METROPOLITAN.ID - Kota Depok hingga kini masih mencari identitas ikonik sejati. Ketua Dewan Kesenian Kota Depok, Nuroji melontarkan kritik pedas yang menohok terkait ikon daerah tidak akan pernah melekat jika masyarakatnya sendiri tidak konsisten berpartisipasi dan mengonsumsi budayanya sehari-hari.
Pernyataan ini diungkapkan Nuroji, yang juga merupakan Anggota Komisi IX DPR RI, usai menjadi pembicara dalam acara bertajuk 'Akulturasi Budaya Sunda dan Betawi Kota Depok' di kawasan Grand Depok City (GDC), Selasa 28 Oktober 2025,malam.
Nuroji menyoroti kurangnya konsistensi warga Depok dalam mendukung ikon yang sudah ada, baik itu kuliner, fashion, hingga bahasa. Nuroji mencontohkan makanan khas seperti dodol, wajik, atau geplak.
"Kita punya ikon sebenarnya. Tapi ini kan harus konsisten," tegasnya.
Ia menyindir, bagaimana ikon kuliner bisa terkenal jika warga Depok sendiri jarang mengonsumsinya.
"Kalau ikonik Depok misalkan kita mau ambil dari segi kuliner atau makanan khas. Tapi kalau kita sebagai orang Depoknya tidak sering mengkonsumsi sendiri. Bagaimana bisa terkenal, beda dengan orang Palembang tiap hari masyarakatnya makan pempek, ya terkenal," terangnya.
Soal ikon yang sudah lama melekat Kota Depok sebagai Kota Belimbing, dinilai Nuroji sudah tepat, namun mandul dalam praktiknya. Kunci utamanya adalah partisipasi masyarakat, bukan sekadar simbol.
"Ya sudah tepat kalau setiap rumah punya belimbing, kebun belimbing satu pohon saja. Nah itu kuncinya supaya bisa jadi ikon Depok Kota Belimbing. Tapi ini kan tidak, cuma yang ada hanya simbol patung saja akhirnya tak jadi ikon," imbuhnya.
"Ya sudah tepat kalau setiap rumah punya belimbing, kebun belimbing satu pohon saja. Nah itu kuncinya supaya bisa jadi ikon Depok Kota Belimbing. Tapi ini kan tidak, cuma yang ada hanya simbol patung saja akhirnya tak jadi ikon," lanjut dia.
Di sisi lain, Nuroji juga menyinggung perdebatan identitas budaya. Dengan kondisi Depok yang kini menjadi kota multikultur, hanya sekitar 30 persen Betawi, 27 persen Sunda, sisanya beragam suku termasuk Jawa, Belanda, dan Portugis, ia mengusulkan pendekatan yang lebih realistis.
Menurutnya, daripada terus meragukan identitas, lebih baik mengakui kenyataan bahwa Depok adalah miniatur Indonesia.
"Kalau mau dibilang identitas Depok tuh apa ya semua ada di sini, jadi bisa dibilang miniaturnya Indonesia. Kalau saran saya akui saja orang Depok itu apa, ya Depok," bebernya.
Acara Semarak Budaya ini sendiri diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang Wanita Syarikat Islam (WSI) Kota Depok. Ketua WSI Depok, Luli Barlini, menjelaskan bahwa tujuan utamanya adalah membentuk karakter anak muda agar mencintai budaya lokal.
"Saya ingin melihat pemuda-pemuda itu punya karakter agar kokoh, hari ini karena mereka terindikasi dengan game gadget dan lainnya," ujar Luli.