METROPOLITAN - Malam itu dia sangat marah dan menyalahkan semuanya kepadaku tanpa mau mendengar alasanku. Aku hanya bisa menangis dan berusaha menjelaskan apa yang terjadi. Saat itu juga aku bersujud di kaki suamiku untuk meminta maaf. Tanpa panjang lebar tiba-tiba entah karena iba atau sayang suamiku membantuku berdiri dan memelukku. DIA berkata, “Ini semua salahku, aku yang tidak bertanggung jawab kepadamu.” Kami saling berpelukan dan menangis malam itu. Dan di hari berikutnya suamiku selalu menangis dan menangisi terus atas kejadian itu, sampai dia berusaha untuk bunuh diri. Dia seolah kehilangan kesadarannya, dan setiap hari dia menangis, memelukku, menciumku sembari berkata, ”Jangan tinggalkan aku, jangan tinggalkan aku, aku tak bisa hidup tanpamu, aku sangat mencintaimu, aku takut kehilanganmu, sudah jangan sakiti aku lagi.” Hanya kata-kata itu yang selalu dia katakan kepadaku. Aku sangat terpukul, aku sangat merasa bersalah saat itu. Tidak seharusnya aku membalas dendam kepada suamiku, tidak seharusnya aku melakukan perbuatan sebiadab itu. Dan ternyata suamiku sama sekali tidak mempunyai WIL, itu hanya akal-akalan rekannya agar dia bisa mendekatiku dan aku membenci suamiku. Nasi sudah menjadi bubur, aku hanya bisa menangisi kesalahanku. Aku sangat menyesal telah mengkhianati suamiku yang ternyata setia. Perlahan suamiku bangkit dari kesakitannya, kami saling berjanji untuk tidak menyakiti lagi satu sama lain, kami berjanji untuk memulai semua dari nol dan melupakan apa yang pernah terjadi. Termasuk aku berjanji untuk tidak mengulangi kesalahanku lagi. Aku bertaubat kepada Allah SWT, berjanji untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi, menjadi istri sekaligus ibu yang lebih bertanggung jawab lagi. Aku membersihkan hatiku dari rasa curiga dan cemburu yang berlebihan. Satu tahun berlalu, perlahan suamiku bisa melupakan kesalahanku. Setelah kejadian itu suamiku berubah menjadi lebih baik lagi, dia sangat perhatian terhadapku dan keluarga kecil kami. Kami kembali saling perhatian satu sama lain.(bersambung)