METROPOLITAN.ID - Dalam debat kandidat Pilkada Kota Bekasi, belum lama ini, pasangan calon Heri-Solihin menilai program revitalisasi Kali Bekasi yang digagas paslon Tri Adhianto-Harris Bobihoe hanya sekedar teori.
Hal itu memicu respons tegas dari para aktivis lingkungan yang terlibat langsung dalam inisiatif kebersihan dan pelestarian sungai bersama Tri Adhianto.
Menurut Maman Warman selaku Ketua Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Jatisumbi, pasangan Heri Koswara - Solihin dianggap gagal memahami kondisi di lapangan karena kurang menyentuh akar permasalahan.
Baca Juga: Bazar Murah Kartu Keren Diserbu Warga Rawalumbu, Program Paslon Ridho Tuai Dukungan
“Heri-Solihin ini mainnya kurang jauh, cuma asbun kalau kata orang Bekasi. Mereka cuma melihat Kota Bekasi dari dalam mobil mewahnya saja," kata dia.
"Beda dengan Mas Tri yang justru turun langsung ke lapangan, berkolaborasi, dan membuktikan dengan aksi nyata. Tanggapan mereka menunjukkan ketidakpahaman dan kurangnya apresiasi atas usaha yang sudah berjalan,” imbuh Maman.
Dalam debat yang berlangsung pada Jumat 1 November 2024, Tri Adhianto memaparkan langkah-langkah konkret yang sudah berjalan di Kali Bekasi ketika ditanya moderator menyoal program paslon untuk menjadikan sungai Bekasi sebagai kawasan wisata air yang bersih dan menarik.
Baca Juga: 5 Head To Head Terakhir Manchester United vs Chelsea di Premier League
“Yang sudah kita lakukan di kali Bekasi yang pertama adalah membangun hutan bambu di margahayu, hari ini sudah masuk dalam zona ketiga," kata dia.
"Kedua, kami sudah melakukan kerja sama dengan NGO dari Jerman dimana kita mendapat bantuan kapal pembersih bertenaga surya untuk bersihkan kali Bekasi, yang ketiga kami akan membuat satu destinasi wisata air sekaligus membersihkan Kali Cikeas bersama teman-teman komunitas pecinta lingkungan,” jawab Tri Adhianto.
Dalam pernyataan tegasnya, Maman mengkritik pasangan Heri-Solihin yang dianggap hanya asal bicara tanpa data.
Menurut dia, mereka tidak memahami esensi revitalisasi sungai sebagai bagian dari ekosistem kota.
“Bagi mereka (Heri-Solihin), literasi, data, dan pemahaman akar masalah tampaknya tidak penting. Mereka hanya bicara tanpa memahami apa yang sudah dilakukan di lapangan. Ini bukan sekedar teori, ini aksi nyata!" tegas dia.