”Terima kasih sudah mau datang dan hati-hati di jalan,” kalimat yang terucap dari bibir dan setelah itu tak ada lagi pembicaraan kecil. Rasanya aku tak ingin pulang pada malam itu. Aku masih ingin di sana dan berbincang-bincang dengannya. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Ya, mungkin itulah yang memang seharusnya terjadi. Aku hanya bisa mengucapkan salam perpisahan dari dalam hati karena bibir ini tak sanggup untuk mengungkapkan. Entah ke mana keberanian dalam diriku yang selama satu jam aku simpan hanya untuk mengucapkan, “Sampai jumpa.” Hanya dua bola mata ini yang bisa menolongku untuk melihat dia terakhir kalinya.
Setelah hari itu, dia mengirimkan pesan untuk menanyakan kabarku dengan gaya penulisannya yang sangat singkat. Pesan singkat pertama darinya aku ingat benar. Dan pada saat itu juga terjadi percakapan kecil yang membuat aku begitu sumringah. Ketika dia menanyakan padaku apakah aku mempunyai pacar atau tidak. Saat itu aku merasa bahwa dia juga mempunyai perasaan terhadapku.
Tapi, seiring waktu berlalu aku sadar dengan apa yang terjadi. Bahwa rasa kagum dan cinta ini hanya dapat aku rasakan seorang diri karena tak ada lagi pesan singkat darinya setelah satu minggu kami saling mengirim pesan. Aku menunggu pesan darinya selama berbulan-bulan tapi tetap tak ada pesan masuk darinya. Aku menceritakan semuanya dengan temanku dan mereka memberi saran kepadaku untuk coba menghubunginya. Tapi aku merasa sangat takut dan gengsi.
Aku berpikir, kenapa aku harus sampai melakukan hal seperti ini. Tapi pada akhirnya aku mencoba untuk menghubunginya dan ternyata dia membalas pesanku. Aku merasa mendapatkan semangatku kembali. Tapi hal itu tak berlangsung lama. Dia kembali menghilang dan tak dapat dihubungi. Saat itu aku merasa hal ini sangat melelahkan dan semua yang kulakukan sia-sia dengan tetap menyimpan perasaan padanya, menanti pesannya dalam waktu yang lama dengan harapan dia akan menjadi pasanganku.
Rasa suka yang hanya dirasakan sepihak memang menyedihkan. Entah dengan cara apa aku harus menghentikan perasaan bodoh ini. Aku tak bisa terus begini dan membiarkan hatiku menyimpan perasaan yang terlalu dalam untuknya. Seiring waktu, aku mencoba untuk melupakan semua perasaan itu dan mengisi waktuku dengan hal-hal yang bermanfaat.
Awalnya memang sangat sulit, tapi aku selalu melakukan yang terbaik untuk diriku sendiri. Karena hanya aku sendiri yang mengerti bagaimana hatiku dan kehidupanku. Ada kalanya mungkin kita hanya dipertemukan dan bukan untuk dipersatukan. Dan aku percaya semua rencana Tuhan pasti akan indah pada waktu-Nya. (vem)