METROPOLITAN - Praktik prostitusi anak remaja atau ABG di Tanjung Priuk, Jakarta Utara, akhirnya dibongkar. Kasus ini terbongkar setelah orang tua mencurigai aktivitas anaknya yang tidak biasa. Kasubdit Renakta Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Pujiyarto mengatakan, orang tua anaknya curiga dengan aktivitas putrinya yang sering keluar malam. “Jadi orang tuanya curiga anaknya ini keluar malam, kemudian pulang jam dua pagi selama beberapa hari ini,” ujar Pujiyarto. Pujiyarto mengatakan, korban selama beberapa hari ini diantar-jemput ojek online ke sebuah rumah kos di Tanjung Priuk, Jakarta Utara. Orang tua korban juga mendapatkan informasi dari teman korban bahwa korban dijadikan Pekerja Seks Komersial (PSK). ”Kemudian pada 15 Maret, anak D mengaku kepada orang tuanya bahwa sejak 8 sampai 11 Maret dipaksa melayani laki-laki,” jelas Pujiyarto. Mendengar hal itu, orang tua korban melapor ke polisi. Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan menangkap dua muncikari, FO (22) dan IM (24). ”Dua muncikarinya sudah kami tangkap dan kami amankan delapan wanita, lima di antaranya masih berusia 16 dan 17 tahun,” imbuhnya. Dari kedua tersangka disita barang bukti uang tunai Rp900 ribu, dua unit ponsel, dan 24 buah alat kontrasepsi. Terhadap dua tersangka dijerat Pasal 88 juncto Pasal 76 I UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang perlindungan anak dan Pasal 506 KUHP. Modus Operandi Kedua muncikari ini awalnya merekrut korban via Facebook. Korban awalnya dijanjikan sebuah pekerjaan. ”Setelah bertemu, korban baru dijelaskan bahwa pekerjaannya adalah sebagai wanita open BO dengan iming-iming gaji Rp1 juta seminggu sekali dan kredit hp,” katanya. Korban dipaksa melayani minimal lima pria dalam sehari mulai pukul 16:00 hingga 24:00 WIB. Para pelaku menjual korban melalui aplikasi MiChat dengan tarif Rp250–300 ribu. Lima ABG yang dipaksa open BO di rumah kos di Tanjung Priuk, Jakarta Utara, diberi imbalan atau gaji sebesar Rp1 juta per minggu. Lima ABG itu harus melayani minimal lima pria hidung belang. ”Korban diberikan gaji sebesar Rp1 juta seminggu sekali. Korban diwajibkan melayani tamu satu hari minimal lima orang dalam sehari dan akan menerima gaji seminggu sekali,” katanya. Di lokasi tersebut, polisi menemukan sejumlah perempuan yang telah dijual pelaku. Total ada delapan perempuan yang berada di lokasi tersebut, lima di antaranya berusia sekitar 16 dan 17 tahun. Korban direkrut muncikari melalui Facebook. Semula, muncikari menjanjikan sebuah pekerjaan dengan iming-iming staycation dan fasilitas kredit handphone. ”Modus operandi korban awalnya mendapat tawaran untuk bekerja melayani tamu melalui media sosial Facebook dengan iming-iming staycation dan dapat melakukan kredit handphone apabila ikut bergabung,” kata Pujiyarto. Pujiyarto mengaku pihaknya telah menangkap dua pelaku berinisial FO dan IM. Keduanya berperan sebagai joki sekaligus muncikari. (de/feb/run)