METROPOLITAN - Jelang masa kampanye pemilu yang direncanakan mulai 13 Oktober 2018 sampai 13 April 2019, tidak sedikit calon legislatif (caleg) dari DPRD Kota Bogor ataupun Provinsi Jawa Barat (Jabar) yang masih satu partai memilih berkoalisi atau tandem. Hal tersebut dilakukan agar anggaran kampanye lebih murah dan memperkuat partai. Namun tak sedikit kalangan yang menilai tandem di pemilu 2019 tidak menjamin suara akan bulat. Musababnya tidak hanya figur yang berbeda, tetapi perbedaan nomor urut bakal memusingkan pemilih. Pengamat politik Yusfitriadi mengatakan, fenomena caleg DPRD provinsi atau DPR RI yang satu partai berkoalisi di pileg, bukan suatu hal baru. Sosialisasi atau kampanye secara bersama dilakukan tidak hanya untuk penghematan anggaran kampanye, tetapi juga untuk raihan suara yang lebih besar. “Selain hemat anggaran, jika di antara mereka merupakan tokoh yang sangat berpengaruh tentunya bisa mempengaruhi pemilih secara signifikan,” ujar Kang Yus yang juga peneliti senior Jaringan Pendidikan Pemilihan untuk Rakyat (JPPR).
Dalam sebuah dinamika kepartaian saat ini, lanjutnya, di mana semua partai mempunyai spirit yang sama dan tidak ada lagi partai ideologis, tidak sedikit masyarakat pemilih yang memiliki figur bukan lagi melihat parpol sehingga masyarakat akan memilih figur di partai mana pun. Bisa juga pemilih menentukan pilihannya untuk DPR RI memilih caleg dari partai A, di provinsinya memilih caleg dari partai C dan di tingkat kabupaten/kota mereka memilih caleg dari partai C. “Saya berharap pileg 2019, caleg tidak kampanye hoak, umbar janji dan curi star yang bisa merusak demokrasi. Namun lebih mendidik masyarakat dengan program dan gagasan yang nyata,” bebernya. Menanggapi adanya koalisi atau tandem caleg dalam satu partai, Ketua DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Kota Bogor Safrudin Bima menuturkan, konsep tandem itu memang ada. Bukan hanya soal efisiensi anggaran tapi juga kebersamaan dalam berjuang dan membesarkan partai. Intinya lebih saling menunjang, saling menopang dan saling menguatkan. “Memang kita anjurkan agar caleg tandem atau menyatukan potensi caleg sesama partai, saling berbagi tugas dan peran dalam satu gerakan,” katanya. Berbeda dengan bacaleg DPR RI Dapil III Jabar Andi Surya Wijaya. Ia menuturkan, jika berkaca pengalaman dua kali mengikuti pemilu dan aplikasi di lapangan, konsep tandem di rasa kurang efektif. Menurutnya, lebih baik memiliki jaringan sendiri dan memperkuatnya hingga ke tingkat TPS yang akan dimenangkan. Memang jika berbicara anggaran lebih hemat, tetapi raihan suara tidak bisa menjamin real. Terlebih dengan perbedaan nomor bakal membingungkan pemilih. Ia berharap di pileg nanti bisa melahirkan anggota dewan yang berkualitas dan mampu menyelesaikan persoalan yang ada, baik tingkat pusat dan daerah dengan dinamika yang ada. Sebab dewan merupakan penyambung lidah masyarakat. “Memang pileg sekarang anggaran lebih berat, ditambah dengan sistem yang ada dan partai besar lebih diuntungkan. Tetapi saya optimis bisa mendulang suara dan mewakili warga Kota Bogor di Senayan,” pungkasnya. (ads/b/sal/run)