Anak-anak mungkin merasa mereka dapat mengambil sikap dengan melakukan hal ini.
Ketika dia lebih kuat, mereka akan merasa lebih sejuk.
“Memiliki pengalaman baik menyaksikan, ataupun mengalami terkait perlakuan semena-semana dari orang lain yang status atau kedudukannya lebih rendah. Atau sebaliknya perlakuan spesial berbeda terhadap orang yang lebih senior atau punya status lebih tinggi dimaknai sebagai sesuatu yang ‘keren’,” ungkap Veronica saat dihubungi Suara.com, Selasa (20/2/2024).
3. Pernah menjadi korban
Baca Juga: Wisata Kuliner di Cibinong Bogor yang Paling Banyak Dicari Para Pecinta Kuliner
Anak-anak bisa saja menjadi pelaku bullying karena mereka adalah korbannya. Dia punya pengalaman buruk sebagai korban.
Hal ini membuatnya mengambil langkah ekstrim untuk melakukan hal yang sama dan merasa lebih kuat dan bertenaga.
4. Ingin menjadi bagian dari suatu kelompok
Anak-anak mungkin menjadi pelaku intimidasi karena ingin menjadi bagian dari suatu kelompok. Dia ingin menjadi bagian dari suatu kelompok, jadi dia rela menindas orang lain.
Baca Juga: Intip Spesifikasi Realme 12 Series 5G beserta Tanggal Rilis di Indonesia, Jangan Sampe Terlewat!
5. Persatuan
Faktor lain yang membuat anak menjadi pelaku intimidasi adalah bentuk solidaritasnya. Ini karena itulah yang dilakukan oleh lingkaran pertemanannya.
Oleh karena itu, anak merasa harus melakukan hal yang sama sebagai bentuk solidaritas.
“Menilai kelompok sebagian ‘keluarga atau brotherhood; sehingga sebagai bagian dari solidaritas, merasa harus ikut terlibat melakukan apa yang dilakukan oleh kelompok,” jelas Veronica.