Senin, 22 Desember 2025

Sehari Sampah Plastik Di Bogor Berkurang 250 Kg, Giliran Pedagang Pasar Dipaksa ‘Diet’ Kresek

- Selasa, 14 Desember 2021 | 10:50 WIB

Suka belanja di pasar tradisional? Khusus warga Kota Bogor, kamu harus siap-siap selalu membawa kantong belanjaan. Sebab, Wali Kota Bogor Bima Arya mulai berlakukan kebijakan tanpa plastik di pasar tradisional. Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor secara resmi memper­luas kebijakan tanpa kantong plastik di wilayahnya. Kali ini, kebijakan tanpa kantong plas­tik itu berlaku di pasar tradi­sional dan rakyat. “Jadi hari ini (kemarin, red) resmi kebijakan Bogor tanpa kantong plastik diperluas. Bukan saja di toko modern dan minimarket, tapi juga di pasar-pasar tradisional dan pasar rakyat,” kata Wali Kota Bogor Bima Arya kepada war­tawan, Senin (13/12). Ia menuturkan, untuk tahap pertama, kebijakan tanpa kantong plastik di pasar itu dimulai di Blok F Pasar Kebon Kembang. Tepatnya, khusus pedagang kering. Sementara, pasar basah atau blok lain hingga pasar lainnya, masih perlu proses. Meski sosiali­sasi sudah dilaksanakan. “Perwali (peraturan wali kota, red) ini kita akan revisi agar bukan saja toko modern tapi masuk ke pasar tradisio­nal. Pasar kering diprioritas­kan. Bertahap, baru kemu­dian pasar basah,” terangnya. “Ini juga perlu dua tahun dari minimarket ke pasar tra­disional, ke pasar basah juga ya. Tapi saya yakin sebelum 2024 itu pasti akan terjadi (diterapkan, red) juga,” sam­bungnya. Disinggung terkait manfaat kebijakan tersebut, Bima mengaku banyak pengaruh terhadap penurunan volume sampah. Berdasarkan catatan, terdapat pengurangan seba­nyak 10 persen sampah plas­tik. “Per hari itu berkurang ya 10 persen sampah plastik. Itu cukup signifikan. Dari 2,5 ton untuk sampah plastik, 10 per­sennya lumayan,” ujar Bima Arya seraya menyebut bahwa penyumbang sampah plastik terbanyak ada di pasar. Jika dihitung, maka ada 250 kilogram (kg) sampah yang berkurang dalam satu hari. Ia pun meminta Dinas Ling­kungan Hidup (DLH) mema­tangkan rencana dengan kajian dan sosialisasi. Ter­masuk menggandeng pihak ketiga, untuk survei dan pen­dampingan. Salah satunya Gerakan Indonesia Diet Kan­tong Plastik (GIDKP). Bima Arya memberi catatan kepada DLH Kota Bogor dan GIDKP yang nantinya akan melakukan pendampingan. Pertama, bagaimana bisa pas­tikan bahwa punya solusi untuk substitusi kantong plas­tik. Kedua, persoalan menyo­sialisasikan itu kepada semua. “Dua hal itu, pengalaman kami ketika kami menerapkan Perwali 61/2018. Kami sosia­lisasikan gencar. Kami beri opsi-opsinya seperti apa. Awal tahun ini sebetulnya kita su­dah mulai sosialisasikan itu. Tapi terkendala Covid-19, jadi ada keterbatasan,” ujarnya. Bima menyambut baik peran komunitas dan aktivis ling­kungan hidup ikut serta men­dampingi perluasan imple­mentasi kebijakan tersebut di pasar tradisional. “Kami senang bisa berkola­borasi, bisa didampingi, mela­kukan riset tentang penggu­naan kantong plastik di pasar dan sosialisasinya. Mungkin bisa dibantu juga dalam kon­teks merumuskan regulasinya. Kalau kegiatan ini bisa tuntas akhir tahun ini juga bagus,” papar Bima. Sementara itu, Direktur Ek­sekutif GIDKP Tiza Mafira mengaku dalam waktu dekat pihaknya akan menurunkan tim survei untuk melakukan kajian-kajian yang dibutuhkan. Untuk survei baseline, pi­haknya menurunkan sur­veyor ke pasar untuk menda­patkan informasi jenis kema­san plastik sekali pakai yang sering digunakan pedagang. “Lalu, kategori pedagangnya apa saja. Termasuk pasar ke­ring, pasar basah. Kiosnya apa saja, apakah sayur, daging, buah, kain, dan lainnya. Supaya mendapatkan gambaran keadaan sebelum intervensi,” ucapnya. Untuk sementara, pihaknya akan fokus kepada salah satu pasar tertentu untuk di­kembangkan terkait apa saja yang bisa menjadi alternatif selain kantong plastik dan akan diujicobakan. Seperti yang diakukan di pasar lain, pihaknya menjodohkan pe­dagang plastik di pasar. “Di pasar selalu ada kios-kios khusus menjual plastik. Mereka ini kami kenalkan dengan supplier tas guna ulang. Bisa dari kain hingga anyaman. Sehingga mereka tidak men­jual kantong plastik tapi be­ralih menjual ke penjual tas belanja guna ulang,” jelasnya. Ia menegaskan, upaya itu bisa diterapkan di Bogor un­tuk membentuk ekosistem bisnis yang sudah jalan. Se­hingga, kebiasaan itu terus berjalan dan terus diimple­mentasikan di pasar. Namun, rupanya kebijakan tersebut masih menimbulkan kecemasan bagi pedagang dan juga pembeli. Sekretaris Paguyuban Peda­gang Pasar Blok F Edi Juna­edi mengaku belum 100 per­sen menyetujui aturan terse­but. Meski secara tujuan, ia mendukung langkah pemerin­tah mengurangi jumlah sam­pah plastik. “Pertama, kami keberatan dengan biaya pengadaan peng­ganti plastik. Kedua, solusi yang diberikan pemkot ini nggak jelas,” sesalnya. Seorang pedagang plastik juga dibikin pusing dengan aturan tersebut. Sebab, se­lama ini ia menggantungkan hidup dari menjual kantong kresek. “Ya kita juga pusing. Untung nggak seberapa, mau ditambah dilarang juga,” keluh­nya. (rez/feb/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X