Sedihnya Aku Punya Mertua Jahat ipar ikut ke kampung halaman. Di sinilah puncaknya. Aku tidak mau selalu dikontrol olehnya karena itu ketika hendak berangkat dia menyuruhku untuk menyusui anak pertama, aku kibaskan tangannya karena aku tak sudi diperintah. Aku merasa lebih tahu sebagai ibunya ketimbang dia. Setelah sampai ke rumah aku makin menjadi. Aku makin benci, benci, dan benci saja kepadanya karena sikapnya yang menjengkelkan. Besoknya, saat suami pamit mengantarkan mertua pulang duluan, ternyata mertua menangis. Lanjut kisah anak kedua. Aku kembali tinggal di rumah mertua selepas melahirkan. Sebelum melahirkan aku sudah menterapi hati dan jiwaku untuk bisa lebih ”lapang”. Aku lebih banyak murojaah sambil nenenin anak pertama. Sehingga kondisi jiwaku agak baik. Anakku lahir hari minggu di bulan September. Hari Senin sampai Kamis semuanya baik-baik aja. Aku coba bersikap baik dan manut. Tak lupa sigap dan cekatan. Biar tidak ada masalah. Tapi ketika Jumat subuh, mulailah konflik lagi. Suami baru pulang dari masjid dan mertua baru selesai salat subuh. Aku memberanikan diri meminta obat demam untuk anak karena dia punya warung. Mertua nggak ngasih karena menurut dia obat itu hanya untuk anak usia dua tahun. Sedangkan aku punya Bersambung