Kadang dendamku membara, tapi aku coba jalani hidup dengan melihat anak sebagai pemberi semangat. Dua anakku pintar dan selalu dapat rangking di sekolahnya. Sampai suatu hari, keponakan pemuda yang dulu dijodohkan denganku disunat. Aku datang ke resepsi itu. Di sana aku ketemu dengan seluruh keluarganya, akudi tarik oleh ayahnya, kami ngobrol, pemuda yang dulu di jodohkan denganku, sebut saja Yas, juga mendatangi mejaku kita saling berbagi kabar. Ayah Yas berpesan untuk jangan memutuskan persaudaraan diantara kami. Hari itu kami berpisah dengan bertukar nomor hp. Dan malamnya Yas menelponku yang mengungkapkan kerinduan dan cinta tulusnya yang tak luntur walau aku tolak dulu.
Paginya kami bertemu di sebuah restoran, dan yang tak kuduga Yas membawa seperangkat perhiasan emas lengkap dengan surat pembeliannya. Perhiasan emas yang dulu akan dijadikan mahar perkawinan kami. Dengan sangat memohon Yas memintaku untuk menerimanya. Perhiasan itu total 60 gram. Lepas hari itu, aku menikmati hari bahagia dan indah, jalan jalan, shoping, menyusulnya ke pasar bebek, ikut dia anter beras, karena dia juragan bebek dan beras. Tentu dompetku pun jadi selalu penuh. Aku percaya ketulusan cintanya karena selama 3 bulan kami dekat kami tidak pernah melakukan hubungan badan, kami hanya sekedar ciuman di mobil. Sayangnya, istrinya mengetahui hp khusus Yas untuk menghubungiku, dan semuanya harus berakhir. Yas dan keluarganya tetap memintaku untuk menjalin persaudaraan. Aku menangisi perpisahan itu. Dan perhiasan dari Yas aku jual, aku belikan sapi 2 ekor dan aku titipkan ke orang dengan bagi hasil keuntungan. Oh ya saat ini, tak jarang suamiku kaya orang kesurupan mirip sekarat, kadang meraung-raung kayak macan. Aku ngga tau itu peringatan Tuhan atau hukuman dunianya, yang pasti aku tak bisa mencintai suamiku lagi, tapi aku menghormatinya. Yas.. jika masih ada kesempatan aku tunggu dudamu.