METROPOLITAN - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengusulkan supaya kurikulum pendidikan di Indonesia memuat pengetahuan tentang melawan radikalisme.
Hal ini untuk memastikan supaya anak terlindungi dari infiltrasi tindakan radikal. Menurut Ketua KPAI Susanto, usul ini telah disampaikan ke pihak terkait, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudataan (Kemendikbud), Kementerian Agama (Kemenag), hingga Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). ”KPAI memang dimandatkan oleh Undang-Undang kan untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak,” kata Susanto di kantor KPAI, Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2019). Susanto mengatakan, saat ini Kemendikbud tengah menyusun panduan untuk guru mencegah penyebaran radikalisme di kalangan sekolah. Ia menambahkan, saat ini kecenderungan infiltrasi radikalisme pada anak sudah bergeser. Sebelumnya, infiltrasi banyak menggunakan oknum guru atau jaringan-jaringan lain yang mudah terdeteksi. Tapi, saat ini, infiltrasi radikalisme justru memasuki ruang keluarga, seperti melalui orang tua. Baca juga: Polisi Belum Bisa Pastikan Jumlah Anak yang Tewas di Rumah Terduga Teroris di Sibolga ”Orang tua yang seharusnya jadi proteksi bagi anak, justru mereka menjadi mentor untuk mendoktrin perspektif radikalisme,” ujar Susanto. Oleh karena itu, perlu ada strategi-strategi lain untuk mencegah infiltrasi radikalisme pada anak masuk melalui pihak yang tak terdeteksi.(*/feb)