Hamil di luar nikah telah menghancurkan semua yang sudah saya raih; keluarga, harapan dan karier saya. Tapi, saya harus mencintai bayi yang tak saya harapkan ini. Harus. Dua garis itu nyata. Saya hamil di luar nikah.
TESTPACK itu tidak sedang berbohong atau sedang mempermainkan saya. Tangan saya bergetar memandang dua garis merah yang terlihat begitu jelas. Tidak ada yang berubah. Tidak ada kekeliruan. Jelas sudah penyebab mengapa saya mual-mual dan tidak enak badan dalam seminggu terakhir ini. Saya menangis tanpa suara. Dada terasa sesak.
Saya belum menginginkan ini semua. Belum. Bukan saat ini. Bukan sekarang. Dalam kepala saya berkecamuk beragam kemungkinan. Haruskah saya melepaskan atau mempertahankan janin ini? Tapi saya bergidik ngeri membayangkan ada sesuatu yang dikeluarkan paksa dari dalam tubuh saya. Tidak. Membunuh bukan pilihan. Janin ini bukan sekadar darah menstruasi yang harus dibuang. Dia akan menjadi satu kehidupan. Dan saya tidak pernah membayangkan akan menjadi algojo bagi kehidupan orang lain. Orang yang akan menjadi darah daging saya sendiri.
Sulit bagi saya untuk menerima sesuatu yang tidak pernah benar-benar saya harapkan. Sesuatu yang bahkan tidak pernah saya minta. Terlebih kedatangannya yang begitu tiba-tiba. Bagaimana rasanya mengandung janin yang bahkan tidak pernah diprediksi? Seseorang yang berkembang di dalam rahim tanpa permisi. Tumbuh. Membesar.
Saya tidak pernah mengerti, mengapa begitu banyak orang menikah menginginkan kehadiran anak? Terlalu banyak pengorbanan di sana. Lebih dari itu, pengorbanan mengenai waktu. Waktu yang hilang dan tidak akan pernah kembali. Setiap harinya, saya selalu bertanya-tanya, apa saya bisa menjadi ibu? Apa saya layak dan pantas punya anak?
Seperti yang diceritakan seseorang pada https://rockingmama.id