METROPOLITAN - Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah, Alpha Amirrachman, mempertanyakan kebijakan Merdeka Belajar yang memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk menggunakan kurikulum dalam mencapai target yang telah ditentukan. Sebab, saat ini ideologi asing bisa dengan mudah masuk ke ruang-ruang kelas. Sekadar diketahui, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui kebijakan Merdeka Belajar memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk menggunakan kurikulum dalam mencapai target yang telah ditentukan. Artinya, para guru dapat membuat kurikulumnya sendiri untuk mata pelajaran yang diampunya. “Saya kira perlu kehati-hatian dalam memberikan kemerdekaan untuk membuat kurikulum sendiri. Sebab ini berbahaya. Misalnya, ada guru-guru yang bertentangan ideologinya dengan Pancasila, lalu diberikan kemerdekaan yang penuh untuk membuat kurikulum sendiri,” kata Alpha dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi X DPR RI secara virtual, Selasa (12/1). Selain itu, tambah dia, guru sebagai pemilik dan pembuat kurikulum perlu diperjelas sejauhmana ruang mereka untuk bisa bermanuver. Hal itu harus betul-betul diperhatikan kemendikbud sebagai regulator dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035. “Pemerintah pusat harus menyiapkan kurikulum nasional yang inklusif, integratif dan berasaskan pancasila,” jelasnya. Tak hanya itu, lanjut Alpha, perlu dikaji juga secara mendalam sosialisasi dan simulasi terpadu apabila ada kebijakan yang mengubah sistem saat ini. Sebab, guru diberikan k ebeba s an untuk mengembangkan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). “Salah satu kebijakan Merdeka Belajar yang berjalan adalah RPP satu lembar. Guru-guru itu sudah terbiasa terdikte panduan Kemendikbud. Sekarang mereka bingung saat diberikan kebebasan untuk menulis RPP. Ini merefleksikan rendahnya kredibilitas guru yang berjalan selama ini. Artinya, peningkatan kompetensi guru harus lebih masif dan kreatif,” bebernya.(jp/rez/py)