Senin, 22 Desember 2025

Virus Misterius Berpotensi Jadi Pandemi, Covid Mereda, Hepatitis Akut Mencuat

- Senin, 9 Mei 2022 | 10:01 WIB

Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Barat (Jabar) bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), manajemen rumah sakit, laboratorium kesehatan daerah, dan Dinkes 27 kabupaten/kota, membahas kemunculan penyakit hepatitis akut misterius. PENYAKIT tersebut telah dinyatakan badan kesehatan dunia (WHO) sebagai kasus luar biasa. Jabar tetap waspada meskipun belum menemukan kasus seperti di DKI Jakarta, yang telah ditemukan tiga ka­sus suspek hepatitis akut. Kepala Dinkes Provinsi Jabar Nina Susana Dewi menyebut ada beberapa langkah awal antisipasi yang dilakukan. Ya­kni meliputi surveilans pela­poran satu pintu secara daring melalui surat elektronik yang alamatnya telah dikantongi masing-masing stakeholders. Selanjutnya, menginventari­sasi kemampuan Labkesda atau rumah sakit di kabupaten/ kota untuk pemeriksaan diag­nosis hepatitis, meningkatkan sosialisasi dan Komunikasi- Informasi-Edukasi (KIE), serta menggencarkan gerakan ma­syarakat hidup sehat. ”Selain itu, penguatan fasili­tas pelayanan kesehatan, mu­lai dari puskesmas hingga rumah sakit, dan rumah sakit mela­kukan setting untuk penanga­nan kasus hepatitis akut,” ujar Nina Susana Dewi. Nina berharap melalui gerak cepat itu fasilitas pelayanan kesehatan mengantisipasi dan melakukan tindakan preventif melalui sosialisasi dengan meng­giatkan germas. Tak kurang dari 850 praktisi kedokteran membahas khusus kemunculan hepatitis akut misterius itu da­lam rapat daring tersebut. Selain kepala Dinkes Jabar beserta jajaran, hadir juga ke­pala Labkesda Provinsi Jabar, kepala Dinkes 27 kota/kabu­paten, ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), ketua IDAI, ketua KKP, dan kepala Labkes­da kota/kabupaten. Sebelumnya, Gubernur Jabar Ridwan Kamil menegaskan sejauh ini di Jabar belum ter­laporkan penyakit tersebut. ”Di daerah belum banyak terpantau, karena kasusnya memang ada di dunia. Di Ja­karta ada, dan di Jabar belum terpantau laporan yang signi­fikan,” tutur Ridwan Kamil.
-
Namun demikian, Pemerin­tah Provinsi (Pemprov) Jabar akan tetap waspada dan mengedukasi warga, khusus­nya orang tua yang memiliki anak-anak agar membiasakan aktivitas sehat untuk men­ghindari hal yang tidak diing­inkan. Seperti sering mencuci tangan, meminum air dan makanan yang matang dan bersih, menggunakan alat makan masing-masing, me­makai masker, dan menjaga jarak. ”Kita terus edukasi warga, khususnya orang tua yang pu­nya anak-anak, di pandemi Covid-19 harus waspadai juga sebuah situasi baru terkait he­patitis yang tiba-tiba mening­kat. Caranya sama seperti pro­tokol kesehatan Covid-19,” ucap Ridwan Kamil. Gejala klinis pada kasus yang teridentifikasi adalah hepatitis akut dengan peningkatan enzim hati, sindrom jaundice akut, dan gejala gastrointestinal se­perti nyeri abdomen, diare dan muntah-muntah, dan seba­gian besar kasus tidak ditemu­kan adanya gejala demam. Cara mencegah anak-anak dari hepatitis akut di antaranya dengan rutin mencuci tangan dengan sabun, memakan ma­kanan yang matang dan bersih, tidak bergantian alat makan dengan orang lain, menghin­dari kontak dengan orang sakit, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan, mengurangi mo­bilitas, menggunakan masker jika bepergian, menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Sementara itu, Dinkes Kota Bogor meyakini di wilayahnya tidak ditemukan adanya kasus hepatitis pada anak-anak. Meski begitu, Dinkes Kota Bogor mengimbau puskesmas se-Kota Bogor untuk membangun dan memper­kuat jejaring kerja surveilans dengan lintas program dan lintas sektor. “Terutama Dinas Pendidikan, kantor wilayah Kementerian Agama Provinsi, dan atau kan­tor Kementerian Agama kabu­paten atau kota,” kata Kepala Dinkes Kota Bogor Sri Nowo Retno. Tak hanya itu, Retno juga meminta puskesmas harus segera memberikan notifikasi apabila terjadi peningkatan kasus sindrom jaundice akut maupun menemukan kasus sesuai definisi operasional ke­pada Dirjen P2P melalui sur­veilans. “Serta harus menindaklanjuti laporan kasus dari fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) dengan melakukan investi­gasi untuk mencari kasus tam­bahan dengan menggunakan formulir,” pintanya. Dalam kesempatan itu, Retno juga menyampaikan beberapa hal yang harus ditindaklanjuti sebagai upaya kewaspadaan dan antisipasi. Pertama, melakukan peman­tauan perkembangan kasus sindrom jaundice akut di ting­kat daerah, nasional, dan global terkait hepatitis akut melalui kanal-kanal resmi. Kedua, memantau pene­muan kasus sesuai definisi operasional hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya. Berdasarkan WHO, yaitu kon­firmasi, probable, dan epi-linked. Terakhir, meminta puskesmas memantau dan melaporkan kasus sindrom jaundice, mem­berikan KIE kepada masyara­kat, serta upaya pencegahannya melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). “Puskesmas juga diimbau menginformasikan kepada masyarakat untuk segera men­gunjungi fasyankes terdekat apabila mengalami sindrom jaundice,” imbaunya. Sementara itu, Dokter Spe­sialis Anak dari IDAI Hanifah Oswari menyebut ada kemun­gkinan kasus infeksi hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya alias hepatitis misterius bakal menjadi pan­demi secara global. Namun demikian, Hanifah mengingatkan kemungkinan itu masih kecil, mengingat saat ini kasus hepatitis misterius masih relatif terkendali di se­jumlah negara. ”Kita belum tahu seberapa cepat penularannya. Tetapi kalau melihat begitu banyak negara yang sekaligus mela­porkan, saya kira potensi untuk menjadi pandemi itu ada. Tapi di Indonesia, kita belum tahu bagaimana penyebaran berikutnya,” kata Hanifah dalam acara Newscast CNNIndonesia TV, Minggu (8/5). Hanifah menyebut temuan kasus hepatitis akut misterius memang menjadi temuan ka­sus infeksi yang tidak biasa. WHO juga merespons temuan ini dengan menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) pada kasus hepatitis akut mis­terius yang menyerang anak-anak di Eropa, Amerika, dan Asia. Hanifah melanjutkan, saat ini pemerintah dan IDAI terus melakukan identifikasi terhadap penyebab hepatitis misterius ini. Ia mengaku butuh waktu satu sampai dua pekan untuk mengetahui hasil pemeriksaan lanjutan, seperti pemeriksaan Adenovirus dan Hepatitis E. ”IDAI dalam hal ini tidak melakukan tracing, karena tra­cing tanggung jawab Kemen­terian Kesehatan,” tandasnya. (rez/cn/feb/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X