METROPOLITAN - Di tengah kecanggihan teknologi, anak-anak kecil sudah bisa mengoperasikan telepon genggam, bahkan memiliki akun sosial media. Hal ini dikhawatirkan dapat menjadi celah dari siber bullying. Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, meminta pengawasan penggunaan media sosial anal-anak dapat dipantau. Khususnya untuk jenjang SD dan SMP, karena mereka belum memiliki literasi digital yang baik. “Saya yakin anak-anak sekarang itu sudah punya akun sosmed, perlu ada peran wali kelas dan orang tua untuk sama-sama menemani anak-anak dalam menggunakan medsos,” ungkapnya ketika dihubungi wartawan, Selasa (19/10). Potensi siber bully ini tentu sangat memberikan dampak psikologis yang berat bagi anak, bahkan bisa sampai menyebabkan trauma. Untuk itu, perlu ada pengawasan dan bimbingan dari mereka yang memiliki pemahaman yang baik soal bermedia sosial. “Saya mengimbau kawan-kawan guru itu memasukkan pemahaman tentang siber bully, dampaknya apa kepada peserta didik. Kemudian guru juga mesti memahami pengetahuan dan keterampilan bagaimana mencegah siber bully,” tuturnya. Untuk kasus bully secara langsung, dirinya meminta Dinas Pendidikan menggalakkan kembali bagaimana sekolah ramah anak. Sebab, selama ini sekolah ramah anak ini implementasinya hanya formalitas dan administratif belaka. “Padahal, program ini adalah menjadikan bagaimana sekolah ini tempat yang aman dan nyaman dari berbagai macam ancaman, sehingga bisa menjadikan sekolah rumah kedua,” imbuhnya. “Jadi, kami berharap kembali menggalakkan sekolah ramah anak, lebih mengaktualisasi, tidak hanya jadi spanduk atau formalitas. Ketika orang masuk sekolah itu harus nyaman dan aman, tidak ada bully, menghargai anak sebagai manusia yang utuh,” tandasnya. (jp/feb/py)