METROPOLITAN - Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menilai melepaskan ketersediaan minyak goreng pada mekanisme pasar merupakan langkah tepat. “Menghilangkan akar permasalahannya, yaitu lepaskan kepada mekanisme pasar dengan tetap memberlakukan DMO untuk menjamin ketersediaan minyak goreng,” jelasnya dalam telekonferensi pers, Rabu (16/3). Dampak dilepaskan ke mekanisme pasar adalah tingginya harga minyak goreng. Karena itu, pemerintah perlu melindungi kelompok masyarakat yang rentan, seperti keluarga miskin dan UMKM dan mikro yang mengonsumsi minyak goreng dalam bentuk curah. Ia mengatakan, dengan opsi ini pemerintah dapat melepas semua jenis minyak goreng ke mekanisme pasar dan pemerintah fokus melayani terhadap kelompok masyarakat yang rentan terhadap kemahalan, yaitu masyarakat miskin dan pelaku usaha mikro dan UMKM melalui mekanisme Bantuan Langsung Tunai (BLT). “Agar tidak membebankan APBN, untuk keperluan BLT, pemerintah dapat meningkatkan pajak dan levy ekspor produk turunan CPO seperti RBD Palm Olein, RBD Palm Oil, RBD Palm Stearin, dan PFAD,” seru Yeka. Kemudian, untuk menjamin ketersediaan minyak goreng, pemerintah perlu mengawasi secara ketat ekspor use cooking oil. Hal ini perlu didahului dengan memasukkan ekspor jenis ini ke ekspor larangan terbatas. Adapun, opsi lainnya adalah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) hanya untuk minyak goreng curah, tapi DMO dan DPO tetap diberlakukan. Lalu, minyak goreng kemasan premium dan sederhana dilepaskan dari kebijakan HET. “Minyak goreng curah tetap menggunakan HET dengan jaringan distribusi khusus di pasar pasar tradisional, dengan mekanisme pengawasan yang transparan dan akuntabel. Pengawasan secara ketat dilakukan di wilayah wilayah perbatasan, baik jalur laut maupun jalur darat,” terangnya. Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani kembali mengingatkan pemerintah segera menyelesaikan berbagai persoalan mengenai minyak goreng, yang masih terjadi di tengah masyarakat. Apalagi akan memasuki bulan Ramadan, yang dimungkinkan meningkatnya permintaan pangan. “Kami meminta komitmen pemerintah untuk menyelesaikan persoalan minyak goreng yang masih langka di pasaran dan membuat masyarakat kesulitan,” kata Puan, Rabu (16/3). Kelangkaan minyak goreng terjadi buntut dari permasalahan tingginya harga minyak goreng sebelumnya. Usai pemerintah memberlakukan kebijakan HET, stok minyak goreng menjadi langka. Kini, harga minyak goreng kembali naik akibat adanya kelangkaan pasokan di pasaran. Puan menilai masalah ini harus mendapat penanganan khusus. “Ibu-ibu menjerit, karena sekalinya dapat minyak goreng, ada yang harganya sampai Rp50 ribu untuk kemasan dua liter. Bahkan ada yang lebih. Ini betul-betul memberatkan rakyat,” ujar Puan. Karena itu, untuk menyelesaikan permasalahan ini, DPR RI berencana memanggil Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi untuk membahas persoalan minyak goreng. Puan meminta Lutfi menghadiri undangan dari DPR RI. “Apalagi pemerintah baru saja memutuskan mencabut kebijakan satu harga minyak goreng. DPR menunggu penjelasan dari pemerintah terkait hal ini,” pungkasnya. (jp/ feb/run)