Sidang lanjutan kasus dugaan suap yang menyeret Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Bandung, Rabu (10/8). DARI kesaksian sejumlah pegawai di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) terkuak bagaimana kelakuan oknum auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Wilayah Jawa Barat (Jabar) yang kerap melakukan pemerasan. Dalam persidangan di Ruang Sidang IV R Soebekti itu, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan enam saksi yang merupakan pejabat dan pegawai Dinas PUPR Kabupaten Bogor. Salah satunya Kepala Bidang Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Gantara Lenggana. Gantara mengadukan apa yang ia lihat saat terdakwa Adam Maulana, yang menjabat Sekretaris Dinas PUPR, terlihat tertekan atas permintaan auditor BPK Perwakilan Jabar. Kala itu, beber Gantara, terdakwa Adam menginstruksikan sejumlah anak buahnya untuk mengumpulkan uang bagi oknum auditor BPK RI perwakilan Jabar. “Beliau mengumpulkan kami, seperti ada beban yang dipikul. Saat itu beban permintaan uang besar dari BPK, kita berembuk,” katanya di muka persidangan, Rabu (10/8). Ia mengaku terpaksa ikut memberikan iuran dengan uang pribadi sebanyak tiga kali. Dengan nominal masing-masing senilai Rp4 juta. “Saya ingin membantu karena untuk kebersamaan. Ini diberikan untuk BPK. Yang jelas permintaan dari BPK. Itu Dinas PUPR iuran,” ujar Gantara. Sementara itu, Kepala Seksi Bina Teknik Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupaten Bogor Khairul Amarullah, yang juga dihadirkan sebagai saksi dari KPK, menyebutkan terdakwa Maulana Adam berpesan kepadanya mengenai permintaan uang kepada salah satu kontraktor lantaran adanya permintaan BPK. “Beliau (Maulana Adam, red) diminta BPK. Pusing waktu itu. Intinya ini ada permintaan. Akhirnya ke Ibu Nani (kontraktor, red), bahwa ada permintaan dari BPK. Oke, katanya,” tegas Kahirul. Sementara saksi lainnya, Iwan Setiawan yang merupakan staf di Dinas PUPR Kabupaten Bogor, berlaku sebagai pengepul uang yang dikumpulkan Dinas PUPR. Ia memberikan uang tersebut kepada terdakwa Rizki Taufik Hidayat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Kabupaten Bogor. Kemudian dari Rizki diserahkan kepada terdakwa Ihsan Ayatullah (Kasubid Kasda BPKAD) yang juga kerap dimintai uang oleh auditor BPK. Namun, satu waktu Iwan mengaku sempat dimarahi terdakwa Maulana Adam lantaran menyalurkan uang terlalu besar. Sebab, oknum auditor BPK seringkali meminta uang dan kerap menjadikan Dinas PUPR sasaran empuk untuk melakukan pemerasan. “(Disalurkan) Rp35 juta kepada Pak Ihsan. Pak Adam marah, kenapa dikasih sebesar Rp35 juta katanya. Karena nanti ada permintaan lagi dari BPK. Pak Adam berat. Karena alasannya minta-minta lagi,” jelas Iwan Setiawan. Dalam persidangan tersebut juga terungkap bahwa Dinas PUPR Kabupaten Bogor memberikan uang senilai Rp645 juta kepada auditor BPK. Pada agenda pemeriksaan saksi-saksi kali ini, jaksa KPK menghadirkan enam saksi dari Dinas PUPR Kabupaten Bogor untuk empat terdakwa dugaan suap auditor BPK RI perwakilan Jabar. Mulai dari Kepala Dinas PUPR Soebiantoro, Staf Bidang Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Iwan Setiawan, dan Kepala Bidang Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Gantra Lenggana. Lalu, Kepala Seksi (Kasi) Bina Teknik Jalan dan Jembatan Khairul Amarullah, Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Jembatan Krisman Nugraha, serta Kepala Bidang Infrastruktur Sumber Daya Air. Mereka dihadirkan untuk empat terdakwa yakni Bupati nonaktif Ade Yasin, Kasubag Kasda Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Ihsan Ayatullah, Sekretaris Dinas PUPR Adam Maulana, serta PPK Dinas PUPR Rizki Taufik Hidayat. Adanya pemberian uang dari sejumlah pegawai Dinas PUPR Kabupaten Bogor kepada oknum auditor BPK, rupanya tidak diketahui alias tanpa sepengetahuan atasan. Hal itu disampaikan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bogor Soebiantoro saat dihadirkan jaksa KPK sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan suap yang menyeret Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin di PN Tipikor Bandung, Rabu (10/8). Soebiantoro menegaskan bahwa adanya pemberian uang dari sejumlah pegawai PUPR ke auditor BPK, terjadi tanpa sepengetahuan atasan atau tidak pernah dilaporkan kepadanya. “(Anak buah, red) Tidak pernah melaporkan,” katanya dalam persidangan, Rabu (10/8). Ia menjelaskan, ketika ada permintaan uang dari BPK RI perwakilan Jabar, semestinya pegawai Dinas PUPR tidak perlu memenuhi permintaan tersebut. Sebab, meskipun auditor BPK mendapati temuan pembayaran pekerjaan yang tidak sesuai harga, hal itu tinggal diperbaiki dengan cara meminta pihak ketiga mengembalikan kelebihan pembayaran. “Itu beban pengusaha (kalau ada pengembalian dari temuan BPK, red). Beban penyedia jasa, bukan beban PUPR,” tuturnya. Selain itu, terdakwa Ihsan Ayatullah saat dimintai tanggapan oleh hakim pun sempat menyebutkan bahwa pemberian uang yang ia lakukan lantaran adanya permintaan dari auditor BPK Hendra Nur Rahmatullah Karwita yang kini berstatus tersangka oleh KPK. “Perlu saya sampaikan bahwa yang saya sampaikan kepada SKPD adalah permintaan BPK,” kata Ihsan. Di akhir persidangan, majelis hakim yang diketuai Hera Kartiningsih, memutuskan menunda sidang dan dilanjut pada Senin (15/8) mendatang. Dengan agenda mendengarkan keterangan sebelas saksi yang dihadirkan jaksa KPK. Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK bakal menghadirkan sekitar 35 sampai 40 saksi dalam persidangan terdakwa Ade Yasin. Hingga sidang Senin (8/8) lalu, sudah ada sebelas saksi dihadirkan KPK. Mulai dari pejabat dan pegawai di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor hingga pegawai dari BPK. (ryn/feb/run)