Suka belanja di pasar tradisional? Khusus warga Kota Bogor, kamu harus siap-siap selalu membawa kantong belanjaan. Sebab, Wali Kota Bogor Bima Arya mulai berlakukan kebijakan tanpa plastik di pasar tradisional. Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor secara resmi memperluas kebijakan tanpa kantong plastik di wilayahnya. Kali ini, kebijakan tanpa kantong plastik itu berlaku di pasar tradisional dan rakyat. “Jadi hari ini (kemarin, red) resmi kebijakan Bogor tanpa kantong plastik diperluas. Bukan saja di toko modern dan minimarket, tapi juga di pasar-pasar tradisional dan pasar rakyat,” kata Wali Kota Bogor Bima Arya kepada wartawan, Senin (13/12). Ia menuturkan, untuk tahap pertama, kebijakan tanpa kantong plastik di pasar itu dimulai di Blok F Pasar Kebon Kembang. Tepatnya, khusus pedagang kering. Sementara, pasar basah atau blok lain hingga pasar lainnya, masih perlu proses. Meski sosialisasi sudah dilaksanakan. “Perwali (peraturan wali kota, red) ini kita akan revisi agar bukan saja toko modern tapi masuk ke pasar tradisional. Pasar kering diprioritaskan. Bertahap, baru kemudian pasar basah,” terangnya. “Ini juga perlu dua tahun dari minimarket ke pasar tradisional, ke pasar basah juga ya. Tapi saya yakin sebelum 2024 itu pasti akan terjadi (diterapkan, red) juga,” sambungnya. Disinggung terkait manfaat kebijakan tersebut, Bima mengaku banyak pengaruh terhadap penurunan volume sampah. Berdasarkan catatan, terdapat pengurangan sebanyak 10 persen sampah plastik. “Per hari itu berkurang ya 10 persen sampah plastik. Itu cukup signifikan. Dari 2,5 ton untuk sampah plastik, 10 persennya lumayan,” ujar Bima Arya seraya menyebut bahwa penyumbang sampah plastik terbanyak ada di pasar. Jika dihitung, maka ada 250 kilogram (kg) sampah yang berkurang dalam satu hari. Ia pun meminta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mematangkan rencana dengan kajian dan sosialisasi. Termasuk menggandeng pihak ketiga, untuk survei dan pendampingan. Salah satunya Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP). Bima Arya memberi catatan kepada DLH Kota Bogor dan GIDKP yang nantinya akan melakukan pendampingan. Pertama, bagaimana bisa pastikan bahwa punya solusi untuk substitusi kantong plastik. Kedua, persoalan menyosialisasikan itu kepada semua. “Dua hal itu, pengalaman kami ketika kami menerapkan Perwali 61/2018. Kami sosialisasikan gencar. Kami beri opsi-opsinya seperti apa. Awal tahun ini sebetulnya kita sudah mulai sosialisasikan itu. Tapi terkendala Covid-19, jadi ada keterbatasan,” ujarnya. Bima menyambut baik peran komunitas dan aktivis lingkungan hidup ikut serta mendampingi perluasan implementasi kebijakan tersebut di pasar tradisional. “Kami senang bisa berkolaborasi, bisa didampingi, melakukan riset tentang penggunaan kantong plastik di pasar dan sosialisasinya. Mungkin bisa dibantu juga dalam konteks merumuskan regulasinya. Kalau kegiatan ini bisa tuntas akhir tahun ini juga bagus,” papar Bima. Sementara itu, Direktur Eksekutif GIDKP Tiza Mafira mengaku dalam waktu dekat pihaknya akan menurunkan tim survei untuk melakukan kajian-kajian yang dibutuhkan. Untuk survei baseline, pihaknya menurunkan surveyor ke pasar untuk mendapatkan informasi jenis kemasan plastik sekali pakai yang sering digunakan pedagang. “Lalu, kategori pedagangnya apa saja. Termasuk pasar kering, pasar basah. Kiosnya apa saja, apakah sayur, daging, buah, kain, dan lainnya. Supaya mendapatkan gambaran keadaan sebelum intervensi,” ucapnya. Untuk sementara, pihaknya akan fokus kepada salah satu pasar tertentu untuk dikembangkan terkait apa saja yang bisa menjadi alternatif selain kantong plastik dan akan diujicobakan. Seperti yang diakukan di pasar lain, pihaknya menjodohkan pedagang plastik di pasar. “Di pasar selalu ada kios-kios khusus menjual plastik. Mereka ini kami kenalkan dengan supplier tas guna ulang. Bisa dari kain hingga anyaman. Sehingga mereka tidak menjual kantong plastik tapi beralih menjual ke penjual tas belanja guna ulang,” jelasnya. Ia menegaskan, upaya itu bisa diterapkan di Bogor untuk membentuk ekosistem bisnis yang sudah jalan. Sehingga, kebiasaan itu terus berjalan dan terus diimplementasikan di pasar. Namun, rupanya kebijakan tersebut masih menimbulkan kecemasan bagi pedagang dan juga pembeli. Sekretaris Paguyuban Pedagang Pasar Blok F Edi Junaedi mengaku belum 100 persen menyetujui aturan tersebut. Meski secara tujuan, ia mendukung langkah pemerintah mengurangi jumlah sampah plastik. “Pertama, kami keberatan dengan biaya pengadaan pengganti plastik. Kedua, solusi yang diberikan pemkot ini nggak jelas,” sesalnya. Seorang pedagang plastik juga dibikin pusing dengan aturan tersebut. Sebab, selama ini ia menggantungkan hidup dari menjual kantong kresek. “Ya kita juga pusing. Untung nggak seberapa, mau ditambah dilarang juga,” keluhnya. (rez/feb/run)