Chelsea pun menunjukkan fleksibilitas serupa. Meski secara umum memainkan pola yang lebih lambat, di bawah Enzo Maresca mereka menjadi tim dengan jumlah serangan langsung terbanyak (81), meskipun juga mencatatkan 115 build-up attacks.
Ini memperlihatkan bahwa strategi direct bukan hanya milik tim papan tengah, tetapi juga bagian integral dari taktik tim-tim besar.
5. Intensitas Fisik Naik, Tapi Tekanan di Sepertiga Akhir Menurun
Musim ini juga ditandai dengan peningkatan intensitas fisik pemain.
Jika dibandingkan musim 2018/2019, jarak tempuh sprint naik sebesar 22 persen dan frekuensinya meningkat 19 persen.
Data ini menggambarkan tuntutan fisik tinggi dari sistem pressing modern yang mengandalkan kecepatan dan stamina.
Namun, ironisnya, jumlah perebutan bola di sepertiga akhir lapangan justru menurun ke titik terendah sejak 2020/2021.
Fakta ini menunjukkan bahwa tim-tim kini lebih selektif dalam menerapkan pressing tinggi dan memilih waktu yang tepat daripada terus-menerus melakukan tekanan melelahkan.
Bournemouth menjadi pengecualian karena tetap konsisten sebagai tim dengan intensitas pressing tertinggi.
Mengutip The Athletic, mereka mencatat rata-rata 5,7 perebutan bola sukses di sepertiga akhir setiap pertandingan.
Hal ini tak lepas dari peran gelandang seperti Lewis Cook dan Ryan Christie yang agresif dalam duel lini tengah dan cepat dalam mendistribusikan bola ke depan.
Baca Juga: Rekomendasi Tempat Wisata Hits di Bondowoso, Cocok untuk Healing & Foto-foto
Premier League musim ini menjadi bukti bahwa keberhasilan tim sangat ditentukan oleh kecepatan berpikir, efisiensi eksekusi, serta kemampuan beradaptasi.
Dalam kompetisi yang semakin kompetitif, fleksibilitas taktik bukan lagi sekadar keunggulan tambahan, melainkan syarat utama untuk tetap bertahan di level tertinggi.