharap pertemuan dua pemerintah daerah itu sampai ke pemerintah pusat dan didengar Presiden Jokow Widodo (Jokowi). “Karena pada pertemuan hari ini (kemarin, red) juga hadir perwakilan dari Kementerian Perhubungan. Walaupun Ganjil-Genap diberlakukan, tetap harus dipikirkan solusi jangka panjangnya. Karena kalau tetap begini, akan ada potensi yang hilang,” tegas Ade Yasin. Sementara itu, Bupati Cianjur, Herman Suherman, menilai pertemuan itu begitu penting demi terwujudnya pembangunan Jalur Puncak II. Yang lebih penting lagi, pemerintah pusat harus bisa mendengar aspirasi dari bawah. Herman mengaku bahwa Kabupaten Cianjur juga sangat merasakan imbas dari kemacetan Jalur Puncak yang selalu terjadi. Dulu, wilayah Cipanas ramai wisatawan. Namun, saat ini sepi karena mereka yang mau ke Cianjur dari arah Jakarta harus melewati macet Puncak. Pun dari arah Bandung menuju Cianjur, mereka terkena macet. Termasuk dari Sukabumi. “Sehingga kami di Kabupaten Cianjur sangat terdampak dengan sepinya wisatawan. Orang-orang pasti sudah lelah mau ke Cianjur akibat berlama-lama di jalan karena macet, akhirnya mereka tidak sampai masuk Cianjur,” ungkap Herman. Herman juga mengaku terus mendorong agar Jalur Puncak II bisa terealisasi. Saat ini, pihaknya sedang berupaya meningkatkan jalan eksisting yang panjangnya mencapai 9,7 kilometer dengan lebar 4 hingga 5 meter. “Insya Allah di tahun ini tinggal 2 kilometer lagi selesai. Ini saking inginnya kami agar cepat. Sekali lagi, Kabupaten Cianjur mendukung sepenuhnya pembangunan Jalur Puncak II agar segera direalisasikan,” pungkasnya. (fin/run)