METROPOLITAN.ID - DPRD Kota Sukabumi mempertanyakan klaim Pemerintah Kota (Pemkot) Sukabumi melalui Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) yang menyebutkan capai Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Sukabumi naik 55 persen hingga akhir Oktober 2025.
Pertanyaan ini seperti disampaikan Anggota Komisi II DPRD Kota Sukabumi, Inggu Sudeni. Menurut Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, Pemkot harus jujur membuka data sebenarnya kepada publik.
Karena, perbandingan antara capaian PAD tahun 2024 dan 2025 tidak bisa dilakukan secara langsung karena adanya perbedaan sistem pencatatan penerimaan setelah diberlakukannya opsen pajak kendaraan bermotor.
Inggu memaparkan, pada September 2024 pendapatan PAD tercatat Rp66.723.755.800, sedangkan pada September 2025 naik menjadi Rp103.726.730.681.
Sekilas terlihat lonjakan besar, namun di dalamnya terdapat tambahan opsen Pajak Kendaraan Bermotor sebesar Rp28.737.178.650. Jika komponen tersebut dikeluarkan, realisasi PAD murni hanya sebesar Rp74.989.552.031.
"Artinya, kenaikan riil yang dapat diatribusikan pada peningkatan kinerja hanya sekitar 12 persen," ungkapnya.
Hal serupa juga terjadi pada bulan Oktober. Berdasarkan data yang dimiliki DPRD, opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor mencapai Rp9.213.071.300 dan opsen Pajak Kendaraan Bermotor sebesar Rp22.731.306.383, dengan total Rp31.944.377.683.
Bila dibandingkan dengan capaian Oktober 2024, kenaikan PAD per Oktober 2025 hanya berkisar Rp9,05 miliar atau 12,27 persen, jauh dari klaim 55,65 persen yang disampaikan Pemkot.
Inggu menyebut penyajian data versi Pemkot sebagai bentuk “window dressing” fiskal, yaitu strategi mempercantik laporan agar terlihat lebih baik dari kenyataan sebenarnya. “Window dressing itu biasa dipakai pialang saham untuk mengelabui pembeli saham.
"Ini bukan prestasi kinerja, tapi prestasi Excel. Pemerintah cukup duduk manis, bahkan cukup tiduran saja, pendapatan naik karena opsen pajak otomatis masuk ke kas daerah,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan agar Pemkot tidak menjalankan roda pemerintahan seperti perusahaan yang berorientasi pada citra angka semata.
Pemerintah, kata dia, seharusnya berkompetisi dalam memberikan dampak nyata bagi masyarakat, bukan sekadar menampilkan data yang terlihat indah di atas kertas.
“Yang naik itu bukan pendapatan, tapi cara pemerintah menghitung pendapatan. Angka bisa diketik ulang, tapi kepercayaan publik tidak bisa diedit. Kalau propaganda jadi alat propaganda yang rusak bukan spreadsheet tapi kredibilitas," ujarnya.
Sementara itu, Kepala BPKPD Kota Sukabumi, Galih Marelia Anggraeni mengklaim bahwa hingga 31 Oktober 2025 realisasi pajak daerah dan retribusi daerah non-BLUD mencapai Rp114.806.857.990, naik signifikan dari Rp73.761.981.515 pada periode yang sama tahun sebelumnya.
"Berdasarkan perhitungan rasio pertumbuhan, peningkatan tersebut mencapai 55,65 persen. Jadi, pengukuran kinerja PAD tidak hanya dilihat dari nominal peningkatan, melainkan juga dari efektivitas dan konsistensi pertumbuhan," kata Galih, Rabu, 5 November 2025.
Dia menegaskan bahwa sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau UU HKPD, opsen pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) telah masuk langsung ke kas daerah.
Sebelumnya, penerimaan tersebut tercatat sebagai Dana Bagi Hasil (DBH) yang disalurkan oleh pemerintah provinsi. Dengan perubahan sistem tersebut, struktur pendapatan daerah otomatis mengalami penyesuaian.
Meski memperoleh tambahan dari opsen pajak, Galih menuturkan BPKPD tetap berupaya aktif meningkatkan penerimaan pajak daerah melalui berbagai strategi.
Langkah tersebut di antaranya operasi gabungan bersama Samsat, Satlantas Polres Sukabumi Kota, dan P3DW Jawa Barat untuk menjaring wajib pajak kendaraan bermotor yang menunggak.
Selain itu, BPKPD juga mengirimkan pengingat pembayaran melalui pesan WhatsApp massal dan surat yang dikirim lewat Kantor Pos.
Saat ini BPKPD memberdayakan 15 penelusur pajak yang tersebar di tujuh kecamatan untuk melakukan pendataan dan penelusuran terhadap wajib pajak yang belum melaksanakan kewajiban.
Galih juga menepis tudingan adanya manipulasi data atau upaya mempercantik capaian PAD. Ia menegaskan, pernyataan Wali Kota Sukabumi terkait peningkatan PAD didasarkan pada data murni pajak daerah dan retribusi non-BLUD.
“Tidak ada unsur kebohongan publik. Yang disampaikan Pak Wali adalah persentase peningkatan PAD murni dari pajak daerah dan retribusi daerah non-BLUD,” ujarnya. (um)