prahara

Ditakdirkan Bertemu, tidak untuk Bersatu (1)

Rabu, 19 Desember 2018 | 09:05 WIB

METROPOLITAN - “Jauh di mata tapi dekat di hati,” walaupun berjauhan namun di hati tetap terkenang. Mungkin itu sebuah peribahasa yang bisa menggambarkan perasaanku dua tahun yang lalu. Seseorang yang tanpa sengaja telah menembus masuk ke dalam relung hatiku dan telah membuatku berpaling memikirkannya adalah dia yang memiliki kepribadian sederhana dan selalu peduli terhadap orang lain. Tapi di balik itu semua ada dua hal yang kurindu darinya, yaitu tatapan matanya yang begitu polos dan mempesona serta senyumannya yang begitu manis. Itu semua membuatku jatuh hati dan tanpa kusadari, aku tak bisa berhenti memikirkannya.

Singkat cerita, kami bertemu dalam sebuah acara organisasi internal kampus yang diadakan selama tiga hari di suatu kota di Pulau Sumatera. Kegiatan singkat yang terjadi pada waktu itu menyisakan kenangan manis yang selalu terbayang di dalam ingatan. Di mana aku dan dia duduk bersebelahan dan bercerita serta membagikan banyak hal tentang kehidupan masing-masing. Hal itu membuat kami saling melihat satu sama lain dan tak bisa melepaskan pandangan. Aku tak tahu apa yang dia rasakan ketika berbicara denganku, tapi yang jelas pada saat itu juga hatiku seperti telah memilihnya untuk menjadi pengisi hati.

Suasana malam yang sangat riuh dan angin malam yang dingin menghampiri pembicaraan kami. Seolah-olah mereka juga ingin ikut bergabung dan merasakan kesenangan kami. Bulan dan bintang malam itu melihat lirih dan tersenyum kepadaku. Tapi malam cepat berlalu sampai ketika pembicaraan itu harus terhenti karena sebuah perpisahan. Tak ada air mata yang keluar. Hanya ada salam perpisahan dan kata-kata yang tidak terlalu banyak diucapkan.

”Terima kasih sudah mau datang dan hati-hati di jalan,” kalimat yang terucap dari bibir dan setelah itu tak ada lagi pembicaraan kecil. Rasanya aku tak ingin pulang pada malam itu. Aku masih ingin di sana dan berbincang-bincang dengannya. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Ya, mungkin itulah yang memang seharusnya terjadi. Aku hanya bisa mengucapkan salam perpisahan dari dalam hati karena bibir ini tak sanggup untuk mengungkapkan. Entah ke mana keberanian dalam diriku yang selama satu jam aku simpan hanya untuk mengucapkan, “Sampai jumpa.” Hanya dua bola mata ini yang bisa menolongku untuk melihat dia terakhir kalinya.

Tags

Terkini

Nenek Sakit, Suami nggak Kerja, Anakku Lahir Prematur

Kamis, 23 Februari 2023 | 19:00 WIB

Suami Lebih Mementingkan Keluarganya, Aku Harus Gimana?

Selasa, 21 Februari 2023 | 19:00 WIB

Ibuku tak Pernah Akur dengan Suami dan Anak-Anak 3

Kamis, 16 Februari 2023 | 19:00 WIB